Hati yang Kau Hancurkan Tak Bisa Kembali
etir berkelebat, menerangi langit kelam dan menyorot sebentar wajah dingin Rafael Von Ardent yang berdiri di balkon kamarnya. Rokok di ujung jarinya hampir padam,
yang tak seharusnya tumbuh di dadanya, ses
? pikirnya. Seharusnya aku sudah m
kan karena kasihan. Ia sudah lama kehilangan kemampuan itu. Tapi ada sesuatu dalam gerak langkah gadis i
okoknya, mencoba menghapus bayangan Lyra dari pikirannya
ng, tapi ia terus berjalan. Hatinya penuh dengan hal yang tak bisa ia pahami: kemarahan,
dirinya di tempat yang tak punya langit. Tapi mengapa setiap kali pria itu menatap
a sendiri karen
ai memahami sisi la
karena mu
. Patung itu menggambarkan seorang wanita dengan ekspresi sedih, menatap ke a
alu berbisik pelan, "Ap
membuatnya tersenta
er darinya, tanpa payung, basah kuyup oleh hujan
yra cepat. "Wajahnya... ter
kahnya berat menapak batu basah. "Dia t
a meninggi karena emosi yang tertahan. "Kau bisa menghukumku
jatuh di antara mereka. "Mungkin tidak. Tapi aku ingin kau tahu bagaimana
membuatku merasakan sakit, selamat, kau berhasil. Ak
gi takut, tapi kosong. Dan entah kenapa, itu lebih menya
rbisik lirih, "Dia bukan hanya kekasihku. Dia satu-satunya alasan
ia mendengar suara Rafael tanpa kemarahan-hanya kesediha
erlahan, "dan sekarang
pi dia tidak mengingatku. Tidak mengingat siapa pun. Ka
Lyra merasa dunia di sekel
iba-tiba tampak rapuh, kehilangan semua kekuatanny
cekat. Ia hanya bisa berbisik, "Kau
an yang deras. Tidak ada kata. Tidak ada kebencian. Hanya dua manusia
hujan yang membasahi tubuhnya terlalu lama. Elise menemukan Lyra di k
n langsung menuju kamar Lyra. Saat masuk, tubuhnya menegang melihat gadis itu
ahuku lebih cepat?" ta
ak merepotkan siapa pun, Tua
nghela napas panjang. "Kelua
agu, tapi akhirnya
ahaya lampu temaram. Ada luka di dalam dirinya yang tiba-tiba terbuka lagi-buka
perlahan dan menempelkannya di dahi Lyra. Gadis it
tu berhenti be
lan, hampir tidak terd
niat tersembunyi, tanpa kebencian, tanpa rencana balas dendam.
duduk di san
nya kabur sesaat sebelum ia sadar Rafael masih duduk di kursi, tert
da kesombongan, tidak ada amarah, hanya kelelahan yang mendalam. A
pipinya-tapi Rafael tiba-tiba bergerak, membuka mata.
aksud membangunkanm
perlahan, lalu berkata da
lan. "Terima kasih
stikan kata itu tulus. "Jangan salah sang
senyum kecil. "Kau hanya tidak ingin keh
an dinginnya, ada sesuatu yang berbeda-ses
yang lebih lembut. Rafael mulai membiarkan Lyra keluar dari benteng dengan pengawalan, bahkan
sisi lain, ia tahu ini bukan kebebasan sungguhan. Ia masi
a. Lyra membaca laporan, sementara Rafael sibuk
hapus dari peta bisnis," katanya pada seseorang di seberan
inya mulai mengerti kenapa pria itu menjadi seperti ini. Dunia yang ia ja
telepon dan menatapnya, sesu
tatap?" tany
cepat. "Tidak.
at, mencondongkan tubuhnya di meja.
