Love Me Om
lla ini. Hembusan angin sejuk berdesir lembut, membuat rambutku tersibak di wajah. Aku merasakan sentuhan lembut kain selimut di tubuhku, dan segera meny
alam mulai mengalir masuk ke dalam pikiranku. Ingatan tentang bagaimana aku dan Om Daniel saling menyentuh, bagaimana
dan mencoba merasakan kembali sentuhan Om Daniel, bibirnya yang mengecup leherku, tangan-tangannya yang
ngit kamar yang asing ini. Bagaimana bisa aku begitu lepas kendali? Bagaimana aku bisa me
ngnya. Meskipun aku tahu bahwa hubungan kami tidak baik, aku masih merasa terikat oleh janji dan harapan
kat dan menampilkan tanggal dan waktu. Seminggu lagi pernikahanku dengan Ray akan dilan
*
Maya di antara kerumunan tamu yang sedang menikmati sarapan lezat. Sebenarnya, aku tahu pesta semalam adalah untukku, teta
g tertawa riang. Hatiku lega. Aku menyelinap di antara para tamu, berusaha untuk tidak mencolok. Aku tidak siap u
menyapa telingaku, "Lala, akhirnya kamu datang," Aku menoleh perlahan dan menemukan diriku menatap mat
semalam? Malam ketika aku, dalam keadaan mabuk, memberanikan diri untuk mengungkapkan peranyanya dengan senyum yang
ngendalikan kecanggungan yang melanda.
rtawa
sa merasakan tatapan Om Daniel yang penuh arti, seolah-olah dia bisa membaca piki
kut terpaku. "Lala, bagaimana kalau kita pergi berd
ara gugup, penasaran, dan rasa bersalah. Aku menganggu
dulu ya Om," aku be
ngangguk sam
*
r terasa menyegarkan, dan aku mencoba merapikan rambutku yang berantakan dengan cepat. Namun, be
pnya dengan nada khawatir, w
idak yakin apa yang sedan
seolah mencari tanda-tanda tersembunyi. "Apa ada s
nkah dia melihat tadi malam? Cepat-cepat aku menggelengkan ke
ndengar penjelasanku. "Baiklah, kalau begitu. Aku hanya khawatir,
aan itu, senyumku ka
rita ke kamu kan, Om Daniel saat ini tidak dalam kondisi yang baik. D
kal bahwa ada perasaan khusus di antara kami, tapi apa yang terjadi malam tadi terasa begitu
" ucapku dengan nada mantap, mencoba me
*
melihat Om Daniel duduk di bangku taman, wajahnya tampak serius. Hatiku berdegup cepat, karena aku tahu bahwa percakapan ini pentin
namun ragu-ragu, "aku rasa kita harus
yang aku katakan. Kemudian, dia hanya tersenyum sambil mengangguk perlahan. Aku bisa me
Daniel dengan suara tenan
n ada reaksi yang lebih, mungkin kekecewaan atau ketidaksetujuan. Tapi dia hanya t
ar. Karena aku tahu yang aku ucapkan bukanlah se
andangan di sekitarku tampak begitu hidup: dedaunan yang bergerak oleh hembusan angin, cahaya matahari yang menerobos
Om Daniel, memecah keheningan.
, sebenarnya. Rasanya aneh. Aku mera
ku tidak tahu situasi seperti apa yang sedang kamu hadapi. Tapi ingatlah,
yang hampir tidak pernah bertemu denganku bisa menge
ang barusan aku ucapkan padanya. Aku ingin sekali mengatakan dengan jujur bahwa se