Dipaksa Menjadi Boneka di Hadapan Istri Palsu
menjuntai dari langit-langit, karpet merah terhampar, dan gemerlap kristal memantul di setiap sudut. Ini adalah pernikahan yang se
ting-para konglomerat, pejabat tinggi, dan seluruh wajah yang berarti dalam peta kekuasaan Jakarta. Ha
ke dua hari lalu, ke rumah kayu sederhana di Bogor, ke cincin perak yang kini disimpan Anjani. Dia membayangk
ijik dan kasihan. Rio tahu yang sebenarnya, dan itu adalah satu-satunya pelipur lara Sakti: s
nnya mewah, warisan dari ibunya, dan dia berjalan didampingi Tuan Dharma. Namun, di balik senyum tipisnya, ada sorot mata kosong
la terasa dingin. Sakti menggenggamnya, mencoba menyampai
ngkan, dan ciuman formal di kening yang terasa dingin. Sakti melakukan semuanya seperti robot. Dia nggak bisa merasakan apa-apa, k
berdiri selama berjam-jam, menyambut ucapan selamat, menerima pujian, dan
Begitu Kakekmu siuman besok, aku akan pastikan dia tahu betapa berkorbannya kamu demi dia. Dan ingat, mulai m
um palsu. "Jangan khawatir
ng disiapkan Hardian untuk mereka. Kamar itu besar, dengan peman
indah. Dia nggak menangis, tapi tatapannya jauh, seperti boneka yang
"Aku sudah bilang, Mala, pernikahan ini adalah perjanjian.
Sakti. Nggak perlu diulang. Aku nggak menuntut apa-apa dar
h bisa melupakan dia. Dia... adalah istriku yang sah di mata agama," kata Sakti
ap, suatu hari nanti, kamu bisa menemukan jalan keluar dari semu
h dengan orang yang hatinya sudah dimiliki ora
emberiku keamanan itu. Jadi, kita berdua melakukan pengorbanan ini. Sekarang, mar
i suami istri, tapi sebagai dua rekan bisn
an M
reka adalah pasan
arus memperlakukan Mala de
ia ke siapa pun (Anjani) yang d
an S
h (atau Sakti akan s
yang dia mau selama nggak mem
berakhir begitu Ka
ur terpisah, dengan jurang yang begitu da
udah berdetak di tubuh Kakek, dan beliau dinyatakan stabil. Beban di pundak Sakti
mengunjungi Kakek di rumah sakit (Kakek Mala, Tuan Wijaya, sudah tiada, tapi Mala ing
at di perusahaan ayahnya, menemani Mala di acara sosial, dan pura-pura bahagia. Malam hari, dia menghabiska
sang mata-mata. Sakti tahu, setiap gerakannya diawa
bisa mengh
tanya Sakti, suara
ir kamu benar-benar meninggalkannya. Dia dengar berita pernikahan kamu denga
g sebenarnya. Dia harus aman," Sakti menghela napas berat. "Kak
an. Dan ingat, Hardian mengancam keselamatan Anjani, bukan cuma soal K
iku!" raung Sa
sabar, Sakti. Teruslah mainkan peranmu. Begitu Kakek pulih, kita cari cara untuk mem
hanya sedikit m
k. Dia nggak pernah melihat berita, nggak pernah mau tahu tentang dunia Sakti, tapi
an Mala, dengan judul bombastis: "Pernikahan Ki
i Agung. Bukan Tifany, tapi Mala. Dan yang paling menyakitkan, berita itu menyebutk
ata-kata Sakti: Kalau kamu dengar rumor apa pun tentang aku, ang
k Papanya? Atau Sakti benar-ben
dia nggak punya apa-apa lagi. Dia hanya menyimpan cincin perak mereka di kotak kecil
g yang parkir di kejauhan. Ada beberapa panggilan telepon aneh ke pengurus panti yang menanyakan tentang Anjani. Itu membuat Anjani
nisnya. Dia seorang wanita yang cerdas, baik, dan nggak menuntut. Dia berusaha keras membuat Sakti nyaman, menyiapkan teh di pagi hari
eka sedang makan mala
ingin kamu tahu, aku nggak akan pernah mengadu ke Ayahmu atau siapa pun. Aku
kan sendoknya
hu kamu nggak cinta aku. Tapi kenapa kamu nggak bilang saja kamu sudah pun
nya: Aku berbohong, karena istriku terancam oleh Ayah
percayalah, ini bukan tentang kamu, Mala. Ini tentang dia, Anjani. Aku harus melindunginy
ti sedang menanggung beban yang sangat berat. Dia nggak tahu
ai dan korbankan keselamatannya dengan kebohongan; dan Mala, ya
ingan kebohongan ini terlalu rapuh, dan setiap hari yan