Cinta masa kecil
lah mereka memutuskan untuk mencoba menjalin hubungan, hari-hari mereka dip
was. Bukan karena dia tidak bahagia, melainkan karena ada bayangan dari masa lalu da
n kota yang selalu mereka datangi saat kecil, atau hanya sekadar berjalan-jalan tanpa arah yang jelas. Merek
a yang terus bercampur aduk. Satu malam, saat mereka duduk di sebuah kafe yang cozy
hat dari caramu tersenyum. Kamu nggak sepenuhnya di
erasaan cinta yang mulai tumbuh dan rasa ragu yang terus mengusiknya. Dia tahu bahwa Arga tulus, dan dia tahu bah
anya sedikit gemetar. "Aku senang kita bisa
enggamnya dengan lembut. "Tapi apa, Din? Apa yang bi
anku aja. Tapi ada bagian dari diriku yang takut. Aku takut kalau kita gagal, kita akan kehi
in itu, Din. Tapi menurutku, lebih baik kita coba dan lihat apa yang t
tu kafe terbuka, dan seorang wanita yang tampak seumuran dengan Dina masuk. D
gil dengan penuh semangat
at tersenyum lebar. "Rara! Wah,
kit bingung, namun mencoba tetap tena
u. Kami satu jurusan dan sering satu kelom
pelan, merasa
teman lama
pernah cerita tentang kamu,"
sedikit ketegangan di wajahnya. "Yah, ceri
coba mencair
suatu dalam cara Rara berbicara dan caranya melihat Arga yang membuat Dina merasa sedikit tidak nyaman. Meskipun
hannya. Dia tidak ingin terlihat terlalu cemburu atau posesif, apalagi mereka baru
i tempat itu. Setelah mereka meninggalkan kafe, perjalanan pulang terasa sedikit canggung
rnya memecah kesunyian. "Din, kamu kelihatan n
kata dengan hati-hati. "Arga, Rara it
mang dekat dulu. Tapi itu dulu, Din
ku nggak tahu kenapa, tapi aku merasa ada yang l
n, aku ngerti kalau kamu khawatir. Tapi Rara nggak ada apa-apa kok, serius. Kalau aku pern
edikit keraguan. Namun, dia mencoba mempercayai Arga,
a mulai menjadwalkan waktu untuk bertemu secara rutin. Namun, kejadian di kafe waktu itu masih terus membayangi Dina. Setiap k
nya, ponselnya berdering. Dia mengangkatnya dengan cepat, b
e dekat rumahmu. Bisa turun sebentar? A
n ke kafe yang terletak di dekat apartemennya. Rani suda
nmu sama Arga udah mulai serius ya?" ta
n Rani. "Iya, bisa dibilang begitu. Tapi aku masih
enapa? Kan kalian udah kenal lam
aimana dia merasa cemburu. Rani mendengarkan dengan seksam
kiranmu. Kamu harus percaya sama Arga, kalau kamu terus-terusan curiga,
u tahu. Tapi rasa cemburu itu susah dihilangin, Ran. Apalagi setiap kali
ajak Arga ngobrol serius lagi tentang ini. Kalau dia benar-benar serius sa
atnya dia dan Arga bicara lebih dalam tentang hubung
stimewa-restoran kecil di tepi kota yang terkenal dengan suasana romantisnya. Ia berha
makanan, dan menghabiskan waktu beberapa saat untuk berbicara ringan tentang pekerjaan dan kehidupan se
setelah makanan mereka dihidangkan. "A
ejut, tapi ia tetap tersenyum. "Tentu
gan kejujuran yang tegas. "Aku masih merasa ada yang mengganjal di hati. Aku
ingung. "Maksud
ina mengutarakan dengan jujur. "Bukan berarti aku nggak percaya, tapi perasaanku butuh kepastian.
amu butuhin, aku bakal tunjukin. Mulai sekarang, aku bakal lebih terbuka sama kamu. Ka
r itu, namun masih ada se