Kau Bersandiwara Seolah Tak Bersalah
/0/29056/coverbig.jpg?v=9e47959c5d1facc096e53dd4a6f78086&imageMogr2/format/webp)
an piring porselen dan bisik-bisik para kerabat yang bergegas menata dekorasi. Meski hari itu seharusnya menjadi hari bahagia, hati N
na ivory, tetapi matanya tak mampu menyembunyikan kekhawatiran. Ia menatap b
aik saja," bisik ibunya, Sri, sambi
nelan ludah. Suaranya pecah ketika pikirannya kembali pada pesan
ra menutup wajahnya dengan kedua tangan, menahan air mata yang ingin tumpah.
i momen yang membahagiakan bagi putrinya. Namun kenyataan berkata lain. "Aku tahu, Nak. Aku juga marah dan kece
au menikah hari ini. Aku nggak mau melihatnya la
mengangkat kepala, dan terlihat ibunya membuka pintu sedikit. "Nadira... ada s
ata membesar. "Siapa, Bu? Aku.
a tetangga kita sendiri. Orang baik. Ia bersedia, d
osinya kacau balau. "Aku nggak mau! Aku nggak mau
Nadira... tolong dengarkan ibumu. Kita sudah tidak punya pilihan lain. Demi
reka yang selama ini dikenal dingin, jarang tersenyum, dan tampak
berjalan. Persiapan pernikahan sudah mendesak, dan pilihan
n tetangga menatap dengan campuran rasa penasaran dan simpati. Nadira duduk di kursi pengantin dengan tangan gemetar, sementara Raf
. Nadira menatapnya sekilas, mencoba membaca ekspresi pria itu.
ra menjawab singkat, s
an semua mata tertuju padanya, menunggu reaksinya. Di hatinya, ia membero
dangan yang sulit diartikan-antara perhatian, kesabaran, dan sedikit rasa iba. Nadira merasakan jantungnya berdetak kencang. Ia
tiba-tiba ini. Rafli, meski tampak dingin dan kaku, selalu hadir tepat waktu, menepati semua janji, dan menjaga Nad
ja, Rafli datang membawakan secangkir teh hangat. "Ini... untukmu," kat
..." Nadira m
asa berat, tapi tidak menakutkan. "Aku tahu ini sulit. Aku juga tidak i
.. aku takut. Takut kalau aku tidak bisa menci
tenang, "Aku juga takut, Nadira. Tapi aku percaya, c
rgerak. Ia menyadari bahwa di balik sikap tegas dan dingin Rafli,
seorang pria yang memiliki cerita, rahasia, dan luka sendiri. Nadira perlahan belajar membuka diri, memahami bahwa cinta tida
awa dua mug cokelat hangat. Ia duduk di samping Nadira, tidak te
rcaya cinta yang tiba-tiba. Tapi aku belajar, kalau cinta bisa muncul dari hal-
perlahan merasakan kehangatan yang sebelumnya asing baginya. Mungkin, pikirnya, mesk
an baru dalam hidupnya-dengan Rafli, seorang pria yang selama ini hanya dik
ang tertata rapi di rak, mencoba mengalihkan pikirannya dari semua yang terjadi beberapa hari terakhir. Suasana rum
nitas, kebebasan, bahkan teman-temannya-terasa berubah. Rafli, di sisi lain, tampak selalu tenang. Ia tidak pernah memaksa Nadira
ar. Hujan yang menetes di dedaunan memberikan ketenangan yang aneh, seperti dunia sedang menunggu sesuatu. Rafli keluar
t. Nada suaranya tetap tenang, tap
uk. Suaranya pelan, seolah mencoba menjaga jarak. Namun Rafl
g, namun ada rasa aman yang tidak ia mengerti dari keberadaan Rafli. Ia menoleh, mencoba membac
irnya bertanya, suaranya nyaris tak t
"Tidak. Aku... menyesal tidak bertemu denganmu dalam kondi
harus merasa lega atau semakin cemas. Rasanya dunia bar
tapi setiap tindakannya memiliki tujuan. Ia memperhatikan makanan yang Nadira makan, memastikan ia tidak terlalu lelah, bahkan menany
p pria itu dengan rasa penasaran. Rafli tampak berbeda dari citra sombong dan dinginnya di mata tetangga. Tangannya yan
sendiri?" tanya Nadira, suara
Aku tidak suka merepotkan orang lain. Terutam
a belum siap menerima pernikahan ini sepenuhnya, tapi di sisi lain, ia m
basah masuk. Rafli duduk di seberang, membaca koran. Keheningan mereka bukan lagi canggung, melainkan penuh perti
Tidak ada yang bisa menggoyahmu," ka
ng hanya topeng. Ada banyak hal yang kulalui sendiri, banyak hal yang tidak
fli bisa berkata begitu, menyingkap sisi yang jarang ia tunjukkan. Ada kerent
rubah," Nadira berbisik. "Aku m
tidak perlu mengerti semuanya sekarang. Kita hanya
terjebak. Ia mulai bertanya-tanya, apakah hatinya bisa be
di rak ruang tamu. Rasa penasaran membawanya membuka halaman demi halaman. Ia membaca cata
a pria sombong dan dingin. Ia adalah seseorang yang pernah terluka, berjuang s
tu. Ia mulai merasa, mungkin ada kemungkinan untuk mempercayai
gendarai mobil, Nadira duduk di samping. Perjalanan itu sunyi, tapi nyaman. Tida
a berinteraksi, caranya membuat orang lain menghormati dirinya tanpa harus menakut-nakuti. Ia mulai menya
li duduk di meja makan, menatapnya dengan senyum tipis yang jarang ia tunjukkan. "Hati-hat
tanya. "Aku... aku ingin be
lah. Kita semua belajar dari kesala
memahami, bahwa pernikahan mendadak ini mungkin bukan kebetulan yang buru
ring takut membuka hati sepenuhnya, tapi setiap interaksi dengan Rafli membuatnya sedikit lebih percaya. Rafl
ar dari rumah dengan membawa dua gelas air lemon hangat. Ia duduk di samping Na
dang juga memberikan kesempatan kedua. Kita hanya perlu siap
uh di dalam dirinya-rasa percaya, rasa aman, dan bahkan sedikit rasa
i pernikahan ini terjadi secara mendadak dan penuh ketidakpastian, ada kemun