Hati yang Kau Hancurkan Tak Bisa Kembali
Fortress terasa lebih
lakang tempat Lyra sering disuruh menjemur linen atau membersihkan taman batu. Nam
arik kertas lusuh yang baru saja ia temukan di dapur, di bal
bahwa Amara adalah kekasih Rafael-perempuan yang kini koma di rumah
jemarinya gemetar. Tulisan tangan di surat itu
pria yang aku percaya bahk
ah kenapa, membaca itu
seorang pria yang masih mencintai ba
ka tiba-tiba memb
atu tangan menyelip di saku celana. Rambut hitamnya sediki
ra yang memeg
ika aku tidak memintamu melakukan
ikan surat itu di balik punggung
l. Suaranya tenang, tapi
mengambilnya, menatap sekilas tulisan tangan di asuara hujan dan detak jantung Lyra
mbacanya?" tan
ku ingin tahu kenapa seseorang sekuat di
lagi. "Karena tidak semua luka
langkahnya pelan tap
. Aku punya hati-dan keluarga kecilmu yang hancur dulu
pas. "Jadi... balas dendam
aban jujur? Ya. Setiap malam, aku berha
rti pisau yang men
tapi juga rasa iba. Tatapan Rafael, meski penuh kebencian, ta
. "Tapi aku juga bukan dia. Kalau kau ingin menghanc
di wajah Lyra. "Sayangnya, dunia tidak sesederhana itu. K
kan wajah, me
akan kau lakukan padaku
rendah, "Membiarkanmu merasakan apa artinya menjadi
n gaun abu-abu polos yang diberikan oleh salah satu pelayan tua. Meja panjang di te
fael yang dudu
rintahnya t
kursi terdekat. Ia tidak
kan?" tanya Rafael s
lapar," jaw
pnya tajam. "Jangan berpura-pura bangga. Dunia lu
g menghancurkan hidupku, apa itu tidak
tipis. "Kau mul
ubuh. "Aku suka gadis yang tidak selalu tunduk. Tap
gkin kau bisa menahanku di tempat ini, tapi kau tidak bisa mena
ni
mengunci seperti dua p
gian dari permainan. Peliharalah. Karena tanpa itu, aku
Antara ingin menampar pria itu, atau menangis karena entah kenapa-ia ingi
san, tapi ia membuat gadis itu sibuk dengan pekerjaan yang melelahkan: mencuci mobil, mengatur
, Lyra mulai memperhatik
ya kehilangan cahaya. Ia tak pernah bicara tentang perem
akan dari kamar utama. Ia segera
di lantai, napasnya berat, keringat dingin mem
seru Lyra,
a keras. Tapi Lyr
p mata pria itu yang penuh luka
melihatnya lagi. Amara. Ia berdiri di depan rumah sakit,
ter
Rafael tampak seperti
bisa berhenti berpikir tentang malam itu. Tentang bagaimana
l serak, ma
.." Lyra
n aku bingung... karena kau bukan dia, bukan mereka. Kau hanya... seseorang
ti Lyra. Ia mematung, tid
erjalan ke jendel
Sebelum aku berubah pikiran dan ke
intu, berbisik, "Kau sudah jadi iblis, Rafael. Tapi aku rasa, di dala
Tapi saat pintu tert
un-tahun, ia merasa takut-bukan pa
ga bahwa keluarga Elmore akan mengadakan konferensi pers bes
l mendidih. Ia menghancurkan
ya pada Lyra tanpa menatap.
