Dekapan Gairah Mafia Kejam
semakin panas. Isabella bisa merasakan ketegangan dalam tubuhnya, menunggu apa yang akan te
rkata apa-apa, tapi gerakan tubuhnya mengisyaratkan bahwa ia sudah tidak sabar lagi. Tangannya be
ndangannya ke bibirnya. Dirasakan tubuhnya seolah
kan, Bella," ujar Lorenzo pelan,
kan diri. Ia tahu perlawanan tidak akan berhasil
nyerah pada permainanmu?" gumamnya
ya tergerak lagi mendekati telinga Isabella, ia berbisik, "
ggang Isabella, menariknya lebih erat. Isabella mencoba bergera
dan tanpa kompromi. "Ikuti sa
merespons tanpa bisa dihentikan. Ketika bibir Lorenzo kemb
setiap jengkal tubuhnya. Tanpa kata-kata lagi, Lorenzo terus membawa mereka pada arah yang lebih jauh
Isabella dengan tajam, memastikan bahw
dali di sini," katanya, bibirnya menyentuh tel
ari tatapan tajam Lorenzo. "Aku ... tidak bisa," ucapnya
a tetap rendah dan penuh kekuatan. "
membiarkan ruang untuk kebebasan, tubuhnya kini menekan lebih dalam, menuntut
tak tergoyahkan. Ada sesuatu yang tajam dalam tatapannya, seperti pre
dengan lebih dekat. Tangan kanannya bergerak lincah, meremas bahu Isabel
ang menyerbu tubuhnya. Setiap gerakan Lorenzo sepert
ya, suaranya nyar
pikir bisa menghindar dariku?" tanyanya, suaranya datar, tanpa em
embuat mereka semakin dekat. Ada udara tegang
lam dirinya, perlawanan dan ketakutan masih ada. Namun, tubuhnya mulai meresp
ku?" ucapnya lirih, seolah
eka-teki. "Kau tahu apa yang aku inginkan, Bella," jawabnya, s
, meraba setiap lekuk tubuh Isabella dengan cara yang tidak bisa lagi disangkal. Isabella menggigit bibirnya lebih keras
orenzo sudah lebih dulu mendekatkan wajahnya
an, dan bahkan waktu. Ada tekanan dalam ciuman itu, keingin
dengan penuh perhatian. "Aku tak akan menunggu lama," ujar
rikat dengan kenyataan yang tak bisa ia hindari. "Tolong, jangan lakukan ini," sua
ndiri. Dengan sekali gerakan, ia menggeser Isabella ke tangah ranjang, meni
katanya dengan suara yang lebih dalam, lebi
memuncak, tubuhnya tak mampu lagi melawan, dan ia akhirn
yang ke nirwana. Meski, batin dan pikirannya terus
setiap gerakannya seperti membawa mereka lebih jauh k
ri Isabella. Wanita itu malah memalingkan wajah, seakan enggan menatap Lorenzo. "Tapi itu ti
g tajam semakin gelap, dan dengan teg
rongan yang datang begitu kuat. Semua perlawanan yang tersisa lenyap dalam sekejap. Ia t
ut, atau justru terbuai dalam arus yang sudah terlalu dalam. Semua perasaan itu
mengikatkannya pada tali yang tersambung pada pilar ranjang. Tak ada s
u akan memuaskanmu," bisik Lorenzo, sa