Why not!
am mobil city car merah yang akhirnya Amara setujui untuk ia beli dnegan cara mencicil
ahal, langit belum berubah warna dari gelap menjadi biru. Selepas subuh, mereka langsung berangkat ke lokasi berjualan, sasaran pasarnya orang-orang yang sedan
tiap sudutnya bahkan ia tindih dengan batu bata yang sudah dibungkus kertas
eluarin dari kotak, kan?" tanya Bar
sang baju ke manekin ini." Amara menata lima manekin tubuh manusia setengah badan deng
an untuk menjual pakaian tersebut. Tidak mahal, ia memasang harga lima puluh ribu untuk satu kaos yang ia jual. Selain kaos, ada celana pendek pr
an, Amara sudah membahas dengan putranya. Layaknya tim pemasaran, A
u, gimana, tuh?" Amara dan Bari sudah masuk ke tahap akhir p
i mereka malah beli dagangan
ihat pakaian dengan print gambar band terkenal. Amara dengan ramah melayani, Bari memperhatikan bagaimana ibunya mampu meyakinkan pembeli. Hingga... cring! Empat
Amara ramah. Tak lupa, ia juga memberikan brosur perumahan tempat ia bek
Bunda kayak gitu
ke Bari, Bari pasti paham dan kalau memang Ayah salah, Bari nggak akan minta untuk ketemu Ayah, demi Bunda." Kalimat itu menusuk hati Amara. D
mu dia juga, kan?" Amara mencoba membuka pikiran Bari yan
nang Bun, Bari yakin bukan Bunda yang salah." Tangan Amara reflek merangkul bahu putranya, ia kecup puncak kepala Bari begitu lama, bahkan matanya terpejam, bagaima
n itu?" Amara menat
kehidupan kita, Bari bukan anak kecil lagi, Bun, empat bulan lagi Bari
erceraian kedua orang tuanya. Amara sangat berhati-hati menceritakan hal itu, ba
. "Kita bisa terus kuat berdua, Bunda, dan sekarang Bari paham. Bari nggak penasaran lagi." Remaja it
*
hun kemudian, di mana Bari sudah SMA, Amara juga sudah mampu menyicil rumah baru untuk m
hatan untuk ia dan Bari, tunjangan dan bonus lainnya. Usaha jualan mereka juga berlanjut dengan system jualan online. Bari yang mengatur, mengecek stok baju, serta mera
pinta Amara yang mengecek pembelian kaos satu kodi dari
luh menit tapi mampu membakar lemak dan membuat masa otot di tubuh ana
anteng," u
ari Cuma disuruh sampein aja, mudah-mudahan Bunda nggak
, Bar, ini udah ke empat kalinya lho, kamu nggak aneh-aneh kan, di sekolah?" Amar
ri tapi segera berlalu. A
sekolah?" Bari menenggak air putih yang i
ity janda ...!" Bari siap-siap berlari menghindar Amara, ka
ng!" teri
keluar dari area dapur
ri tertawa begitu kencang. Amara hanya bisa menghentak-hentakkan kaki. Lalu duduk di sof
berjalan menghampiri, lalu memeluk Amara dan menciumi
suka giniin Bundanya!" Amara mencoba mel
bisa apa-apa sendiri, ayolah Bun, cari cowok sana, masa ka
Kayak bakal diterima aja," l
nanti Bari ajak ke sini, gimana,
embahana luar biasa cetar ..." dengan kibasan rambut panj
n, you need love, true love, fallin in love aga
rjalan ke arah
ide aneh Bari membuat Amara mengepa
yol. Bunda bukan anak remaja." tatap
temenin," lanjut Bari yang terus berusaha membujuk. Amara menoleh ke Bari. Kali
ikan syarat itu. Bari sempat tak percaya deng
ok, Bari temenin. Gimana juga, Bunda kan janda, ada Bari, anak
hasil jangan kecewa. Bunda
n dan merasa kalau jatuh cinta lagi itu urusan buang-buang waktu." Bari cuku
kalau akhirnya nyakitin, Bar?"
yang justru, jodoh sehidup sematinya Bunda. Bari mau Bunda bahagia, Bari mau Bunda jatuh cinta lagi. Udah cukup Bunda berdiri sendiri, Bunda b
segera mengeluarkan ponsel dan menghubungi entah siapa pun itu. Amara melanjutkan memanaskan makanan untuk makan siang ia berdua deng
sam