30 Days With Mr. Vague
at yang beterbangan di sekitarku. Rasanya tidak ingin berhenti. Kalau bisa, terus dalam keadaan seperti ini saja. Tidak perlu kelu
hukum
ema di rongga telingaku. Merusak
menghukumku? Dan ia akan membebaskanku di saat ia me
nis bar dan lounge miliknya, yang juga sama suksesnya dengan perusahaan induk milik keluarganya-tapi bukan berarti ia bisa seenaknya me
ku berdiam diri di dalam asrama saja. Tidak perlu ikut merayakan hari terakhir ujian akhir di semester musim gugur ini. Sialan juga teman-temanku yang memaksaku untuk meminum sampanye. Memang tidak banyak, sebab aku juga tid
mpun,
u untuk terakhir ka
sewaktu berada di bar? Mengingat penculikan ini sudah berjalan tiga hari, sepertinya nama beserta wajahku kini telah terpampang di berba
tubuhku. Miris melihat luka lebam yang menghiasi area bahu
as aku berjalan kel
duduk di atas tempat tidur. "Kau tidak bisa tiba-tiba ada di si
ak keluar masuk ruangan ini se
u mencoba menahan diri u
aimana kalau aku sedang berpak
kuk tubuhmu itu tidak akan mem
nya. Berganti dengan helaan napas. "Ters
ang disediakan didesain dengan kaca buram, sehingga Louton
ebab pakaian gantiku masih ada di dalam paper bag dan itu tergeletak di sebelah Louton. Mau tak mau
giku dimana kedua sikunya bertumpu pada tiap paha. Jemarinya terjalin. Wajah
cekatan menyambar paper bag, lalu kembali ke dalam shower box. Sayangnya di
an, kutemukan Louton mas
padamu," ujarnya tiba-tiba. Nada suarany
mengeringkan ram
itu?" tanyaku masih me
ncarimu di
-teman, ibu, atau mungkin para polis
on, tapi nyatanya aku tidak kembali ke dalam. Dan tentunya mereka juga tahu kalau ternyata aku juga belum kembali ke asrama. Beruntung ujian akhir sudah selesai, jadi aku tidak perlu mengkhawatirkan mas
ketika aku menyebut 'Berkeley Police Department', berharap itu m
menemukanmu," katanya lebih terdengar tegas seray
kau begi
ntuk mencekikku. Namun, kedua tangannya justru dijejalkan ke dalam saku celana ketika ia berbali
kukan harus direncanakan dengan baik, Rose, da
benar-benar
an segala sesuatunya h
yang kupersiapkan,
ku tetap waspada. "Kalaupun kau memberitahuku, aku juga tidak bisa
lagi di sini yang bisa ia lihat. Kutebak ia tengah menimbang-nimbang apak
i rumahku,
rumah sang ahli waris Vogue Holding Group, aku yang merupakan orang biasa ini
mereka akan menemukanku di sini," balasku yan
ih baik dibanding dengan raut wajah yang ia munculkan tatkala ia menyerangku. Walau
u tersipu. Namun, dengan segera aku menepis pikiran itu. "Tapi percayalah, kau tidak a
santai. Ia seperti dirinya yang biasa tampil di
an kanan. Baru terasa pegal
itu tep
ika aku merasa cuku
osiku terpancar melalu
rti apa. Ia harus tahu bahwa ia memang jahat. Mungkin ia tidak sadar itu. Hingga harus orang lai
a yang untuk kali ini tidak mudah terpancing seperti yang sebelum-sebe
erti
enggeleng. "Aku menu
ngikat dan menarik mata
au pilih?" tanyaku bernada sarkastis seraya duduk di salah satu sisi t
rgerakannya. Sisanya mendadak kaku. Terlebih sewaktu kusadari tangan Louton menghampiri wajahku dan m
m. Mengusap pipiku dengan lembut. Menghadirkan rasa me
lasan apa pun. Louton seperti menguasai dan mengambil ali
ik tangannya dari pipiku. Bersikap seolah ada yang salah dengan apa