Kau Menebar Dusta di Hatiku
/0/28984/coverbig.jpg?v=20251204205345&imageMogr2/format/webp)
am. Ia tidak pernah membayangkan bahwa bekerja di rumah tangga keluarga kaya bisa menimbulkan begitu b
a. Tubuhnya kaku saat itu, bukan karena takut ketahuan, tapi karena shock. Mata Nadya tertutup penuh
seharusnya segera pergi, tapi rasa penasaran membuatnya tetap diam. Adegan itu selesai beberapa
tu, hidup Li
dapur, ponselnya bergetar. Sebuah pes
rus kamu lakukan. Jang
misi' ini membuat hatinya berdebar, meski logikanya menolak. Hutang ayah dan kakaknya menumpuk, dan tawa
ntas di lorong yang sama. Rafly, seorang pria berusia awal tiga puluhan, tegap, dengan aura dom
sapa Liyana sambil menund
menilai sesuatu lebih dari sekadar ucapan sopan. "
si yang diberikan Alvin adalah sederhana tapi berisiko:
ia sembarangan; pandangan tajamnya bisa
mbungkuk untuk mengambilnya, tangan mereka bersentuhan. Jantung Liyana berdegup kencang. Rafly menatapnya dengan eks
na, suaranya terdengar le
entar. "Hati-hati, j
hatian seperti itu kepadanya sebelumnya, kecuali mungkin ayahnya.
n dengan dokumen atau laptopnya. Setiap sentuhan kecil, setiap pandangan singkat, membuat mereka berdua merasakan ketegangan yang sulit dijelaskan.
Rafly?" Nadya menatapnya dengan mata dingin, seolah menebak sesuatu. Liyana tersenyum manis, pura-pura polos, "Hanya membant
telepon dari Alvin. Suara
dekat dengan Raf
Liyana jujur. "Dia... berb
t. Gunakan semua yang kamu punya. Ingat, uang yang kit
benar, tapi hatinya menolak. Setiap kali Rafly menatapnya, ada sesuatu ya
bih sering, menanyakan kabarnya, dan bahkan menawarkan teh hangat saat ia terlihat lelah. Liyana
rada di ruang kerja Rafly lagi. Pria itu menatap hujan dari jendela, tubu
ndirian?" tanya Liyana, menco
ng. "Tidak. Tapi kadang hujan membuat se
ketegangan di udara. Rafly kemudian tersenyum tipis,
ain di rumah ini," tambah Rafly, suaranya re
nis tapi berbahaya. Ia tersenyum tipis, mencoba menutupi rasa
oleh misi Alvin, tapi oleh dirinya sendiri. Ketertarikannya pada
ly-mata tajamnya, senyum tipisnya, suara rendahnya. Ia bertanya-tanya apaka
da uang yang bisa menyelamatkan keluarganya. Di sisi lain, ada
k kembali ke kehidupan sederhana seperti sebelumnya. Setiap langkah, setiap se
engah badai yang tidak pern