Gadis buta Milik CEO
i yang membangkitkan kenangan. Perasaan yang bercampur aduk-marah, rindu, takut-membuat dadanya terasa sesak. Ia ingin memaafkan, tetapi setiap k
pa ampun, menampilkan sosok Damar yang berlari menjauh dari dirinya. Setiap malam, ia merasa ditinggalkan lagi. Namun, ada satu hal yang berbeda mal
lebih pasti, lebih nyata. Laras menelan ludahnya dan berdiri perlahan. Kaki-kakinya yang lemah mencoba menahan tubuhnya agar tetap tega
enuh penyesalan dan harapan. Laras tidak menjawab,
agi." Damar mengucapkan kata-kata itu dengan nada yang membuat jantung Laras berdetak lebih cepat. Ia tahu ada sesuat
r, Damar?" Suaranya terdengar tenang, tetapi hatinya tidak bisa bohong. Ia ingin tah
ketegangan yang menyesakkan itu. "Aku ingin kau tahu bahwa aku tidak pernah be
kembali waktu-waktu di mana Damar menemaninya, memberikan kekuatan saat ia merasa tidak ada lagi h
mengalir dari lubuk hatinya yang terdalam. Ia memejamkan mata
aras. Aku takut melihatmu terluka, takut kehilanganmu jika aku tidak bisa melindungimu. Aku tidak t
elunak di dalam dirinya. "Tapi kau tidak tahu, Damar. Dengan pergi, kau membuat aku jatuh lebih dalam. Aku bukan ha
ah. Aku tahu aku salah. Dan aku tidak bisa lagi hidup dengan penyesa
ah mencoba membaca ekspresinya meskipun matanya tidak bisa melihat. Ia merasakan getaran di udara, getaran y
nghadapi apa pun untuk mendapatkan hatiku lagi?" Laras
ap, Laras. Aku siap melakukan apa pun, bahkan jika itu berarti aku harus membuktika
eri harapan di antara kegelapan. Laras merasakan ada sesuatu yang mulai membebaskan dirinya, sebuah rasa percaya yang te
a percaya padamu lagi," Laras berkata, suaranya penuh
k akan mudah, tetapi di sinilah ia harus memulai. Di hadapan Laras, di ruang yang penuh kenangan dan rasa saki
a untuk menyembuhkan diri mereka. Hujan, yang sebelumnya menjadi simbol kesedihan, kini
sional dan penuh konflik batin antara Laras dan Damar. Apakah
i yang membangkitkan kenangan. Perasaan yang bercampur aduk-marah, rindu, takut-membuat dadanya terasa sesak. Ia ingin memaafkan, tetapi setiap k
pa ampun, menampilkan sosok Damar yang berlari menjauh dari dirinya. Setiap malam, ia merasa ditinggalkan lagi. Namun, ada satu hal yang berbeda mal
lebih pasti, lebih nyata. Laras menelan ludahnya dan berdiri perlahan. Kaki-kakinya yang lemah mencoba menahan tubuhnya agar tetap tega
enuh penyesalan dan harapan. Laras tidak menjawab,
agi." Damar mengucapkan kata-kata itu dengan nada yang membuat jantung Laras berdetak lebih cepat. Ia tahu ada sesuat
r, Damar?" Suaranya terdengar tenang, tetapi hatinya tidak bisa bohong. Ia ingin tah
ketegangan yang menyesakkan itu. "Aku ingin kau tahu bahwa aku tidak pernah be
kembali waktu-waktu di mana Damar menemaninya, memberikan kekuatan saat ia merasa tidak ada lagi h
mengalir dari lubuk hatinya yang terdalam. Ia memejamkan mata
aras. Aku takut melihatmu terluka, takut kehilanganmu jika aku tidak bisa melindungimu. Aku tidak t
elunak di dalam dirinya. "Tapi kau tidak tahu, Damar. Dengan pergi, kau membuat aku jatuh lebih dalam. Aku bukan ha
ah. Aku tahu aku salah. Dan aku tidak bisa lagi hidup dengan penyesa
ah mencoba membaca ekspresinya meskipun matanya tidak bisa melihat. Ia merasakan getaran di udara, getaran y
nghadapi apa pun untuk mendapatkan hatiku lagi?" Laras
ap, Laras. Aku siap melakukan apa pun, bahkan jika itu berarti aku harus membuktika
eri harapan di antara kegelapan. Laras merasakan ada sesuatu yang mulai membebaskan dirinya, sebuah rasa percaya yang te
a percaya padamu lagi," Laras berkata, suaranya penuh
k akan mudah, tetapi di sinilah ia harus memulai. Di hadapan Laras, di ruang yang penuh kenangan dan rasa saki
a untuk menyembuhkan diri mereka. Hujan, yang sebelumnya menjadi simbol kesedihan, kini