Kelakuan Papa Mertua
utan
jak, benar-b
membola sempurna, menatap dua sosok yan
m menghindari bujuk rayu mertuanya di telepon, dan kini
Bu,” kata Bapak seraya tertawa. “
ja enggak,” sahut Ibu. Mencetuskan
u lebih lebar, setelah itu gegas dia ambil tangan Bapak
ng dari arah luar rumah, menenteng tas kresek. Di
gat dan Riana saling bertatap sembari memberi kode satu sa
aaf enggak sanggup bawa banyak. Besok ya kalau Bapakmu udah
agat hanya mampu melebarkan mulut tanpa mengeluarkan suara.
bawaan yang memang tampak memenuhi motor. Selain buah tangan yang disebutkan B
ini tidak pernah datang tiba-tiba, terlebih waktu sore mendekati petang seperti sekarang. Kampung Riana berada di lereng gunung, jika dite
lagi ada masalah?” tanya Ibu. Saat ini mereka berempat sudah duduk
mpar senyum tipis. Belum sempat Ri
a?” Ibu heboh sendiri. Namun demikian
awab Ibu berderai setelah mereka saling memberi
biasa. Dia mengedar pandangan pada semua orang di s
rlolong. Sekali
. Kita goreng singkong sama pisang, mertuamu mau
atap Jaga
bih adem,” Bapak menyerobot ucapan. “Bi
iya,
t saja. Sebelum berlalu Jagat menoleh
, nanti keburu Mama kamu sam
cekatan, sesekali senyum tersungging dari bibirny
narnya Ibu datang karena disur
ya. “Memang apa bedanya? Apa Ibu eng
akuan rendah Papa?” Ri
pun dia sudah menjadi orang tuamu, kamu wajib menghor
, berniat memberitahu tentang ini kepada Jagat.
Suaranya meninggi, pertanda wanita yang telah melahirkan
ma orang tuamu. Tolong tutup aib
atanya mulai memanas. “I-ibu ke-ken
kamu juga bisa merawat bayi sebagai pancingan agar kamu bisa segera hamil. Jujur Ibu
a itu. “Ri, enggak ada seorang suami pun yang enggak pengen punya keturunan. I
ter menyatakan kalau kami berdua sama-sama
lah kesempatanmu. Seandainya besok-besok terjadi apa-apa antara ka
apa-apa itu apa?”
belakang kamu sama Jagat kan berbeda. Tapi dengan adanya bayi itu di rumahmu,
. “Kok jadi aku yang harus menanggung aki
Jakarta juga enggak mau. Kamu udah tau kan apa yang akan terjadi? Jadi apa salahnya kalau kamu menolong, yang kamu tolong it
da di ambang pintu dapu
n antusias tinggi. “Ri, tolong teruskan in
melahirkan Riana
tang Papa,” desis Riana.
na. “Memang hanya kita yang bisa menolo
tu?” Riana mendongak
enggak tau, tapi kalau memang harus