icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon

Neng Zulfa

Bab 4 Cuma Mimpi

Jumlah Kata:2068    |    Dirilis Pada: 27/11/2023

Zahra

kemudian dipegangnya dengan lembut ubun-ubunku dengan

aikannya dan kebaikan wataknya. Dan aku mohon perlindungan-Mu dari kejahatannya dan kejahatan wataknya),” bisik Gus Fatih di puncak kepalaku. Persis seperti

-ubun kepalaku. Darahku berdesir. Kali ini dia mengecup keningku lama. Kami saling be

llah,” katanya kemudian mendekap

ek

di atas ranjang. Kutoleh sisi kanan. Kosong. Tidak ada Gus Fatih di sana.

a mimipi. Ya

leh dengan tubuh menghadap rak sandal-sepatu plastik di dekat pintu, sebelah kakinya masih menjulur menyentuhnya. Se

u jadi terbangun.” Gus

pasti baru pulang dari rumah makan melihat pakaian yang ia kenakan masih sama dengan

Tanpa ia minta aku masuk ke kamar mandi, menyiapkan air panas untuk keperluannya mandi. Gus Fatih sudah mengh

atih pasti sudah makan di luar. Seperti biasa, ia pasti m

ng lebih pantas disebut makan sendiri. Namun, aku punya alasan kenapa makan malamku bersama Ibu dan Abah Kiai yang

ian bawah tubuhnya masih terbalut handuk dengan tubuh telanjang dada

memejamkan mata, tidak me

at dari biasa, banyak urusan tadi.” Suara

ni. Malah aku yang merasa risi sendiri saat melihatnya, mungkin. Dan sebenarnya aku juga. Toh, dia s

ang istrinya, kan?! Apa salahnya? Aku tidak bisa di

lek

ih memasuki perpustakaan kecilnya lagi seperti biasa. Dia memasuki ruangan

pasti tidur juga sebentar di sana, baru keluar ambil wudu. Apalagi, salat Tahajud kan hanya diperbolehkan terlaksana jika sudah terlelap

ius dengan pernikahan ini. Kata-katanya kala itu hanya isapan jempol. Entah apa motifnya. Menurutku

aman. Tidak berpengaruh. Aku masih kesulitan te

enelan Gus Fatih di dalam

engertinya? Mungkin Gus F

uduhanku saja yang, mungkin, terlalu jahat mengatakan dia

hiku, kan? Ini sama saja menyakitiku, lebih sakit lagi dari saat kami mendapat takziran da

dari yang masih gus bahkan sudah kiai, sudah berniat mau menikahiku. Aku masih di bangku aliyah kala itu. Banyak pinangan yang datang. Keluarga mereka mengat

arga diriku. Aku akan melakukan apa

*

lek

pintu

Zulfa yang duduk di tepi ranjang. Rambut panjangnya tergerai dan senyum ranum mekar di wajahnya, matanya sendu seperti biasanya. Dalam kamar

tetap cantik terkena pancaran sinar temaram lampu meja. Istrinya itu memang terlihat semakin pucat saban hari, sakit mung

Fatih kemudian beranjak untuk meletakkan kitab itu kembali ke rak buku tempatnya yang ada di dinding kamar, setelahn

n wajah dan mata Zulfa. “Apa?

erkedip, Fatih memalingkan muka. Ia terbatuk

nya jatuh ke depan. Ia kembali memasang senyum terbaiknya sebelum mendongak. “Aku i

kan kening. Tatapannya k

a menganggu

ada cemas dan terkejutnya. Dalam hati ia bertanya-tanya

tuk tahu yang sebenarnya. Apakah Fatih memang menginginkannya sebagai istri atau tidak. Mungkin pulang ke Ke

Umi, Mas.” Zu

alan lewat seluler, itu pun Zulfa harus menfilter kata-katanya agar Abah dan Umi tidak sampai tahu yang sebenarnya bagaimana keadaan rumah-tan

Saat ini Zulfa bisa merasakan napas

“Ya sudahlah, Mas. Wudu gih sana! Mas Fatih mau tahajudan, kan? Biar perlengkapannya kusiap

judanku?” Zulfa berjalan ke arah pintu, tangannya kini menekan tombol on lampu utam

an tangan ke depan sambil tersenyu

atih men

a yang sudah ia tahan dari tadi berlinangan. Mungkin karena sudah berpengalaman menangis gadis itu jadi bisa menahannya

