My Dearest One
__
kan mengkeret ketakutan dan memilih untuk berjalan di sisi jalan yang sejauh mungkin darinya. Rambut panjangnya yang berwarna kuni
hkan lebih tinggi dari matanya. Wanita itu jelas terlambat menyadari siapa orang yang berjalan berlawanan arah dengannya sehingga untuk mengelakpun rasanya sudah tak mungkin
a ia sudah terjerembab di bawah dan buku yang sedari tadi ia bawa tampak berserakan memenuhi koridor. Gadis itu jelas belum menyadari jika dirinya baru saja bertabrakan
ati. Mereka tahu benar jika gadis itu baru saja melakukan sebuah kesalahan besar. Tak perduli meski sebuah kecelak
rediksi bahwa hal ini akan terjadi. Namun sekali lagi, jiwa egoisnya membuat gadis itu enggan un
ajam langsung ke mata si gadis berkacamata, yang sepertinya kini telah menyadari kesalahannya yang paling fat
gan pandangan dingin. Seolah menunggu Nessa untuk meminta maaf atau setidaknya membasia-sia, karena meminta maaf, jelas sama sekali t
gadis itu kemudian menggapai-gapai, berusaha mengumpulkan buku-bukunya yang berserakan di lantai. Namun tiba-tiba saja Nessa melangkah den
s di depannya yang saat ini tengah mengepalkan tangan menahan emosi. Nessa cukup terkesan karena ini pertama kalinya ada
buh mereka. Nessa menatap wajah gadis itu lekat-lekat, kemudian tanpa kata me
gan pandangan mencela. "Kacamata macam apa ini? Membuat mata
engan itu, Nessa langsung menjatuhkan kacamata itu dan
anessa menepuk-nepuk kepala gadis berkacamata itu, seperti seora
il sambil menggaruk kepala hingga tatanan rambut yan
ambil menatap gadis tadi sebelum akhirnya melenggang dengan santai, tak lupa me
u bahkan menghampiri gadis itu untuk sekedar menanyakan keadaa
annya mengepal dengan erat. Sinar matanya menyiratkan sebuah tekad. Entah tekad apapun itu, hanya dia dan Tuhan yang tahu
a memang t