Cinta Sendal Jepit
.. Ti
i nampak begitu ramai dan padat merayap sehingga kemacetan pun tak dapat dihindari. Seseorang berjalan balik m
a razia
n itu ada, yang terpenting aku bisa lolos dulu dari polisi. Kalau saja aku tadi tidak terburu-buru, mungkin stnk tak akan ketinggalan seperti ini. Fikiranku tadi saat hendak berangkat ha
nggak ada tembusan." Seru seseorang,
k, yang penting aku nggak berurusan sama poli
gan yang hanya membuat bising telinga. Roda motor pun melaju semakin kenc
en
ak ada lagi cahaya lain selain dari sorot lampu motorku. Sedangkan kiri dan kanan di kelilingi poh
ur
dari sungai dengan kondisi yang gelap pekat. Bahkan sendal yang kupakai juga hilang entah kemana. Aku menangis
hantu dan binatang buas yang datang. Hi ... ngeri! Ya kecuali tiba-tiba ada keajaiban ada pangeran tampan yang mau membantu, membawa seb
tanah yang ditumbuhi rumput. Kulantunkan doa tak henti berharap ada keajaiban datang. Tiba-tiba dari kejauhan samar-samar terlihat
malam ada di sini?" s
mu sendiri ngapain malam-
Ini saya mau ngambil
k ada air?" tanyaku kem
!" Sahutnya seraya berlalu dan berdiri pada
erlihat jelas di sana sepeda motorku tengah
ok berenang di situ?" Ujarnya sera
rang. Di kira moto
u-satunya di tempat ini sudah kujitak kepalanya
uin aku ngeluarkan
pi paling besok, karen
u pulangny
*
ngan-jangan dia orang jahat yang sengaja mengambil kesempatan dalam kesempitan. Bukankah kata bang
ik tentangnya. Katanya, ia tinggal bersama ibunya, jadi kupikir dia tak
di tempat tak jelas dan seram begini, ya kan! Dalam perjalanan ke rumahnya,
gga dia berhenti dan meli
ndalnya di mana, jatu
nanya sendiri,
raya membungkuk kan badan
a peluit di tiup nyaring, aku mengedarkan pandangan ke arah sumb
an kampung ini sudah jelas, selepas maghrib dilarang
para hansip ini tidak peduli, mereka justru mau menggiring kami ke balai desa. Aku hanya berd
a berhenti sebentar kaki dia sakit, izinkan saya meminjamkan sa
gkan dia malah bela-belain jalan tanpa alas kaki. Ketika aku memandangi waja
pede amat
rang warga di suruh memanggil ibunya Agung. Tidak lama salah seorang tetua adat berbicara, menjelaskan peraturan di kampung ini
macam apa ini? Saya saja baru tahu nama dia tadi.
ka aku tidak punya pilihan lain. Karena kalau itu
aneh saja mereka, emang mereka pikir nikah itu semudah membalikkan telapak tangan, eh bukan emang mereka pikir n
a berontak, akan tetapi Agung membisikiku bahwa ikuti saja prosesnya, biar lebih mudah untuk keluar dari kampung ini. Nanti dia
opoh-gopoh ke balai sambil berkata "Ya ampun Le, kok kamu mala
ang-orang, main hakim sendiri saja. Lagian kenapa aku bisa berada di sini sih? Rasanya kaya
kawin saja yang belum ada. Aku menoleh pada Agung, niat hati mau menuntut banyak. Akan tetapi ini kan cuma perni
u mas kawin apa? Biar disiapkan. Tapi
ku, sepasang sandal yang dipinjamkan Agung tadi walaupun sudah buluk te
kata," Aku minta sepasang