*

mukenanya. Ia sudah mengambil posisi di belakang Fatih yang kini

arunya di belakang. Bahagia, setidaknya dia bisa mencicipinya sedikit sekarang setelah satu sete

elantunkan ayat suci al-Qur'an. Hatinya berusaha meresapi setiap makna yang terkandung di dalamnya. Besok-besok di

hu ak

ata terpejam Zulfa. Ia berusaha men

ahu liman

rerat pejam

hu ak

asnya. Kali ini Zulfa menahan suara isa

ng akhirnya tidak bisa bersama Fatih, ia harus mengikhlaskannya. Mungkin masa berj

dalam ikatan pernikahan seperti ini maka perkuat hubungan mereka, tumbuhkan rasa cinta dan kasih

n cara yang baik sebagaimana mereka terikat dalam pernikahan. Zulfa pun meminta ag

kebaika

mau melihatnya. Ia akan melakukannya sampai Fatih menerimanya karena itu ia sengaja bangun dan duduk di ranjang menunggu Fatih keluar. Namun, begitu Fatih membuang muka darinya seb

an Zulfa menyerah pada k

oleh kepadanya. Sebelumnya Zulfa sudah berhasil menghapus jejak air matanya. Mungkin hidung bangirny

. Ia terpana. Saat itu sisa cairan hangat terasa di punggung tangannya, ha

beralih ke kepala Zulfa, membuat si empunya menghentikan gerakan saat me

manik Zulfa yang terpaku padanya. Sebenarnya itu berkat belaian di kepalanya yang kini menjadi usapan lembut di

gandengnya ke tempat tidur. Begitu mereka sudah saling duduk, Fatih mengusap puncak kepala Zulfa

tangan laki-laki itu tidak lagi memegang kepalanya melainkan beralih pada pipinya. Harapan baru

lik ke pondok putra. Sebentar lagi sudah mau S

knya. Bayangan orang tua dan mertua berputar di kepalanya. Dari Abah, Umi, Abah Kiai, dan ber

*

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka
1 Bab 1 Prolog2 Bab 2 Pengantin Baru3 Bab 3 Soal Cucu4 Bab 4 Cuma Mimpi5 Bab 5 Amin Paling Serius6 Bab 6 Sepucuk Surat Cinta7 Bab 7 Memorabilia Wisuda8 Bab 8 Bulan Madu9 Bab 9 Mutiara Mesir10 Bab 10 Menghindar11 Bab 11 Gus Adhim12 Bab 12 Tangis Zulfa13 Bab 13 Menebas Jarak14 Bab 14 Kasih Sayang Adhim15 Bab 15 Jalan-jalan16 Bab 16 Bertemu Gadis Mesir17 Bab 17 Manuver Gus Fatih18 Bab 18 Perawatan Pengantin19 Bab 19 Merasa Sempurna20 Bab 20 Sisi Lain Gus Fatih21 Bab 21 Kebersamaan Manis22 Bab 22 Notifikasi HP Gus Fatih23 Bab 23 Pesan Rindu24 Bab 24 Bayangan25 Bab 25 Tentang Mas Adhim26 Bab 26 Hal-hal Ajaib Bersama Mas Adhim27 Bab 27 Kabar Mengejutkan28 Bab 28 Andil di Pesantren29 Bab 29 Kedatangan Neng Shofiya30 Bab 30 Gus Fatih vs Gus Aji31 Bab 31 Resah32 Bab 32 Deep Talk33 Bab 33 Diperlakukan Berbeda34 Bab 34 Pelengkap Cinta35 Bab 35 Suka Cita36 Bab 36 Shofiya dan Ketakutannya37 Bab 37 Mimpi Buruk38 Bab 38 Jebakan Shofiya39 Bab 39 Ngidam40 Bab 40 Tamu Istimewa41 Bab 41 Rumah Makan Wonosalam42 Bab 42 Lebih Dekat dengan Fakta43 Bab 43 Aneh44 Bab 44 Yang Seharusnya45 Bab 45 Langkah Besar Shofiya46 Bab 46 Gus Fatih, Gus Adhim, Gus Aji47 Bab 47 Percakapan Dua Saudara48 Bab 48 Peringatan Gus Adhim49 Bab 49 Cinta Pertama dan Anak Pertama50 Bab 50 Menyadari Sesuatu51 Bab 51 Pengakuan Cinta52 Bab 52 Badai Masa Lalu53 Bab 53 Sabrina dan Pernyataannya54 Bab 54 Luka Hati55 Bab 55 Hampir Kehilangan56 Bab 56 Duka57 Bab 57 Amarah Aji58 Bab 58 Buah Cinta59 Bab 59 Keluarga Ndalem Kediri60 Bab 60 Keputusan Zulfa61 Bab 61 Pergi62 Bab 62 Cinta Sabrina63 Bab 63 Hari-hari di Kediri64 Bab 64 Bertemu Kembali65 Bab 65 Konversasi Dua Hati66 Bab 66 Spesial: Wejangan Abah67 Bab 67 Epilog: Cinta Sejati68 Bab 68 Extra Chapter (1)69 Bab 69 Extra Chapter (2)70 Bab 70 Extra Chapter (3)71 Bab 71 Extra Chapter (4)72 Bab 72 Extra Chapter (5)73 Bab 73 Extra Chapter (6)74 Bab 74 Extra Chapter (7)