Balas Dendam Seorang Adik yang Tersakiti
/0/28429/coverbig.jpg?v=7c99feec9a63642670a17043f95d1b0b&imageMogr2/format/webp)
t mengintip dari celah ritsleting yang terbuka sebagian-semua barang berharganya kini menjadi tontonan gratis bagi pejalan kaki yang lewat. Ia mengepalkan tangan,
nya lima bulan
bayar! Mau jadi gelandangan, hah?!" Suara melengking Bu Rini, si pemilik kos, menusuk gendang telin
di ambang pintu kamar Aura yang terbuka lebar. Tangan kanannya masih memegang sisa tumpukan barang Aura yang baru saj
saya ini panti asuhan? Saya juga punya tagihan! Kamu pikir uang sewa itu tumb
g dan garis rahang yang keras. Tubuhnya saat ini dibalut oleh dress pendek berwarna hitam berbahan licin. Kain itu memeluk lekuk tubuhnya dengan sempurna, mempertegas bentuk dadanya yang monto
suaranya sedikit bergetar, tetapi ia berusaha keras membuatnya terdengar tajam. "Tidakkah Ibu bis
Kalau berani kembali ke sini, saya panggil polisi!" Bu Rini menyentakkan tangannya ke udara,
membawa diri, yang setiap malam berdiri di atas panggung menyanyikan lagu-lagu dangdut dengan suara merdu dan goyangan yang enerjik. Ia bekerja keras-penyanyi dangdut di klub malam adalah pekerjaan utama yang
butuhannya sehari-hari yang cukup tinggi sebagai anak rantau yang sendirian di kota besar. Gaji manggun
aspal kasar, suara yang terasa seperti irama langkah menuju kehancuran. Ia sudah tidak punya orang tua; mereka meninggal dalam kecelakaan beb
erjanji tidak akan pernah merepotkan Maya, yang hidupnya sudah
erasa seperti perjalanan ke dimensi lain. Taksi yang ia tumpangi melaju membelah jalanan yang sem
an yang terawat indah. Rumah itu memancarkan aura ketenangan dan kekayaan yang mutlak. Aura menarik napas, mera
elintasi halaman berbatu. Ketika ia berdiri d
menunjukkan sedikit keterkejutan, tetapi senyum hangat langsung mengembang. Maya s
er besar?" tanya Maya, matanya menelisik
ya erat-erat, mencari kehangatan yang sudah lama ia rindukan. "Ak
s. Ia melepaskan pelukan itu, memegang wajah adiknya dengan kedua tangan. "Ya Tuhan,
au merepotkan
yo masuk, ayo masuk." Maya menarik tangan Aura
bahkan lebih mewah dari yang ia bayangkan. Semua perabotan dipilih deng
kata Maya, dan Aura duduk di sof
tetapi ia tidak sendirian. Di b
suami k
hat pria itu di foto-foto, tetapi berhadapan langsu
. Ia memiliki postur tubuh atletis yang luar biasa. Wajahnya-ya ampun-wajahnya sungguh tampan. Rahang tegas, hidung mancu
Aura. Aura, ini Baskara, suam
ya sedikit lebih parau dari biasanya. Ia merasa terpesona
at dan hangat, tetapi matanya tetap datar, ham
a diusir dari kosnya karena tunggakan. Dia sudah tidak punya tempat tinggal. Aku sudah bilang dia
ara. Keputusannya adalah kunci. Ia ada
mbali ke Aura. Ia hanya berdeham sekali. "Terserah kamu, Sa
"Terima kasih, Mas Baskara. Sa
ik, berjalan menuju ruang lain. Kehadirannya menghilang, te
a. "Aku harus berterim
tar dan dingin, tapi hatinya
antai bawah yang indah dan nyaman. Setelah Aura mele
asyik dengan tumpukan balok mainan. Ini Kian, anak tunggal Maya dan Baskara. Kia
erteriak, berlari da
ponakannya erat-erat. Ia da
jagoan Tante!" Aura ter
ius. "Aku baru saja dapat panggilan darurat dari rumah
. "Sekarang? Ke
tolong." Maya memegang tangan Aura dengan tatapan penuh permohonan. "Tolong jaga Kian
entu, Kak. Aku akan jaga
bergegas pergi. Ia adalah dokter bedah ternama dan sibuk, tetapi kesibukan itu sepadan den
rasa cemburu yang menggerogoti. Kenapa hidup Maya begitu sempurna? Semua yang Maya inginkan, ia dapatkan. Suaminya memiliki banyak perusahaan terkenal dan sangat sukses.
ia adalah pengemis yang
keluarga. Hanya ada di
eja besar yang penuh dengan tumpukan dokumen. Ia memakai kacamata baca, dan jari-jarinya yang panjang
n. Datar dan dingin-seperti patung marmer yang sempurna
ain robot!" Kian menari
kan pandangannya dari Ba
t Aura melupakan masalahnya. Mereka tertawa, membangun menara dari balok dan me
Aku lupa! Robot Optimus Prime yang bar
ang mana
tai atas, di atas lemari!" Ki
an kening. "Di
a aku nakal! Tante, tolong ambilkan
skara. Pria itu seolah
mengecewakan keponakannya. "Tapi Kian tunggu di
berdiri lemari buku yang sangat tinggi. Kian benar, di atas lemari itu, di sudut pa
ekali," g
a hanya sebuah kursi kayu kecil di dekat meja belajar.
Kursi itu memang kecil dan terasa sedikit goyah di bawah kakinya.
pi lemari, dan ketika ia mencoba meraih, kursi itu benar-be
ke belakang. Ia tahu ia akan jatuh, mun
uran itu ti
, dan hangat melingkari
rperanjat. Ia sudah bera
a sedikit retak, digantikan oleh kilasan kekhawatiran yang sangat cepat sebelum
buhnya yang montok menempel erat pada dada Baskara yang keras dan atletis
pada mata Aura. Keheningan mencekik ruangan. Di dalam keheningan itu, Aura tidak bisa la
. Bibir yang terlihat kaku
hasrat yang tiba-tiba, Aura melakukan sesuatu yang bar
ian, ia m
ulsif. Tetapi kemudian, hal yang tidak terduga terjadi.
Tangan kirinya bergerak cepat ke belakang kepala Aura, menekan tengkuk lehernya, memaksa kepala Aura men
n itu. Ia memeluk leher Baskara, membiarkan dirinya
ang menyambar bensin, semuany
yap. Pandangan di matanya yang sebelumnya gelap karen
ersa
idak mendorong Aura dengan lembut. Ia hanya melepaskan pegangannya, membiarkan t
de
ndongak, menatap Baskara yang kini berdiri di atasnya
kembali sedatar dinding. Ia bahkan tidak m
kit hati. Ia bangkit, wajahnya mem
Kamu yang duluan membalasnya! Kamu yang menciumku balik!
cepat saya sadari. Kamu hanya adik ipar saya. Jangan pernah lupa batasanmu. Dan kamu," k
n mendengarnya, atau jika tetangga mendengar. "Kau hanya
k robot dari atas lemari dengan sekali jan
a. "Jika kamu berpikir kamu bisa menggunakan tubuhmu untuk mendapatkan keuntungan, ka
galkan Aura sendirian di kamar mainan yang mewah, dikelilingi oleh keheningan yang mematikan, dengan rasa sakit di