icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Neng Zulfa

Neng Zulfa

icon

Bab 1 Prolog

Jumlah Kata:2301    |    Dirilis Pada: 26/11/2023

srek

epanjang blok itu. Ditambah para santri putri yang berbaris mengantre di luar masing-masing pintu yang juga menciptakan keributan. Di antara mereka, ada yang asyik bergosip, ada yan

pondok putri tahun ini?” tanya seorang santri bernama D

a sibuk menyikat. “Tidak, De. Aku tidak pantas mencalonkan diri jadi ke

, Neng?” Dewi menghentikan gerakan tangannya. “Neng Zulfa, kan, salah satu santri berprestasi di pesan

am dan terus m

h kandidat ketua pondok terbaik di sini. Apalagi

putri seorang kiai besar di daerah Kediri itu, tetapi Zulfa tak segera merespons. Mata Zulf

s terdengar. “Ya sudahlah, aku ke kamar dulu, ada cucian yang tertinggal.

*

a. “Kata para ustaz dan ustazah kamu juga sering tidak memperhatikan pelajaran akhir-akhir ini.

ang tidak ingin. Matanya terus menatap ke ubin kelas. Kedu

nasional jika kamu terus begini.” Ustaz Imam terdengar kecewa. “Dewan asatidz sangat berharap banyak

ut. “Insyaallah,” lanjutnya

duduk lagi di kelas yang sudah sepi ditinggal kembali ke asrama oleh santri putri lainnya. Mereka sudah me

lama ini?” tanya Dewi mengger

k mengerti apa yang dikatakan

nnya meraih salah satu tangan Zu

pa yang Neng sembunyikan dariku?” t

fa

tu, kan?!” seru Dewi lagi setelah

gannya dari Dewi lalu memperbaiki posisi duduknya. “

wi meraih tangan Zulfa lagi. “Aku ini sahabatmu, Neng. Aku ta

ajaran dan hafalan Alfiyahnya banyak yang lupa. Ada apa s

i bicara, “Tidak ada yang kusembunyikan!” Kali ini ma

u persis kalau Zulfa

tidak mau mengatakan yang sebenarnya padaku tidak apa,” c

rogoh saku rok, mengambil sesuatu milik Zulfa yang disim

i ini dengan cemas ada di tangan Dewi. Dengan cepat ia berusaha meraih ben

ndapatkan itu?” Zu

saat ia menemukannya di halaman depan sebuah bu

tu didapatnya terselip di halaman buku yang diberikan anak kecil itu. Dewi ingat benar, saat itu ia dan Zu

ndok karena ini, kan? Karena ini juga kan Neng Zulfa mengatakan kalau Nen

kerbau yang dicocok hidungnya, ia hanya mem

karang, De?” tanyanya dengan wajah tak bersahabat. “Kamu akan menu

amu bisa membantuku mewujudkannya dengan surat itu,” ucap Zulfa. Untuk pertama kalinya kepalanya tertunduk malu di

abat, tidak mungkin aku diam saja melihat sahabatku hancur, apalagi menjadi penyebab

ibuk dengan pikiran masing-masing sampai salah satu dari

s Fatih pacaran seperti yang kuketahui lewat surat tadi? A

i kerudung biru muda yang ia kenakan. Sambil terisak, ia menjawab juga pertanyaan Dewi, “Iya,

mar. Itu jelas hal yang sangat memalukan baik bagi keluargaku maupun keluarga Gus Fatih sendiri. Aku sadar itu.” Zulfa te

sahabatnya, matanya yang tadi hanya berkaca-

ngan kalian?” Dewi be

ya mengarah pada Dewi, tetapi pa

n dengannya saat izin pergi ke kamar mandi. Akhirnya kami dikenalkan dan sejak itu Gus Fatih mulai mengirimiku surat dan aku juga membalasnya,” ungkap Zulfa yang kemudian berc

enahan napas, mencoba menenangkan hatinya

ang harus percaya padaku!” putus Dewi sembari menarik napas. “Ikutlah bersamaku menghadap Bu

*

ucuran dengan lengan baju. Matanya masih menahan kantuk sebenarnya, tapi dengan air di kamar mandi ndalem yang belum juga penuh

jilbab khusus takzir sepanjang masa hukuman. Zulfa tidak

tu dan berbaris di shaf depan setiap hari, membaca surah at-Taubah di halaman pesantren yang panas

dipakai, tetapi dengan menimba. Lalu paginya, ia harus membantu santri putri yang hari itu piket membersihkan seisi pondok. Selain itu, ia juga b

alam hidupnya. Tidak melulu ia berada di atas. Seperti manusia lainnya ia juga melakukan kesalahan. Dan se

salat malam sekarang selalu melakukannya karena harus bangun lebih awal. Selain itu ia

irannya sendiri. Fatih harus menggantikan Kiai Adnan sang aba

Fatih. Sejak ditakzir, ia berusaha melupakan putra kiainya

*

ngaja takziran itu dijalankan secara sembunyi-sembunyi agar tidak mencemarkan nama ba

ketua pondok putri pun telah usai. Seperti yang diprediksi

tnya. Zulfa merasa tak pantas. Namun, karena Bu Nyai Fatimah yang mendorongnya

ri sebutan Neng yang ada pada namanya, Zulfa adalah santri yang memiliki perangai baik yang selaras dengan prestasinya. Reputasinya bagus dan

