Satu Atap Dengan Bos
ita me
elah ia dengan halus mengusir Sena dan menyuruhnya pe
an Anjeli di sini, di sebua
ng wajah tenang Ghatan yang terdengar santai mengaj
si perusahaan GP Property. Yang Anjeli tahu pasti, 32 tahunnya dihabiskan untuk menjadi pe
mau dia dididik dengan keras. Tak heran ia tumbuh menjadi orang yang
itu, karena sudah keempat kalinya ia mem
eorang putra mahkota seperti Ghatan ingin mengaj
irik map m
pa? Apa yang
hlah de
ar jika mengetahui wanita yang ingin dinikahi anaknya itu adalah saya." Nada suara Anjeli menurun kala ia tak sengaja
megang luka di keningnya
"Terserah, saya tidak akan menikah dengan anda." Dan saat hendak berdiri untuk
ia menarik napas, menyilangkan kaki dengan kedua ta
mpermainkan saya?" tanya
jeli merasa tidak ada yang spesial dalam dirinya. Meski begitu, A
ang yang punya ba
"Kalau begitu, and
dan sangat seriu
a tidak bisa menikah dengan anda. Saya permisi." Setelah me
tempat ini karena ponsel miliknya ya
Anjeli angkat panggilan tersebut seray
Sementara itu, Ghatan hanya duduk tenang de
tidak-tidak. Ekspresi wajahnya berubah drastis saat mendengar suara tangisa
udah kubilang, ayo menikah." Dia menolehkan kepala, menyorot Anjeli seolah tak ingin lagi mendapat penolakan. "Jika kau setuju, maka utan
"Kau mempermainkan ku mentang-mentang memiliki uang!?" Suara Anj
ini." Ghatan tetap tenang meskipun keadaan semakin memanas, bahkan dia tidak memedulikan tanda bahaya yan
agaimanapun caranya aku aka
Anjeli dapat melunasinya. "Bahkan gaji mu saja tid
tan tajam, kesabar
m ini, kau dan keluarga
Anjeli hanya ingin menyelamatkan harga dirinya, dia tidak bisa diinj
mengacungkan jari tengahnya, Anjeli berkata seraya melenggang pe
*
berlari ke dalam rumah. Namun, kala kakinya baru saja menginjak pekarangan rum
mi sampai harus meni
rani menyentuh ba
mua tidak punya hak untuk
Ia kesulitan berjalan saat matanya dengan jelas menangkap ba
ang-orang berjas hitam agar tidak mengeluarkan barang-barang dari dalam rumah. Namun usaha seolah
"Jangan bersikap kasar seperti ini pada orang tuaku!" bentak Anjeli pada pria berjas hitam
eri. Ia menatap tidak percaya ke arah sang Ibu, lantas menatap Ayah yang tampak menahan segala emosi
ak
t surainya menyalurkan ketenangan kala Anjeli merasa gundah gulana. Kini, tangan penghantar k
pipi. Perlahan ia menoleh ke arah sa
i rumah ini? Mau tinggal di mana kita sekarang, hah!" Bentakanny
u?" Bibirnya bergetar, tatapannya me
gan jujur apa yang kau kat
kulan Ibu, justru ikut membentaknya, memelototinya
njeli. "Apa yang kau katakan pada pak presdir sampai beliau mengusir kita
sekali ia tidak bisa mengabulkan permintaan Ibu yang satu ini. "Bagaim
aku mencari uang untuk menyekolahkan mu!" Dengan ringan Ayah menarik rambut Anjeli hingga terangk
hiks ... s
n Anjeli tertatih-tatih mengejar langkahnya yang besar. Tak menghiraukan t
Anjeli mencoba menjelaskan. "A-aku tidak bisa bekerja jika pak Presdir be
tangan Ayah, berharap tangan k
imu sendiri!" Ayah berhenti melangkah, menatap Anjeli semak
rg
untuk yang kedua kalinya jika seseora
lapor polisi atas