Bukan Pernikahan Impian
kabumi untuk menghadiri acara pinangan saudara sepupunya, Marini Naisha. Tangan gadis itu dengan cekatan memasukkan pakaian yang hendak dipakai pada acara spesial sepupunya itu. Setelah memas
Neneknya serta Marini karena sudah tiga tahun
li lipat dari Ziya yang tak lain adal
ar dengan mata yang menahan kantuk. Sang Ibu merasa bersalah karena telah mengganggu waktu istirahat putrinya, tetapi wanita yang hany
an tangan yang mengusap air ma
api ibu ingin menyampaikan kalau
akan pergi bersama ke desa Cisande yang merupakan tempat kelahiran sang Ibu. Namun, saat ini dia mendegar langsung jika sang Ibu memerintahkan dirinya per
rangkat lusa. tidak papa, ya, kamu berangkat duluan? Sampaikan
ikannya malam ini juga." Ziya tak
rut Ibu disampaikan sekarang lebih baik. Ibu harap kamu mengerti." Naditya mengusap pund
wang langit-langit kamar berwarna putih. Ada banyak pertanyaan di kepala gadis itu mengenai perkataan sang Ibu,
emudianan, berjalan pelan keluar kamar menuju kamar kecil untuk berwudu. Wajahnya terlihat lebih segar setelah air meny
kota yang banyak sejarah islam di sana. Gadis ceria penyuka sejarah itu senang mengunjungi tempat-tempat bersejarah. Baginya sejarah adalah napas kehidupan karena me
isiatif untuk berangkat lebih pagi dengan menggunakan bus jadwal terpagi. Setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal wanita berpakaian tunik biru muda dengan ce
" tanya Nataprawirya yang
mbil duduk di depan ayahnya
enggak papa kan pergi duluan?" Nataprawirya memastikan putr
sendiri, jadi enggak perlu khawati
at ke putrinya. Dia senang karena Ziya tidak bertanya lebih lanjut masalah apa yang sedang dihadapi ayahnya. Naditya memberi kode dengan m
ami menyusul. Jaga dirimu baik-baik." Nat
aanmu untuk bekal di jalan. Dimakan, ya, Saya
urusan kalian udah selesai." Tak lupa
khawatir, sehingga dia berpura-pura untuk tidak mempermasalahkan hal yang disembunyikan kedua orang tuanya. Ziya berusaha untuk ber
membawanya menuju terminal Pulogadung. Dia juga sudah mengabari
arena dirinya terbiasa melakukan perjalanan menapaki jejak sejarah. Ziya tidak sabar ingin berjumpa dengan kakek dan nenek serta Marini. Dia juga penasaran dengan calon s
ajah polos anak-anak didiknya di PAUD Ceria. Namun,Ziya juga butuh relaksasi untuk mengisi energ
m, Dek," sapa Z
Ziya sudah di jalan?" ta
rminal Sukabumi." Ziya menjawab sambil memandang ke l
, kumaha atuh?" Suara marini terdengar tidak enak h
engan acara lamaranmu." Ziya menanggapi dengan santai. Dia sudah terbiasa melakukan p
au sudah sampai termin
eh. Teteh baik-baik aja." Ziya ber
Cisande. Kedatangan Ziya ke Sukabumi disambut dengan gerimis yang perlahan menjadi hujan deras disertai angin yang cukup kencang. Ziya berlari mencari tempat
embali pesan itu terkirim. Dia menunggu hujan reda, tetapi langit masih terus menumpahkan kesedihannya. Sudah satu jam Ziya menunggu, tetapi hujan masi
pakah ada ojek d
h deras hujannya." tanya pria itu sambil
ak bisa antar?" Ziya berharap pria
ng. Jalann
a tak bisa menunggu lebih lama lagi, dia khawatir kak
pi yang tersisa setengah itu. Ziya mengucap syukur dalam hati. Dia pun tersenyum senang. Jarak dari te
ai menuju pintu masuk desa jalanan semakin licin dengan terlihat orang-orang yang putar b
Mang." Suara pengend
dia tidak mungkin melanjutkan perjalanan dengan ojek. Ziya m
uhun, ya
ke terminal aja? Masih huj
a jalan kaki sembari mencari jalan lain sia
Ojek itu pun pergi meninggalkan Zi
dilewati dengan berjalan kaki. Ziya pun senang mendengar informasi itu. Setelah mengucapkan terima kasih, dia melanjutkan perjalanan sesuai arahan warga tersebut. Dia menelusuri jalan yang licin karena air hujan sambi
ing karena jalanan menurun. Kakinya terkilir. Dia berusaha bangkit meskipun badan terutama kakinya terasa sakit. Koper yang dipegangnya pun iku