Bismillah, Aku Ikhlas
di pasar. Membeli kebutuhan semua
lham gajihan, sebagian besar uangnya kugu
arga kami yang tanggung. Hingga aku tidak b
emuanya. Mulai dari keperluan depan rumah, dalam rum
? Bagaimana de
-coba saat belanja bulanan meninggalkan beberapa keperluan
eramahiku dari alif sampai ya' yang membua
, namun putra dari ibu mertuaku itu adalah anak yang sangat berbakti. Katanya, dia tidak tega berpisah dari kedua orang tuanya, dan
ai guru honorer di salah satu sekolahan SMP, lumayan besar. Tapi tetap saja, ibu mertuaku itu tid
tahu harus selalu ikhlas, tapi
aketanku sudah habis," ucap Ni
ke arahnya. "Bukannya kemarin baru Mbak beliin ya,
ikhlas banget kasih uang ke aku.
malah n
ya malah boros kek gini. Mana sebentar lagi mau ujian, habis itu mau kuliah. Kamu pi
tidak seperti ini padanya. Tapi, sikapnya yang terlalu foya-f
langsung memutar badan masuk ke dalam kamar. Sementara
rjalan menuju pasar yang let
mua keperluan, hingga entah berapa ja
i, sambil menenteng barang
ibu mertua menyambut
gar depan, langsung mengham
t penasaran, kali ini kesalahan a
k berdiri mengha
ak
asa amat s
u ini telah mendaratkan telap
aduh kesakitan. "
enar tajam menatapku. Sudah macam maca
rahi Nindi, ya! Dasar w
ak
ak
menjadi sasara
ga panas itu merambat ke hatiku. Ya Allah ... hidupku sudah begitu menderi
a bisa menunduk pas
i itu kepada Nindi!" bentak ibu m
uk di sofa itu tersenyum puas ke arahku. Pasti, dia
kamu,
gepal, aku s
nta maaflah kepada Ni
a?
i? Kembali kulirik gadis remaja it
ua lagi namun aku masih
kali tidak menghargaiku? Apa mereka meneri
keturunan! Kini malah berani sombong! Cepat! Minta maaf pada Nindi!" Kembali, wanita yang sedang berdiri di hadapan
ghampiri Nindi yang ma
u, Nin," uc
remaja itu kembali berlagak. "Apa??
langsung mendon
u! Mau, tangan Mama meluncur
u," ucapku lagi sedikit berteriak aga
i yang semakin membuatku terbakar emosi. Ana
ua kembali berteriak padaku. Ia memerintahku
bali berucap dengan nada lebih tinggi