sional yang diikutinya. Zulfa berhasil mendapat juara dua. Memang bukan juara

1002 itu. Bagaimana ia mengulang menghafal bait-bait nadhom yang pernah dihafalnya tetapi sempat ia l

mengakui kesalahan. Kalau tidak mungkin ia tidak akan sampai pada titi

*

ulfa yang sibuk memeriksa berkas

?” Zulfa

tang menjenguk,” terang Dewi. “Bu Nyai

uan lalu kembali ke dapur, melakukan tugas-tugas dapur bersama abdi ndalem lainnya. Sepeninggal

rang khodam atau paling banter saudara-saudara lelakinya. Abah dan uminya baru akan pergi ke pondoknya

tu ruangan yang ada di depannya perlahan. Ruangan besar yang j

.” Hati-hati Zul

,” jawab seisi ru

ngan Kiai Adnan dan Bu Nyai Fatimah, Kiai juga Bu Nyainya. Men

buat berpacu kencang mendapati kehadiran seseorang

r Kiai Adnan setelah Zulfa duduk. Zulfa bisa melihat ki

seperti memberikan suatu kode kepada Kiai Adnan yang kemudian langsu

aikan pada Fatih, Nduk,”

ahnya seperti sebelumnya, terlebih ke arah Fatih. Ia hanya bisa mempertajam indra pendengarnya siap menangka

ngenai kamu

dada yang bergemuruh mendengar naman

endapat hukuman t

mbahan yang mungkin akan diterimanya lagi dengan Fatih, Kiai Adnan men

nunangkanmu dengan putraku, F

an,” tambah Kiai Hisyam. “Kalian harus segera diikat, Nduk. Gus Fatih juga

ejut sampai seolah-ola

*

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka
1 Bab 1 Prolog2 Bab 2 Pengantin Baru3 Bab 3 Soal Cucu4 Bab 4 Cuma Mimpi5 Bab 5 Amin Paling Serius6 Bab 6 Sepucuk Surat Cinta7 Bab 7 Memorabilia Wisuda8 Bab 8 Bulan Madu9 Bab 9 Mutiara Mesir10 Bab 10 Menghindar11 Bab 11 Gus Adhim12 Bab 12 Tangis Zulfa13 Bab 13 Menebas Jarak14 Bab 14 Kasih Sayang Adhim15 Bab 15 Jalan-jalan16 Bab 16 Bertemu Gadis Mesir17 Bab 17 Manuver Gus Fatih18 Bab 18 Perawatan Pengantin19 Bab 19 Merasa Sempurna20 Bab 20 Sisi Lain Gus Fatih21 Bab 21 Kebersamaan Manis22 Bab 22 Notifikasi HP Gus Fatih23 Bab 23 Pesan Rindu24 Bab 24 Bayangan25 Bab 25 Tentang Mas Adhim26 Bab 26 Hal-hal Ajaib Bersama Mas Adhim27 Bab 27 Kabar Mengejutkan28 Bab 28 Andil di Pesantren29 Bab 29 Kedatangan Neng Shofiya30 Bab 30 Gus Fatih vs Gus Aji31 Bab 31 Resah32 Bab 32 Deep Talk33 Bab 33 Diperlakukan Berbeda34 Bab 34 Pelengkap Cinta35 Bab 35 Suka Cita36 Bab 36 Shofiya dan Ketakutannya37 Bab 37 Mimpi Buruk38 Bab 38 Jebakan Shofiya39 Bab 39 Ngidam40 Bab 40 Tamu Istimewa41 Bab 41 Rumah Makan Wonosalam42 Bab 42 Lebih Dekat dengan Fakta43 Bab 43 Aneh44 Bab 44 Yang Seharusnya45 Bab 45 Langkah Besar Shofiya46 Bab 46 Gus Fatih, Gus Adhim, Gus Aji47 Bab 47 Percakapan Dua Saudara48 Bab 48 Peringatan Gus Adhim49 Bab 49 Cinta Pertama dan Anak Pertama50 Bab 50 Menyadari Sesuatu51 Bab 51 Pengakuan Cinta52 Bab 52 Badai Masa Lalu53 Bab 53 Sabrina dan Pernyataannya54 Bab 54 Luka Hati55 Bab 55 Hampir Kehilangan56 Bab 56 Duka57 Bab 57 Amarah Aji58 Bab 58 Buah Cinta59 Bab 59 Keluarga Ndalem Kediri60 Bab 60 Keputusan Zulfa61 Bab 61 Pergi62 Bab 62 Cinta Sabrina63 Bab 63 Hari-hari di Kediri64 Bab 64 Bertemu Kembali65 Bab 65 Konversasi Dua Hati66 Bab 66 Spesial: Wejangan Abah67 Bab 67 Epilog: Cinta Sejati68 Bab 68 Extra Chapter (1)69 Bab 69 Extra Chapter (2)70 Bab 70 Extra Chapter (3)71 Bab 71 Extra Chapter (4)72 Bab 72 Extra Chapter (5)73 Bab 73 Extra Chapter (6)74 Bab 74 Extra Chapter (7)