Dekapan Gairah Mafia Kejam
au apa
erpaku pada Lorenzo yang terus mendekat, langkah-langkahnya lambat tapi penuh intensi. Napasnya
nya bergetar antara marah dan
nyum tipis, seperti serigal
ndah, hampir seperti bisikan. "Apa aku
gulurkan tangan, mencengkram pergelangan tangannya dengan kuat
dorong tangannya ke atas kepala,
tu sedikit melorot, je
tubuhnya meronta, tapi Lorenzo ta
nadanya lebih berat. "Kau
bercampur takut. "Kau tidak puny
Pria itu mendekatkan wajahnya, hingga napas mereka hampir bersentuhan. "Kau lupa d
erdegup kencang. "Tamu macam apa yang diper
"Kau suka berteriak, ya? Lanjutkan saja. Aku ingin tah
ahan amarah. "Kau pikir ini l
nya tajam, sebelah tangannya yang bebas terul
itu terperangah saat tubuh polosnya k
, benar-benar menggairahkan," desis pria itu seraya
tal yang menggantung indah, terasa
lla panik, tubuhnya berusaha
lam mata Isabella. "Kau tahu apa masalahmu, Bella? Kau terla
meretak. "Kau pikir aku akan menyerah
a Bella, berbisik dengan nada rendah y
... aku menginginkanmu." Pria itu mengecup hangat leher jenjang
ncengkram, seakan tak member
knya seraya menjauhkan wajah
pergelangan tangannya, membuatnya sedikit meringis. Ia menat
erti kemenangan, mendekatkan lagi wajahnya hi
a rendah dan tajam. "Tapi kau tahu melawan han
nya, mencoba mengatur na
," balasnya dengan suara bergetar, meskipun ma
lahan, menelusuri wajah Isabella yang memer
ejanya, "kadang aku bertanya-tanya, apakah perlawananmu in
dengan gesit mengikat kedua tang
serunya, suaranya terdengar marah tapi
ngkup pipi tirus itu dengan lembut. "Aku hanya ingin memastikan kau tidak mencoba
at. Dengan mudah, ia mengangkat tubuh Isabella dalam ge
kebencian, meskipun ia tahu perjuangann
melakukan ini padaku!" Isabe
dingin di wajahnya. "Hak? Bella, kau masih
lla mencoba menggeliat, tetapi dasi yang mengikat tangannya membuatnya tak berdaya. Napas
dengan gerakan lembut mulai menarik kedua kaki jenjang itu d
harap bisa lepas dariku," katanya sambil mengelus pangkal
ntik itu memerah sambil terus memakainya. Ia suka dengan Isa
narik pinggul ramping itu ke atas. Dua bongkah pantat yan
berusaha melepaskan ikatan tangannya,
Kau seksi sekali menungging begini," uja
seraya sebelah tangan tetap menaha
Lorenzo mengelus lipatannya. Meski ia menolak, te
uas melihat lawannya tak berdaya, tanpa berlama-lama lagi segera
sahan, sementara sebelah tangan Lorenzo me
l! Tidak rugi aku membiarkanmu hidup,"
an air mata, pedih saat mulutnya tak bisa
atnya terlihat layaknya pelacur di hadapan i
uinginkan kematiannya, hanya kau,