apnya, kag
wa aku masih hidup. Dan aku ingin mereka melihat kau
, tapi tatapan Raf
alam menuju London, Lyra tahu satu hal pas
tara dendam dan pengampunan-seseorang
t langit malam semakin berat. Rafael duduk di kursi belakang, merapat ke jendela, wajahnya tertutup bayangan-seperti biasanya. Di sampingnya, Lyra menatap keluar
pada pria itu. "Rencana sudah tertata: kau akan hadir di konferensi pers keluarga Elmore sebagai bukti kal
ah mereka lakukan." Suaranya datar, namun setiap kata seperti paku yang
kan dari perasaan itu: rasa malu. Berkeley, Kew, lalu Westminster-keduanya, kelua
akan jadi ajang hinaan untukku. Mereka akan memandangku
ulang alis yang tegas. "Kau akan duduk di sampin
ekuasaan?" Lyra menyudutkan bibir, mencoba menyingkap argume
ah. Ini strategi. Mereka akan melihatmu, raut wajahmu, dan mengetahui betapa rapuhn
angkir kopinya ke kaca. "Aku simbol? Aku ma
i Lyra, rasa tercekik semakin kuat-sebuah kombinasi antara marah, malu, dan ketakutan nyata. Ia mengingat wajah ayahnya yang dulu, satu-satunya
kaian yang sopan untuk Nona Elmore. Kita tidak mau ada pe
an dia tahu-keanggunan ya
k pernah tidur. Para awak media sudah menunggu: wartawan televisi, fotografer, dan beberapa p
Von Ardent! Mr. Von Ardent! Apakah benar Anda yang menculik putri Elmore?" teriak seorang repor
ik. Lyra mengikuti, langkahnya kaku; gaun abu-abu gelap yang dikenakannya disesuaikan agar terlihat netral-tidak terlalu kaya,
n menuju area konferensi. Suaranya tersamar karena kebisingan,
rias profesional. Mereka terlihat seperti patung-patung yang dilatih untuk menatap kamera. Di depan, podium dengan logo keluarga d
i, keluarga Elmore mengundang An
nyala, kilatan lampu memotret setiap kerut di dahi dan tiap bulu mata yang bergoyan
alaman; wajahnya dipoles oleh kalkulasi, bukan emosi. Di sampingnya, saudara-saudaranya menatap Lyra dengan campuran
tihan: "Kami menghargai kehadiran semua pihak. Ada tuduhan berat
rkomentar datang. "Saya Rafael Von Ardent," suaranya tegas. "Dua tahun lalu, kekasih saya terluka parah-ole
arcus menunduk, ekspresi tak berubah. "Itu tuduhan serius," katanya. "Jika
ak selalu menegakkan keadilan ketika nama besar dan uang berbicara. Jadi saya h
tiap reaksi. Ia menatap Marcus-ayahnya bukan hanya di panggung, mata itu pun mengalirkan amarah yang berlapis-lapis. Ada sesuatu di sorot
rga Elmore, suaranya memecah-semacam desahan
birnya kering. Ia memaksakan senyum yang patah,
a sendiri: "Ini bukan hanya tentang satu insiden. Ini tentang sistem yang melindungi mereka. Dan sebagai tanda, aku
an mulai berteriak sanggahan, memprotes tindakan Rafael sebagai dramatisasi. Tetapi ada pula yang menatap dengan rasa
menatap Rafael-bulu roma di lengannya merinding karena campuran rasa takut dan sesuatu yang lebih rumit
ndali. "Baik, kita akan membuka se
akah ini sandiwara? Apakah ini bukan penculikan, m
dengan dingin. "Sandiwara? Anda menilai dari sudut yang salah. Jika ini sandiwara, mengapa aku harus
n lalu pernah berbicara tentang kasus-kasus yang melibatkan keluarga besar. "Bagaimana And
ak hanya ada dalam berkas pengadilan. Terkadang kebenaran muncul mel
beberapa tamu VIP memberi isyarat pada pengawal untuk membawa acaranya keluar dari kendali publik. M
arum jam yang mengukur detik-detik terakhir kebebasannya. Ia berbis
i bagian dari permainan ini sejak kutarik kau keluar dari rumahmu. S
bahkan kemungkinan aksi hukum terhadap Rafael. Namun lebih menakutkan lagi adalah perasaan bahwa ia semakin ter
panggung dengan langkah tenang. Di lorong, jauh dari kamera, ia menari
ya tetap dingin. "Aku tidak melakukannya karena kau memintaku.
"Kau punya pendapat-itu
as menatapnya panjang, matanya seperti menyimpan sesuatu yang lebih dari sekadar rasa ingin tahu-sebuah rahasia yang seolah hendak ia sampaikan namun ditaha
g setengah gelas yang diberikan anak buahnya. "Mereka
ua jiwa yang bertolak belakang itu duduk berhadapan: satu memegang bara dendam, satunya lagi memendam luka dan kebim
um selesai. Dan di ujung jalan, sesuatu yang tak terduga sedang menunggu: bukan hanya bala