Istri Kedua Pak Kades
sa sangat lengang. Biasanya ramai dengan warga yang berkumpul untuk rapat atau sekadar berbincang, namun kali ini, tak ad
k kami. Kami sedang KKN di sini, di sebuah desa kecil yang indah namun penuh misteri. Pegawai tersebut, Mas Adi, menyarankan agar aku mengambil bu
g, namun entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang ganjil. Perasaan tak nyaman itu semakin kuat saat aku mulai
ra. Aku memiringkan kepala, mendengarkan lebih seksama. Lenguhan. Seperti suara seseorang yang
. Kami butuh profil desa itu untuk presentasi besok, dan tak ada waktu lagi untuk menunda. Aku menarintu pelan. "Per
entang setelah ketukan itu. Aku menelan ludah
buku profil desa," suaraku sedikit
Tiba-tiba dorongan kuat muncul dalam hatiku, memaksaku untuk membuka pintu itu. Tanganku meraih gagang
ngan menyala, memberikan cahaya temaram. Meja kerja Pak Kades tampak rapi, berkas-berkas tersusun dengan
dan dokumen desa berdiri kokoh. Di situlah buku profil desa disimpan, me
ari balik kursi itu, samar-samar aku mendengar lagi suara lenguhan.
jantungku berdegup semakin kencang. Tanganku berkeringat, namun aku
emanggil lagi, kal
m yang menyelimutiku, namun aku memaksakan diri untuk bergerak. Perlahan, aku
ntai, tergeletak seorang pria, mengenakan baju dinas desa, wajahnya penuh dengan keringa
suatu yang sangat melelahkan. Aku terdiam, tidak tahu
sampingnya. "Pak Kades! Apa yang terjadi?!"
ang baru bangun dari mimpi buruk. Dia berusaha bangun, tapi tubuhnya t
.." bisiknya de
elah memberikannya, dia meminumnya dengan tergesa-gesa, seolah
ya akhirnya, setelah be
Apa yang sebenarn
Kades? Saya dengar suara... le
tampak lelah. "Aku... hanya kelelahan. Mungkin t
Ada sesuatu yang disembunyikan, tapi
gambil profil desa, kan? Lihat saja di
jalan ke lemari dan menemukan buku yang kucari. Namun, rasa penasaran masih men
u apa yang baru saja kulihat, tapi satu hal yang pasti: ada rahasia yang tersimpan di
. Bukan karena bobot fisiknya, tetapi karena beban pikiran yang kini memenuhi benakku. Ada sesuatu yang aneh di balik pintu itu, sesuatu
keluar dari tempat itu, tetapi setiap bayangan yang melekat di dinding seolah memperhatikanku. Mungkin aku hanya terlalu banyak berpikir, t
a dingin di tengkukku. Jalanan desa yang biasanya penuh dengan suara anak-anak bermain kini sunyi. Aku meli
lanan pulang kali ini terasa seperti berkilo-kilometer jauhnya. Setiap bunyi ranting patah atau hembusan angin membuatku men
menunggu. Rina, salah satu anggota kelompokku, ya
dengan nada cemas, seakan-akan merasakan k
"Sudah. Tapi ada sesuatu yang aneh," jawabku sambil men
engan alis terangk
ng kepala desa, aku dengar suara aneh, kayak suara orang mengerang. Pas aku cek, Pak Kades tergeletak di lantai. Dia bila
itaku. "Apa mungkin dia memang sak
, setidaknya selama kami berada di sini untuk KKN. Sejak pertama kali bertemu, dia selalu ramah dan terlihat t
ap langit yang dipenuhi bintang. Suara malam di desa ini biasanya menenangkan, tapi kali ini, ada rasa asing yang me
an dari Mas Adi, pegawai desa yang tadi kusapa. Pesan itu singka
"Sudah. Tapi Pak Kades tadi kelihatan aneh. Aku dengar suara dari dalam
at dari yang kukira. "Aneh? Pak Kades jarang di kantor hari Min
m diriku semakin kuat. Kenapa Pak Kades ada di sana sendirian pad
uara-suara lenguhan, bayangan gelap di balik kursi, dan tatapan kosong Pak Kades. Dalam mimpiku, aku
posko sepi, semua orang sudah tertidur pulas. Aku bangkit dari tempat tidur dan melangkah ke luar ka
esa. Tubuhnya tegap, namun sedikit goyah, seakan-akan dia sedang menahan sesuatu
ada di sini? Apa yang di
Pak Kades berdiri diam selama beberapa detik, sebelum akhirnya perlahan berbalik dan berjalan menuj
l jaket dan mengikuti langkahnya di kegelapan malam. Ada sesuatu yang harus kutemukan, sesuatu yang disembunyika
bayangan itu menuju Balai Desa yang kin
ang menjauh ke arah Balai Desa. Jalanan yang biasanya terasa familiar kini dipenuhi dengan bayang-baya
alik tikungan yang menuju Balai Desa, dan aku mempercepat langkahku. Saat tiba di tikungan itu, Pak Kades sudah be
u terasa kaku, antara ingin mendekat atau berbalik dan lari. Tapi bayangan yang muncul di ben
ntu yang berderit memecah keheningan malam. Suara itu, yang seharusnya biasa, kini terdengar begitu menakutka
Desa dengan langkah pelan, berusaha agar tidak membuat suara yang bisa menarik perhatiannya. Ketika a
or, yang tadi siang menjadi tempat aneh yang kutemui. Jantungku semakin berdegup cepat, ketakutan mulai merambat
ampak berbeda. Gerak-geriknya lambat, seolah-olah dia sedang terbebani oleh sesuatu yang berat. Tangan kanannya tera
an untuk beberapa saat, aku tidak mendengar apa-apa. Hanya keheningan yang sunyi. Aku harus melihat lebih dekat
i siang kembali terdengar. Suara itu membuat bulu kudukku berdiri. Lengu
embelakangi jendela, dan di hadapannya terdapat sebuah meja dengan sebuah cermin besar di atasnya
ya tak bergerak. Suara lenguhan itu semakin keras, semakin menyiksa, seolah berasal dari dalam diriny
t dia semakin lemah. Tangannya bergetar, kakinya goyah,
Kursi itu jatuh dan menimbulkan suara yang nyaring. Pak Kades menoleh cepat, matanya langsung me
rdengar lemah, namun cukup t
ukkan diriku. Jantungku berdegup sangat cepat, seolah bisa terdengar
u Pak Kades mentap tajam ke arahku. "Ka
akukan apa. Pak Kades mendekatiku sorot
ang akan Ba