Terpaksa Menikah Karena Kesalahpahaman
-tangisannya masih meninggalkan bekas di pipinya. Ia menatap langit-langit kamarnya, me
rdengar suara ket
terdengar lembut, berbeda dari biasanya. "Aku
ah marah, setengah lelah. "Aku tidak but
Tapi aku akan tetap di luar. Jika kau
u, tapi hatinya belum siap untuk menerima keberadaan pria itu di hidupnya. Menikahinya
aun yang dipilih keluarga tampak indah, tapi baginya itu hanya penjara. Hendra menunggu di sampingnya,
Hendra memulai. "Tapi aku ingin..
aku bisa mencintai orang yang dipaksakan menik
inta kau mencintaiku. Aku hanya ingin kau mer
sesuatu di dalamnya yang membuat hatinya bergetar me
enganmu. Aku tidak pernah memin
u ia harus sabar. Menjadi suami Marissa bukan hal yang muda
ya. Marissa menatap luar jendela, hatinya campur aduk. Ia merasa terjebak, tidak hanya ole
a. Marissa merasakan tekanan yang luar biasa. Beberapa sepupu menatapnya sinis,
ya sambil menatap Hendra. "Dan kau... jangan hanya diam
u hanya ingin memastikan Bu Ma
diri. Terkadang, ketenangan Hendra membuatnya bingung, bah
langkah mereka diiringi bisik-bisik dan pandangan menghakimi. Marissa merasa seperti boneka
embuat Marissa panas dingin. "Marissa, bagaimana rasanya
bar. "Ini bukan hal yang bisa kubicar
n. "Biarkan mereka. Kita tidak
betapa jeleknya Hendra, membuat Marissa semakin marah dan merasa dipermalu
, berjalan di halaman belakang yang luas. Udara malam yang sejuk sed
baik padaku?" tanya Mariss
rang yang dipaksa menikah denganku menderita. Setidakn
bahwa Hendra, meski biasa dan tampak jelek menurut standar dunia, memiliki kebaikan ya
duduk sendiri di balkon. Matanya menatap bintang di langit, hati masih
k pelan. "Aku akan menunggu... sela
di dalamnya yang membuat hatinya tidak sepenuhnya menolak. Ia merasa, m
s dari keluarga, gosip teman-teman, dan rahasia yang belum pernah i
ebuah kesalahan yang mengubah jalan hidup mereka. Perasaan Marissa masih campur a
adapi apa pun demi menjaga wanita ini-meskipun hatinya sendiri
ingkirkan rasa penyesalan dan amarah yang masih bersarang di hatinya. Selama seminggu terakhir, hidupnya benar-benar berubah. Ia
sepatu nyaman, dan membawa tas kecil. Jalanan di sekitar kompleks rumah keluarga Marissa cukup ramai, tapi Marissa lebih memilih melewat
dangi secangkir kopi hangat. Di antara hiruk-pikuk lalu lintas dan suara percakapan, ia me
orang wanita muda menatapnya penuh selidik. "Hei... Marissa
a dengan dingin.
h sengaja ingin memancing konfrontasi. "Aku cuma penasaran.
angkan diri sebelum menjawab. "Kalau mak
h, aku cuma ingin melihat bagaimana kau m
n ini hanya akan membuat gosip berkembang lebih cepat. Ia mem
sang wanita. Ia merasa ketakutan-bukan hanya karena pria itu, tapi
a menoleh dan melihat Hendra, yang tampak lelah tapi tegas
an lega. "Aku hanya ingin keluar seb
u mengerti, tapi aku tidak bisa me
lam tatapan Hendra yang berbeda. Tidak ada rasa paksa
nyadari bahwa Hendra lebih dari sekadar sopir yang dipaksa menikahinya. Ia melihat sisi pria itu yang sabar, penuh
ambil inisiatif. Ia menenangkan situasi dengan sopan tapi tegas. "Kita tidak perlu membicarakan hal-hal yang tid
Mereka tidak menyangka pria yang mereka anggap
pernikahannya yang dipaksakan, Hendra yang selalu ada di sampingnya, dan dunia yang kini terasa sem
Aku tahu kau masih marah," katanya pelan, "tapi aku ingin kau tahu... aku tidak akan pe
atau semakin tertekan. Perasaan campur aduk ini membuatnya bingung, tapi a
olah membawa pesan yang tak terdengar: bahwa perjalanan mer