i ini tak gentar. "Aku tidak m
n matanya berubah, dingin menjadi tajam
a lurus. "Terl
lah menahan sesuatu yang tidak boleh keluar. Lalu, tanpa peri
" bisiknya pelan. "Aku ti
u tahu. Tapi mungkin, kau juga
mundur. Ia mengambil langkah ke belakang, menarik n
ya dengan perasaan aneh. Setiap k
jendela. "Dia mulai berubah..." gu
kit. Ia tidak pernah membiarkan siapa pun tahu, tapi setiap minggu
au tahu, aku sudah tersesat lebih j
idur. "Aku tidak tahu apakah aku sedang
g, tapi yang terbayang justru mata
dirinya sendiri. "Tapi kenapa rasa
pikirannya selalu tertuju pada Rafael. Ia berjalan ke balkon kamarnya, menatap lang
r, kini mulai saling memandang dari jauh-teri
ang belum padam, satu kenyataan perlahan tumbu
baru-dan keduanya tahu, cepat atau lambat, kut
dinding batu dan rahasia di baliknya. Kilatan petir menyambar sesekali, menyorot wajah Rafael yang sedang duduk sen
r-kekasihnya, Helena. Senyum lembut perempuan itu seakan hidup kembali di hadapannya. Namun dalam sekejap, bayang
a menegang. "Kau masih hidup, kan? Aku sudah hampir d
bang pintu, mengenakan gaun tidur putih sederhana yang
terjaga?" suara Ra
ndengar suara dari sini. Ak
itu juga, dadanya seakan diremas keras. Wajah
at m
tanya Lyra, suaran
atapannya gelap, dalam, da
terlihat
i tangannya jatuh dan pecah berderai. Suara kaca membent
menelan r
a seseorang yang sedang berjuang melawan dirinya sendiri. Ia memejamkan mata se
ah tidu
am ini-bukan hanya amarah, tapi luka yang menolak semb
aku, lakukanlah. Tapi jangan terus menyiks
h, getir. "Kau pikir
menculikku, memperbudakku, tapi sebenarn
embuat Rafael m
lah kau mengerti a
pat, tanpa berpikir. "Kau bukan satu-satunya yang
mu. Untuk sesaat, wa
njadi saksi benturan dua
an karena ketakutan, tapi karena sesuatu yang lain. Ia mulai memahami bahwa di balik wajah
k di tepi ranjang da
ore," gumamnya pelan. "Tapi karena aku m
merasa... digantikan. Bahkan dalam penderitaannya send
but di pintu memb
katanya ta
. Tanpa kata, ia berjalan mendekat dan menyerahkan s
a, bingung. "K
Ia hanya menarik kursi
k ingin kau mati sebelum aku memutuskan
dak bersalah," balas
arga Elmore," jawab Rafael dingin. "Mereka semua
au juga tidak sebersih yang kau kira. Kau menembak,
api kali ini tidak ada amarah-yang ada h
khirnya, pelan. "Yang kubutuhkan hanya m
curan orang lain akan menyembuhkanmu? Tidak, Rafael. Itu hanya
kirannya lama setelah Lyra berj
eberanian, dengan kepedihan, tapi juga dengan
ekat. Ia terkejut mendapati nampan sarapan di meja-buka
ini?" tanya
sekilas. "Kau ti
culik mengkhawat
el dingin, tapi sudut bibirnya sedikit terangkat-s
bertemu, dan setiap kali itu terjadi, Lyra mer
ar kebencian, tapi juga kerindu
kau ingin aku menebus dosa keluargaku, berita
ni. Bekerja, melayaniku, dan menatapku setiap hari-s
kau tak per
akan tetap
yra merinding. Tapi entah kenapa, ada bag
penuhi bintang. Angin dingin menerpa jas hitamnya, dan untuk p
yra muncul dengan selimut di tangannya. "Kau a
atapnya. "Kau pi
bahu. "Tidak.
ana, tapi menembus sesuatu di dalam d
t perlahan
gan seseorang, dan aku tak ingin ada yang
erasa gugup. Lalu tiba-tiba, ia berkata, "Kau terlalu berani
k mati sebelum mencoba menyelamatk
h Rafael. "Seseorang sepert
akan tetap
ael tahu, ia seharusnya menjauh. Tapi justru ia makin mendekat. Tatapan mata mereka berte
ncian, tapi kombinasi m
an membakar mer
ri membeku. Hatinya berdebar keras. Ia tahu, sejak malam itu, tidak
mulai
an itu, cinta berb