Love Me Om
h hari yang panjang. Udara segar dari jendela terbuka membel
lam keheningan itu, ada perasaan kesendirian yang manis. Aku menghela nafas dalam-dalam, me
Tubuhku merasa lelah, tapi ada semacam kepuasan dalam kelelahan itu. Kurasakan rasa s
Aku menghidupkan lampu dengan perlahan, membiarkan cahayanya mengisi ruangan.
n tatapan yang penuh keinginan, dan seolah-olah dia telah menguasai seluruh ruangan itu. Nafas yang k
sini?" desisku, mencoba m
ng begitu mengganggu. "Aku merindukanmu, sayang.
uaraku. Aku tahu betul seperti apa dia saat berada dalam mood
alasan apapun yang aku katakan. "Kamu bisa mand
tapa kuasanya dia merasa atas situasi ini. Dia mendekati aku, menyingkirkan langkahku
," kataku dengan tegas, menc
pelkan tubuhku ke tembok. "Oh, come on, Lala. A
embuatku terkejut. Aku merasa panas, dan bukan karena hasrat, melain
yamananku. "Kau selalu begini, Lala. Te
di mataku. "Aku serius, Ray. Aku ingin mandi
an kehadirannya yang dominan. "Pikiranmu mungkin
ndekat. Aroma alkohol mencampak di hidungku, m
, tetapi tubuhku terjepit di antar
ku merasakan napasnya yang berat di leherku, dan aku merasa mual. Tubuhku. Aku mencoba melawan, menolaknya dengan keras, tetapi
usasaan ketika Ray mendesakkan tubuhnya ke dalam tubuhku. Setiap desakan mengirim
airmata masih mengalir dari mataku. Ray melihatku dengan pandangan
gan pernah lupa itu," bi
unia seolah-olah runtuh di sekelilingku. Lala, kenapa k
*
n sepasang tangan kekar yang mengusap punggungku, suara pelan membangunkanku dari tidur
dengan suara yang sarat dengan ke
ong menuju dapur. Aku merasakan sentuhan dingin lantai di bawah kakiku dan aroma kop
ali ke kamar tidur. Ray sudah duduk di tempat tidur, menatap layar ponselnya tanpa m
di meja samping tempat tidur. "Tolong jang
n kata-kata. Aku merasa jengkel, tetapi berusaha untuk ti
*
ngan tim desain tentang proyek terbaru. Tubuhku masih terasa lelah tapi
ajahnya. "Eh, Lala! Jangan lupa, siang ini kita berangkat ke vill
ku merasa hangat. Aku tahu bahwa Maya selalu mendukungk
ncoba menekan rasa lela
sanku, ponselku berdering. Layar menampilkan nama Ray
n?" suaranya penuh dengan amarah. "Aku t
npa persetujuannya. Aku bahkan hampir tidak pernah bertemu dengan teman-temanku lagi. Ap
ini. "Ray, aku sudah mencoba menurutimu selama ini. Tapi kali ini, aku ak
cacian. Aku menutup telepon dengan tangan gemetar, merasa
natapku dengan tatapa
rtanya dengan nada cemas, menunjukkan duku
tegas, mataku menyala dengan tekad. "Kali ini a
r telah terangkat dari pundakku. Aku tahu bahwa akan ada konsekuensi, t
*
panjang jalan. Udara segar pegunungan membelai wajahku saat aku memandangi lembah hijau yang menjalar sejauh mata
l akan berada di villa selama pesta berlangsung. Penjaga vill
engisi pikiranku sejak aku masih duduk di bangku SMA. Dia tampan, gagah, dan memiliki kehangatan yang sulit dijelask
bil, kini terbentang luas di depan mataku. Villa dengan arsitektur klasik dan taman yang indah terham
kencang ketika pandanganku bertemu dengan sosok yang kini berdiri di depan pint
amah. Suaranya masih sama seperti yang
nahan rasa gugupku. "Terima kasih,
ngan lembut. "Lihatlah wajahmu, La
uga bahagia. Bagaimana bisa tidak? Aku ber
ara, menciptakan suasana yang nyaman dan hangat. Ruangan yang kami masuki terbuka
tanya Om Daniel sambil terseny
asaan bercampur aduk. Di setiap sudut villa, aku merasa seperti sedang berj
" Maya tiba-tiba berkat
dengan ekspresi bi
"Jatuh cinta pada
ra menggeleng cepat. "Itu ha
dok kebohonganku. Aku bisa merasakan bahwa M