Derita Gadis Ternoda
gan sorot mata menyala. Tak bisa disembunyi
amarah Putra terlihat menangis
enghamilimu?"
isnya saja yang terdengar bersahut
bih Ana sering mual, dan mengeluh pusing. Tak pernah sedikit pun terpikir
ngalaman, pastilah mereka mengenali tand
hirnya membeli testpack dan
. Dua garis merah yang terpampang di t
" Putra kembali bertanya,
las tahun itu terbata-bata. Ia sangat takut. Isak tangisnya
ilang? Dasar pe
ak
s mendarat di pipinya. Rambutnya juga dijambak oleh Putra. Emosi ayahnya itu suda
ada Ana. Bicaralah ba
tak becus mendidik anak. Ibu macam apa kau ini, bisa sampa
salah. Ana di-per-k*s@ ...." rintihan Ana. Suaranya hampir
i dan tak mau jika Putra ma
mpung Mekar sini semuanya berakhlak. Tak akan ada yang berani melakukan tindakan asusila, apalagi kepadamu. Kau anak seorang
engan berderai air mata. Tangannya memega
menambah kekuatan tanganny
, sekali lagi ia ingin melerai tangan Putra, ia tak tahan melih
telan, pasti tak ada yang mau mem
mau mengerti perasaan Ana. Harusny
k, lari dan melakukan perlawanan. Kenapa kau
satunya lagi kini
padam, dadaknya sesak. Ia kini pasrah
ik kau ma
, hen
h dagingnya sendiri. Dengan cepat bangkit berdiri dan menggi
ng ini. Kau hanya membuat malu ayah, kau
but dan leher Ana, lalu menghempaskan putri semata w
saja kau mau, sebelum warga tahu kalau kau h
gi. Kondisinya sedang hamil. Siapa yang akan mengu
uh di kaki Putra, memohon
ti dan dituakan di kampung ini, tapi justru anakku sendiri memberi contoh yang tak baik bagi warga. Dia hanya aka
l memalukan ini. Keluarga Putra Setiawan turun temurun tel
h satu kandidatnya. Siapa yang akan sudi memilihnya jika kabar kehami
erangkat ke sawah. Hanya ada beberapa anak kecil yang bermain dan berlarian, seh
carikan calon suami untuk Ana.
g mau menikahi perempuan
ak berani mengangkat wajahnya
na akan pergi da
bah. Kau harus te
Bu. Benar kata Ayah, Ana s
kaiannya. Tak banyak yang ia bawa, hanya satu
i saja di Padang. Hubungi Paman Ardi.
berisi nomor telepon, juga sej
di sepanjang perjalanan," ujar Hesti dengan deraian air
in dilepasnya pelukan itu, rasa-rasanya s
tangis yang hebat. Ia lalu berjalan mend
u bangkit berdiri dan pergi meninggalkan rumah sede
tan dan cinta, tapi kini seakan jadi nerak
ngalami hal sepahit ini. Ia harus menanggung akibat dari kesa
ya. Ayahnya sendiri tak percaya d
tatapan nanar. Sedikit pun tak pernah terbayang
ih menatap ke depan, tangannya terkepal kuat. Anak kesayangannya su
a luruh. Pertahanannya runtuh beserta tubuhny