Obat Posesif Untuk Ratu Es
Soegiha
tuk mengendalikan setiap desahanku, mengunci rapat-rapat semua suara yang ingin keluar. Suara-suara dari kamar sebelah terus ber
engarnya juga. Aku tahu dia merasakan getaran tubuhku yang tak t
orgasme datang, tak terhitung, tak memberi jeda. Setiap kali, tubuhku melengkung tanpa sadar, dan aku menggi
aku merasakan denyutan. Bukan denyutan detak jantungnya, tapi sesuatu yang lain, di bawah
h tiba-tiba tersentak. Aku bukan sat
n membuatku lebih dekat, seolah ingin aku tidak bergerak sedikit pun. Gerakan itu, sentuhan itu, memicuAku be
menangkup bagian belakang kepalaku, dan tangan yang lain mencengkeram pinggangku. Dia me
karena dia mencoba melakukan sesuatu, tapi karena tubuhku yang bergerak-gerak tak terkendali
menahannya. Air mata membanjiri leher Dhimas. Aku merasa
gi, suaranya kini lebih dal
nya tidak cukup. Gairah itu terlalu besar, terlalu kuat. Ak
riku sendiri. Aku bisa merasakan setiap pori-pori kulitnya, setiap helai rambut di leher
Orgasme itu terus berlanjut, tak memberiku istirahat. Aku bisa merasakan tubuhku mengencang, lalu menge
bisa berpikir jernih. Aku hanya bi
n yang tiba-tiba terasa begitu memekakkan. Lalu, terdengar suara lan
a mengangkat kepalaku dari lehernya, menatapku. Matanya yang tajam ki
isiknya, suaran
. Aku ingin bersembunyi. Tapi tubuhku terlalu lemas. Lengankungun," kataku, suaraku
pannya menyapu wajahku, lalu turun ke bibirku yang
ya, suaranya rendah.erasa lemas dan berdenyut, tapi gairah itu masih ada di sana, bersembharus mengatakan apa. Aku hanya ingin m
Dia menangkup wajahku dengan kedua tangannya, memaksa mata
padaku? Aku tidak tahu. Aku tidak pernah ingin dia melakukan
ahu," bisikku, air ma
g yang sudah retak di wajahku. Lalu, dia meng
" tanyanya, suaranya lebi
ntuk pergi. Tapi bibirku, entah kenapa, tidak bisa mengeluarkan kata itu.
a merasakan napas hangatnya di bi
mendominasi, menuntut, dan penuh gairah. Bibirnya yang tebal meneka
ri otakku. Aku melengkungkan punggungku, dan tanganku seca
ng lebih besar. Orgasme itu datang lagi, lebih kuat dari sebelumnya, membuat seluruh tubu
eluar dari tenggorokanku. Ini adalah erangan yang pen
pelukan Dhimas. Kepalaku terasa kosong, tubuhku lemas, tapi gai
lat. "Masih ingin berhenti?" tanyanya
pipiku. Aku merasa sangat malu, sangat kotor, tapi di saat yang sama, a