Donat Penyelamat
diprediksi. Sebentar panas, sebentar hujan. Kadang hujan seharian. Seperti hari ini. Namun sebagai pedagang yang ba
las." Sahutku. Kantong kresek yang kupegang
buat nanti sore. Itu pun
a antar ke rumah ibu ya." Senyumku mengemba
r setengah jam aku menunggu kedatangan Bude Lasmi, namun belum
t r
bude Lasmi. Segera kuletakkan kantong berisi du
Dana
o, m
dari tadi nyariin kamu!" Terdengar s
s. Bude Lasmi belum d
ia nggak nongol, kamu pulang aja! J
All
rat ponselku. Sambil berpikir apakah aku
ma tengah berteduh. Namun Bu Yanti sudah le
ya belum datang juga. Mungkin
smi kadang suka gitu." Guma
gimana
umah ibu. Bilangnya nggak ada duit buat Nebus." Jawabnya lagi membuat lutu
mau diambil apa nggak." Usulnya. Aku mengangguk, kemudi
i layar bagian atas, b
ut t
Sementara Bu Yanti tak lepas menatapku
Aku mengge
a kirim pesan." Aku
Cita udah di depan Ind*mar
kir
enit kemudian, po
an. Kamu t
asn
paikan pad
ar saja ke rumahnya." Usul Bu Yanti kem
ujan, biar Kita antar k
ponselku. Tanpa keluar
sampai dua jam lagi. Kamu bawa pulang lagi
tubuhku terasa lemas. Ingin rasanya menan
katan
Yanti agar dia membacanya sendiri. Bu Yanti menggel
ok! Ya sudah, itu donat biar ibu aja yang beli. Kasihan kamu, belum tentu dia beneran datang."
menyerahka
mbalian. Sebentar Cita tuka
agi. Nanti sore Ndak jadi bikin ya. Kan udah ada, ini." Jawabny
u. Mudah-mudahan ibu suka sama donatnya." Ujarku sambil
pulang. Kasihan anakmu." Sen
amun aku harus segera pulang sebelum
genap dua puluh tahun, ketika mas Danang menikahi aku. Suamiku sendiri sudah berusia tiga puluh
hanya mengincar kekayaannya. Meski nyatanya, kami meman
bertambah ketika hadirnya Tia dalam rahimku, di usia pernikahan kami yang ke empat tahun. Penantian yang cuk
Sekaligus menghentikan usaha keluarga mas Danan
ranya parau. Segera kulepas helm serta jaket hujan. Dan menaruhnya sembarang. Tak lupa ku te
erlari ke kamar. Tia berlari menghambur ke dalam peluka
ama ajak. Di luar juga hujan. Cup sayang." Kuangkat tubu
s, lalu kembali membuang muka. Mena
uskannya pelan. Kutinggalkan suamiku ke da
ya kuhamparkan karpet busa bergambar Masha and the bear. Awalnya Tia menolak, memeluk leherku begitu
g menirukan gerakan tanganku. Memotong
nang terdengar. Ku Kecilkan kompor, lantas me
a sesekali waktu ia merajuk, jika ba
berjongkok. Tangan mas Danang terulur meraih pundakku. Dengan segenap tenaga, aku berdiri setela