Cinta Sendal Jepit
ku bisa sedikit bernafas lega, walau sebenarnya ada rasa takut, bagaimana jika pria itu berubah pikiran untuk menolongku. Tetap
u juga ibunya, sepanjang perjalanan aku hanya berdiam diri karena k
dak lama membawa baju yang kemudian dia berikan padaku sambil
ar, segera kutarik tangan Agung untuk memastikan dia tidak berubah pikiran, malang nya karena terkejut dengan gerakan spontanku, bibirnya malah menyentuh pipi
isa berpandangan, ke
*
. Brakk
dly. Ya siapa lagi kalau bukan suara ibu mertua dadakan! Suara khasnya terdengar hingga penjuru rumah. S
ni? Mentang-mentang pengan
bergegas bangun, jika tidak mungkin akan terjadi perang dunia
. Ia memandang ke arahku, sengaja aku berbalik dan menutup kepala dengan ban
ek
benar-benar masih mengantuk. Entah berapa saat, aku t
mpean di mana? Saya sama warga mau
k ketika ia berada tepat diata
cari kese
khirnya bangkit merogoh kantong celana jeansku. Sayangnya kunci itu tid
pan aku bisa pulang Gung?" pekikku s
abar. Sampean makan
lu menyendokkan nasi. Di luar sana para ibu-ibu ramai duduk di bangku panjang tepat ber
trinya Agung nggak keliha
aku menyahut, "Sudah bangun kok,
e
u menyuap sesendok nasi ke mulut, beliau masuk lewat pintu belakang tanpa sengaja mata kami bersir
*
juga baik. Masih di bengkel kota kata Agung. Karena teren
gen ingin pulang. Berkali-kali kucubit lenganku berharap ini hanya
para ibu-ibu biasa duduk. Salah seorang tetan
i sebelah rumah Agung. Setelah lama bercerita, datang seorang tetangga lain namanya Mbak Rina. Mereka semua rama
ota, jadi bisa jalan-jalan keluar." uj
h
oleh pada beliau, ia mengarahkan dagunya ke arah rumah, seolah menyuruh
a diambil." ujar Agung malam it
kalian sudah ma
" sahutnya tanpa
u berputar mengitari seluruh isi kamar. Lalu terhenti tepat diatas lemari
sendal jepit. Agung Permadi nama lengkapnya. Pria berlesung pipi yang kemudian sah menjadi suami kilatku. Sebenarnya ia salah satu ciri pria ida
memanfaatkan situasi segenting apa pun. Bahkan ketika malam pertama aku di rumah ini, dia justru memilih
tok-
Tanyaku p
k! Boleh s
k berbuat macam-macam. Karena semenjak Agung menjelaskan dan menceritakan asal usulku, ibunya tidak mengizinkan
biar warga kampung tidak banyak bertanya,"
l Amara aja, jangan Mb
ah keluar sebelum aku benar-benar terlelap sempat terdengar suaranya berbica
*
yang sudah seminggu lebih dirawat di bengkel akhirnya bisa pulih seperti sedia ka
n ibu dan juga Agung! Amara, pamit ya, Bu." Kuta
t aku melangkah hendak menaik
main ke sini ya
menggenang. Aku berlari memeluk wanita paruh baya ters
toh! Keburu panas ini." Agung ber