Istri Kedua Pak Kades
i Mama di belakangku. Aku tahu dia pasti semakin curiga dengan kondisiku yang terus menurun. Setiap kali aku mencoba
h kekhawatiran. "Raya, kamu kenapa, Nak? Mama perhatikan sudah beberapa minggu ini kamu sering mua
lintas di benakku, tapi ketakutan segera menyusul. Apa yang akan Mama pikirkan jika dia tahu? Apa yang akan Papa lakng ke rumah sore ini untuk memeriksamu," ujar Mama pelan tapi
ikan lagi. Mama dan Papa akan tahu tentang kehamilanku, dan aku takut sekali membayangkan bagaimana reaksi mereka. Aku tida
nku terus berlarian ke mana-mana. Bagaimana jika Mama dan Papa marah? Bagaimana jika mereka tidak mau memaafkanku?
a berbicara dengan dokter di ruang tamu, dan tak lama kemudian, langkah kaki mereka
mu siap diperiksa, Nak?" Mama b
mencoba mengumpulkan keberanian. "Iya, Ma...," jaadi dokter keluarga kami, tersenyum hangat padaku. "Apa kaba
darahku, mendengar detak jantungku, dan menanyakan beberapa gejala yang aku alami. Selama pemeriksaan itu, aku merasa jantun
lu menatapku dengan lembut, seolah-olah dia sudah tahu apa yang terjadi.
penuh kekhawatiran. "Raya, ada apa, Nak? Kamu bisa ceri
u terasa gemetar, dan aku tidak bisa lagi menahan beban ini sendi
aku pecah. "Aku
a. Ruangan seketika terasa hening, dan Mama tampak terkejut. Matanya membesar, dan dia te
. "Raya... bagaimana bisa? Siapa yang...?" Dia tidak b
mulutku. Aku merasa sangat bersalah, sangat malu, dan
sekarang yang paling penting adalah memastikan kesehatan Raya dan bay
uk-kecewa, marah, dan bingung. Tapi dia tidak berkat
berusaha menenangkan diri. "Kita akan bicarakan ini nanti, Raya. Tapi untuk sekarang, kita hni selama masa kehamilan. Aku hanya bisa duduk diam, mendengarkan mereka berbicara, sambil mencoba menahan rasa
mengatakan apa-apa untuk beberapa saat, hanya menggengg
ama. Apapun yang terjadi, Mama akan tetap ada di sini buat kamu. Ki
aku tahu ini akan sulit bagi keluargaku, setid
a apa. Sejak tadi, kami hanya terdiam setelah pembicaraan yang begitu menghancurkan antara aku dan Mama. Aku baru saja menceritakan semuanya, dan Mama terlihat tak mampu mencerna fakt
dulu, Raya?" suara Mama akhirnya
a... aku nggak tahu harus gimana. Aku
ewa yang terpendam di matanya. Bukan karena aku yang dipersalahkan, melainkan karena keadaan yang telah begitu menghancurkan kami. Aku
dia menarik napas dalam-dala
jangan! Papa pasti akan marah, ak
isauan. "Papa harus tahu, Nak. Ini sudah terlalu berat
ang keras, terutama dalam hal menjaga nama baik keluarga. Aku tahu Papa tidak akan bisa menerima kenyataan ini dengan mudah
n kehadirannya semakin dekat. Ketika pintu kamar terbuka, Papa berdiri di sana dengan
gil Papa, Ma?" tanyanya, menat
a. Tapi akhirnya, dia membuka mulut
bah menjadi marah, lebih marah dari yang pernah ak
Suasana di ruangan itu begitu tegang, dan apelan, mencoba menenangkan Papa. "Tapi... ternyata bukan it
!" Tiba-tiba tangan Papa melayang ke wajahku, menamparku keras hingga aku terjatuh dari tempat dudukku. Aku menangis kesakitan, bukan hanya kare
siku, namun Papa mengabaikan segala kesakitan
n dikatakan orang-orang nanti?! Kamu bikin malu semua orang!"
entikan Papa, tapi
a, jangan s
kan dia! Buktinya gini kan perga
duk. "Keluar dari sini! Kamu tidak pantas lagi tinggal di rumah i
Papa mendorong Mama ke samping, tidak memedulikan protesnya. "Ini akibat d
tkan adalah kata-katanya yang penuh kebencian. Aku ingin berteriak bahwa ini bukan salahku, bahwa aku
lagi!" bentaknya sambil menutup pintu dengan keras. Menjatuhkan tas dan beberapa helai pakaian. Aku terjatuh di lantai, tubu
maaf!" teriakku sambil menggendor pintuny
ergi ke mana. Dengan tangan gemetar, aku meraih ponsel di saku celanaku. Aku men
dari rumah. Tolong,
atiran. Dia langsung memelukku erat saat melihatku duduk di perjadi? Kamu kenapa
"Papa... dia... dia nggak bisa nerima. Dia
ati. "Ayo, ikut gue. Lo nggak bisa di sini sendiri
ki dan semua kehidupanku telah hancur dalam sekejap. Aku tidak tahu bagaimana kelanjutan hidupku, tapi satu hal yang pasti: aku harus meninggalkan
an hidup yang tersisa, sambil mencoba memikirkan langkah apa yang harus kuambil berikutnya. Dinda selalu ada
s Ray?" tanya Dinda
h, lebih baik Gue berhenti sekarang," kataku mulai bangkit, aku merasa mual kembali seperti pagi sebelum-sebelumnya, semua ini sung
ak apa-apa kok sendirian, l
a memelukku, dia menangis
a tahu, Lu enggak m
t nama bajin
tu enggak sengaja, dia juga ti
in, aku kasihan sama istri dan anaknya, anaknya juga masih sangat kecil pernikahan mereka juga kan masih baru juga." Tanpa sadar aku menceritakan kehidupan
.
