BAYANGAN DIANTARA KITA
eberapa hari sejak ia meninggalkan rumah Adit, namun bayangan pengkhianatan itu masih menghantui setiap langkahnya. Hujan yang turun begit
. Dia sudah tahu siapa yang akan menghubunginya. Adit. Suaranya di telepon te
at, tapi aku harus bicara denganmu. Aku moh
yang bisa kamu jelaskan lagi, Adit? Semua sudah jelas. Kamu sud
tahu aku salah. Aku minta maaf. Tapi aku janji, Maya... aku akan mengakhiri semuanya dengan
gar seperti janji kosong, kata-kata yang tidak bisa ia percayai lagi. Apa yang bisa memb
kan siapa-siapa, Adit," Maya berkata, suaranya mulai bergetar, meski dia berusaha tetap tegas. "Aku sudah terl
s, nadanya semakin memohon. "Kamu harus percaya aku.
sudah memutuskan untuk pergi. Tapi bukan untuk mencari kebahagiaan denganmu lagi. Aku akan pergi dan me
t dengan suara serak, "Tapi aku tidak ingin kamu perg
rlalu jauh, Adit. Tidak ada yang bisa kamu ub
artinya lagi. Hatinya terasa kosong, tetapi ada secercah ketenangan yang mulai meresap. Keputusan sudah
ekerja, menyibukkan diri dengan rutinitas yang lama terabaikan. Namun, meskipun ia berusaha keras untuk ti
arus merasakan apa yang telah ia rasakan. Mereka harus merasakan sakit yang selama ini ia sembunyikan. Bagaimanap
embuat Adit dan Lina merasakan apa yang dia rasakan. Sesuatu yang akan membuat mereka tah
emakin Adit berusaha memohon, semakin dalam ia bisa masuk ke dalam permainan yang ia rencanakan. Kali ini, May
etiap kesempatan untuk mengetahui lebih banyak tentang hubungan Adit dan Lina. Ia mengunjungi tempat-t
rapat daripada yang Maya bayangkan. Setiap kali Lina merasa nyaman dan tak terdu
"Aku lihat Lina dan Adit tadi malam," kata temannya, suaranya terengah-engah seperti baru sa
unjuk yang sangat berharga. Ini adalah kesempatan untuk lebih mendekatkan mereka pada kenyataan yang mereka coba sembunyikan. Maya tahu, jika Adit d
h lebih besar dan lebih terencana. Sesuatu yang akan membuat mereka sadar bahwa segala yang mereka lakukan, s
yang seharusnya ia selesaikan. Tangan kanannya menggenggam erat gelas kopi yang sudah dingin, tetapi tidak ada rasa di m
a sakitnya sudah terlalu dalam, tetapi kebencian-itulah yang akan memb
yang lebih penting. Adit tidak hanya telah merusak pernikahannya, tetapi juga mengkhianati segalanya yang ia percayai dalam hidu
dengan cara yang mereka tidak akan pernah duga. Tidak ada ruang lagi untuk rasa kasihan, tidak ad
stikan waktu yang tepat untuk berada di sana tanpa terdeteksi. Teman-teman mereka di kafe sudah diberi petunjuk sebelumnya, dengan iming-im
akanan ringan langsung menyambut, tetapi Maya hanya merasakannya samar-samar. Matanya langsung tertuju pada satu sudut, tempat Adit dan Lina duduk bersama. Mereka tampak sang
terlalu sempurna untuk dua orang yang selama ini mengaku teman. Mereka tidak berhenti bercanda, saling memandang de
arnya mereka hadapi," gumam Maya dalam hati
a duduk. Tanpa berpikir panjang, ia mendekati meja tempat Lina sedang men
uncul cukup mengejutkan Lina, yang
menyangka akan bertemu dengan sahabatnya
gerogoti seluruh tubuhnya. "Kamu sepertinya menikmati waktu yang
oba mengelak. "Aku... ya, kita hanya ng
sedang menatapnya dengan wajah terkejut dan penuh kecemasan. Tanpa berkata apa-apa,
leh dan melontarkan satu kalimat terakh
bermain-main di balik punggungku. Tapi kalian berdua harus ingat sat
san dari Adit. Maya tahu, dia tidak akan mendengar apa pun dari Adit dalam beberapa hari ke depan. Adit akan
rbaik yang telah menjadi pengkhianat, takkan tahu apa yang menunggunya. Maya sudah meny
tidak hanya tentang balas dendam, tetapi tentang mengembali
uk mengirim pesan ke Lina. Isi pesannya sederhana, namun
u dan Adit. Aku harap kamu
. Sebuah senyum tipis mengembang di bibirnya. Tidak ada jalan mundur. Rencana ini sudah dimul
u. Kini, yang ia inginkan adalah keadilan-keadilan
ambu