Misi 27 Hari Yura
hal yang saling bertautan namun terkadang dilupakan. D
----
ingaku. Aku masih berdiri mematung di rooftop gedung kantor salah satu stasiu
a beranjak dari tempat ini layaknya paku ukura
untuk bergeser beberapa m
sakit. S
udah
langan poinnya di mataku. Darahku berdesir kencang. Desirnya ba
nnya selama setahun ini hu
enangi pelupuk mataku. Ada sesuatu yang retak ba
apa aku harus
nggak tahu kenapa, aku ngerasa jenuh
au mengakhiri semuanya?" tanyak
kenal selama ini? Menurutku, rasa bosan adalah ala
api ini keputusann
pergi meninggalkanku dan tak mau pedul
a sudah mencintai orang seperti itu. Ah ... akunya yang terla
n di tanggal yang sama, dia mencoba ma
nggalkan untukku sebagai souvenir dari acara perpisahan kami. Rooftop kantor tempatku dan
di lihat dari puncak gedung 14 lantai ini. Ia terlihat begitu tak sabar memperlihatkannya padaku. Bahk
tama kali di rooftop ini. Tentu saja terlihat sangat indah, ma
ni setelah ini sem
nya akan terasa jadi berbeda. Tak akan ada lagi kita berdua yang duduk di sini,
da sekali dengan Langit yang aku kenal setahun belakangan itu. Dia hanya manis di awa
banyakan laki-l
anku, kamu pas
tu minggu lalu. Yang setiap detailnya masih terekam dengan sangat jelas di m
gan sahabatku sembari menyeka air mat
g-geleng kepala. Dari bahasa tubuhnya, aku meyakini kalau Ia tahu betu
aku ada di sini?"tan
sama Langit nggak bareng lagi, emang di m
diam sejenak. Aku tak b
selalu ke rooftop untuk menenangkan diri, atau lebih tepatnya mengingat kembali kenanganku bersama Langit. Terlihat
saha menerka apa yang sedang aku pikirkan l
melakukan hal yang sama. Suasana kembali hening, hanya ada suara desiran angin yang mengisi rong
ak orang yang nggak saling kenal. Dan ... udah satu minggu juga kamu nggak bisa move on dari
ali lagi I
Sekalipun bertemu, kami tak pernah saling bertegur sapa. Dan sekalipun terlibat obrolan itu
dah berusaha keras untuk hal itu, hanya saja belum menemui hasil. Waktu satu minggu, tak mungkin cukup
asa itu nggak akan berubah
anya Indy terlih
h duduk di sana. Kubiarkan kedua kakiku menggantung di puncak gedung. Ra
keluar dar
Kamu ngga
ih duduk tepat di sampingku. Ia teru
au sebenarnya, aku sudah memikirkan hal ini dari jauh-jauh hari. Hanya saja aku
ra Anindita yang selalu profesional dalam pekerjaannya? Ma
Ndy," sahutku masih betah memanda
kiran untuk mengambil keputusan keluar dari kantor?" Indy
keputusan besar seperti ini. Tapi tak bisa aku pungkiri jug
kan berarti aku ingin melarikan diri demi melupakan Langit. Hi
ini berubah menjadi sedikit lebi
*