dan tajam. Wajahnya mungkin terlihat tenang, tetapi ada kemarahan yang terselubung dalam setiap gerakannya. Rama tahu bahwa kunjungan ini bukan hal yang sepele. Dia langs
lakan wanita itu duduk dengan sopan. Pak Adi, sekretaris desa, yang ikut
anya Rama dengan suara yang diusahakannya tetap
ikit pun melepaskan pandangan dari w
, menelan ludah
aya tidak akan bertele-tele. Saya tahu apa yang terjadi antara kamu dan
membuat perutnya terasa kecut. Ia menunduk sejenak, tak mampu menatap wajah wanita itu. Bayangan kejadian mal
ak pernah bermaksud-" Rama mencoba berbicar
sekarang kamu bicara tentang penyesalan? Penyesalanmu tidak akan mengembalikan apa yang hilang
rasaannya semakin campur aduk antara rasa bersalah, takut, dan kebingungan. Ia ingin meminta maaf l
ang bagi Rama untuk berbicara. "Kamu sudah merusak hidup anak sa
Saya siap untuk melakukan apa pun yang diperlukan," jawabnya akhirnya, meski
dingin. "Menikahi Raya? Apakah kamu pikir itu solusi t
strinya selalu curigaan, tapi gagasan untuk menikahi Raya bukanlah keputusan yang bisa diambil de
nasib anak saya. Jika hanya modal menghidupi Raya dan anaknya kelak saya lebih mampu! tapi Apakah kamu bisa menjamin bahwa hidup Raya akan
a... saya tidak tahu bagaimana caranya, tapi saya berjanji, Bu, s
Rama. Dia sudah diusir dari rumah oleh Papanya!. Dia kehilangan semuanya, dan kamu hanya bisa memberikan janji? Kalau kamu
terasa seperti pukulan bertubi-tubi, mengingatkan betapa beratnya k
ya. Saya siap menanggung apa pun risikonya," kata Rama, suaranya kini penuh ketulusan. "Raya tida
itu lama, dia akhirnya berbicara lagi. "Kalau begitu, buktikan. Jangan hanya bicara. Saya akan memberikan waktu untuk kamu bert
dengan tegas. "S
dalam. Di dalam hatinya, ia masih merasa cemas tentang nasib anaknya. Meskipun Rama telah berjanji untuk bertanggung jawa
jadi selanjutnya terus menghantuinya. Masih ada istrinya, warga desa, dan keluarga Raya yang harus dihadapi. Dia tahu, janji y
dapinya akan mengubah hidup banyak orang. Dan kali ini, tidak ada lagi temp
at memperhatikan wajah pucatnya, tapi tidak berani bertanya apa pun. Termasuk Adi sekertaris desa yang sudah tahu akar permasalahannya se
tu. Bahkan Pak Adi, sekretaris desa, yang biasanya ramah, memilih untuk diam
apinya, mulai dari keluarga, istri, hingga warga desa yang sudah mempercayakan posisinya sebagai kepala desa. Namun, di
gat oleh istrinya, Nadya, seperti biasanya. Nadya memang sudah lama curiga. Dia tahu ada yang s
alam banget, sibuk ban
banget, A
ketiduran." Rama mengembuskan napas kas
ya tanpa basa-basi saat Rama duduk di ruang tamu.
apan yang tak terhindarkan ini. Namun, dia tahu bahwa ini adal
ku ceritakan, Nadya," kat
menegang, bersiap menghadapi apa
engan salah satu mahasiswa, dan sekarang... dia sedang hamil," kata Rama, suaranya bergetar di akhir
seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Matanya melebriak. "Kamu selingkuh? Dengan seorang
epat mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar Rama menjauh. Air mata kemarah
g kamu pikirkan, aku tidak sengaja,
ng selama ini, kamu menghancurkan semuanya hanya karena... karena mahasiswi itu?" Nad
a-tiba saja dia datang, aku tidak bisa mengendalikan semuanya,"kata Rama, su
tanya dengan kasar. "Bagaimana caranya kamu bisa bertanggung jawab? A
ban yang benar dalam situasi ini. Apa pun yang ia katakan akan me
ri jalan tengah. "Aku hanya ingin memastikan bahwa di dan bayi itu tidak mende
amu sudah menghancurkan hidupku, Rama. Bagaim
di kamar. Rama tahu bahwa keluarganya mungkin tidak akan pernah sama lagi. Rasa bersalah yang menghant
ir oleh Papanya. Dinda adalah satu-satunya teman yang ia percayai, tapi bahkan Dinda tidak tahu betapa dalam luka yang Raya rasakan. Setiap mal
ada dan bagaimana keadaannya. Raya hanya bisa menjawab singkat, "Aku baik-baik saja, Ma." Padahal, kenyataa
enanggung semuanya sendirian, meski ada Dinda di sisinya. Kehidupan normal yang pern
tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi satu hal yang pasti: hidupnya sudah berubah selamanya.
y..
botol yang terhempas di bawah kasur. Dinda kalang kabut, dia panik, seketika dia meraih ponselnya dan
m lamunan setelah mende
pa tumben mala
am-malam telp
enapa Din,
encoba bunu
alamatnya Din saat i