Penderitaan yang Dipaksa Tersenyum
h kamar sederhana yang jauh berbeda dari kemewahan rumah Dominic. Ia duduk di tepi ranjang, menatap perutnya ya
c tidak pernah tidur nyenyak, selalu memastikan Liana berada di tempat aman. Tapi kali ini, ia menu
u kamar. Ia membawa secangkir teh hangat. "Bangun
ku... aku takut, Dominic. Mereka terus mengejar
ap mata Liana dengan tajam. "Tidak ada yang akan menyakitimu lagi. Aku tidak akan membiarkannya. Aku mungki
egas, dunia di luar sana tidak seaman kata-kata itu. Revan masih hidup, para pengikutnya masih
ng baru. Ia memegang peta kota, menandai lokasi-lokasi penting.
eorang pengawalnya. "Aku akan mengembalikannya ke temp
u... ia terkenal kejam. Tidak mungkin ia me
akan menggunakan kelemahannya. Kita ambil apa yang paling berha
, tak menyadari, menjadi pion utama dalam permaina
gi. Ia tidak ingin hanya bersembunyi; ia ingin menghadapi Revan, menunjuk
lelah, tapi kau harus ikut. Ada seseorang yang bisa membantu kita -
a. Aku hamil lima bulan. Bagaima
kuat dari yang kau kira. Aku tidak akan membiarkanmu
ecil itu. Liana menelan ludah, mengetahui bahwa pilihan tidak ada banyak. Ia bisa tetap bers
a akhirnya, menund
tetap keras, waspada. "Bagus. Aku ja
dan beberapa peralatan untuk pertahanan. Di gudang itu, seorang pria tua dengan rambut perak menunggu merek
inic bawa. "Tapi yang aku lihat... Revan bermain terlalu berani. Ia pikir Dominic takut ke
engan penasaran. "Da
sekadar target. Kau simbol kelemahan dan kekuatan Dominic sekaligus. Kau harus
adi simbol. Tapi kini, dalam dunia yang penuh tipu daya dan kekerasan, ia men
ap gedung tinggi, mengamati pergerakan markas Revan m
ai bergerak. Ia mengerahkan pengawalnya ke bebe
"Bagaimana kita bisa
u tahu ke mana ia pergi. Kita hanya perlu
Revan keluar dari persembunyiannya dengan tip
atap Liana. "Aku yang akan keluar. Tapi kau
erutnya, napasnya t
Aku tahu. Tapi percayalah padaku. Aku ti
jejak palsu untuk membuat musuh berpikir Liana ada di lokasi lain. Setiap langkahnya dihitung dengan hati-h
nya yakin bahwa Liana berada di gudang tua di pinggir kota. Tanpa berpikir panjang, Revan
h terbaring di ruang tersembunyi, mulai memahami sesuatu: keberanian bu
van, membuat pasukannya panik. Dominic bergerak cepat, menyiapka
unduk, menahan napas. Air mata menetes tanpa ia sadari. Ia tahu Dom
meledak, sebuah pesan
lente. Tunggu saja. Semua
n. "Kalau begitu, malam ini kita s
ma kali, ia menyadari satu hal: cinta dan bahaya bisa berjalan berdampin
ng kini dijadikan markas sementara, Liana duduk di kursi kayu sambil menatap perutnya yang semakin membesar. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan d
asa aman meski dunia di sekitarnya runtuh. Hatinya bergetar, tapi kali ini bukan karena takut - melainkan campuran rasa rindu dan kekhawatir
dan seorang pria muda masuk. "Aku membawa kabar dari Dominic, Nona," ucapn
"Apakah... apakah
rbeda. Revan lebih licik dari biasanya. Ia mencoba mengg
dak bisa hanya diam di sini.
a... kau hamil lima bulan. Setiap la
Aku tidak akan tinggal diam selamanya. Aku ingin ikut
ngan dan setiap sudut gelap sebagai perlindungan. Setiap langkah dihitung dengan cermat. Ia tahu Revan lic
h sumber suara. Sebuah jebakan sederhana - bom asap yang dibuat untuk mengalihkan pe
satu hal: Liana menunggu di tempat aman, dan anak mereka adalah alas
t pergerakan para pengawal yang terlihat dari jauh, dan bahkan mulai merancang strategi sederhana. Ia tidak tahu apakah ia bisa membantu Domi
an anak ini," gumamnya pelan, "aku
sasaran Revan. Setiap titik diberi warna berbeda, tanda untuk kemungkinan aman atau berbahaya. Ia bel
"Tapi... kalau Dominic bisa me
beberapa pengawal berkumpul, sibuk memantau layar CCTV dan peta kota. Dominic menahan napa
Revan bingung. Ledakan kecil dan suara alarm palsu membuat para pengawal panik. Dominic te
ya. Dominic menunduk, menggulung tubuhnya, dan membalas dengan cepat. Dalam hitungan detik,
hati. "Aku akan keluar
i pria muda yang menemaninya. "Nona, Dominic suda
u aku bisa... aku bisa membantu dari sini. Aku
an kagum sekaligus khawa
ggal diam. Ini anakku. Dan Dominic...
an kode komunikasi dengan Dominic melalui ponsel yang sudah diamankan. Ia tahu, ini bukan hanya so
akan dan alarm palsu yang dibuat Dominic. Revan sendiri mulai panik, menyadari bah
an. "Jangan biarkan di
yang bisa dimanfaatkannya. Dengan gerakan cepat dan perhitungan matang, Dominic menyiapkan jebakan terakhir - seb
lampu kilat dari arah gudang membuat Revan dan pengawalnya bin
tap sekeliling. Ia menyadari ada yang berbeda - Dominic m
detik, ia berada tepat di depan Revan. Tatapan mereka bertemu. Kedua pria ini
ic dingin. "Dan kau tidak akan me
ir kau bisa menghentikanku? Kau
g, satu lawan satu, di tengah reruntuhan markas yang terbakar. Setiap pukulan,
anian Dominic bukan hanya karena ia ingin menang, tapi karena ia ingin melindungi keluarga mere
mereka berdua yang mengerti - untuk memberi informasi posisi Revan
mereka tampak seperti monster dan pahlawan dalam satu bingkai. Dominic berhasil mengun
, menatapnya dengan mata basa
ik-baik saja. Tapi kita belum selesai. Masih banyak yang harus kita l
alam ini bukan hanya kemenangan Dominic, tapi juga kemenanga
a dengan kamera kecil. Sosok itu tersenyum dingin. "Mereka me