Sayang, Beri Aku Kesempatan Lagi!
Penulis:JODY ORTEGA
GenreRomantis
Sayang, Beri Aku Kesempatan Lagi!
Tamara menatap Aryani dengan kaget dan berpikir, 'Apa Nenek benar-benar mengetahui segalanya?'
Wanita tua itu menarik Tamara untuk duduk di sampingnya dan berusaha meyakinkannya. "Jangan khawatir, Sayang. Jika dia keluar larut malam lagi, aku akan mematahkan kakinya! Aku pasti akan menghukumnya."
Bahu Tamara langsung merosot. Ternyata Aryani membicarakan hal lain, bukan tentang perceraian mereka.
Saat Aryani melihat ekspresi Satya yang sedingin es, dia lalu bertanya dengan marah, "Kenapa kamu menatap Tamara seperti itu? Apa kamu marah karena aku menyuruhmu untuk mengajaknya makan malam di sini?"
Setelah menahan sikap dinginnya, Satya menjawab dengan suara lembut yang tidak seperti biasanya, "Mana mungkin aku berani?"
"Hmph! Apa yang tidak berani kamu lakukan, hah? Kamu itu semakin tua, kenapa aku masih belum punya cicit? Jika kamu tidak mau mengecewakanku, berikan aku cicit."
Begitu Aryani bergerak untuk berdiri, Tamara buru-buru membantunya.
Satya cemberut dan melirik Tamara.
Sebelum mereka tiba, pelayan sudah meletakkan berbagai hidangan di atas meja.
Aryani berjalan menuju meja dengan dibantu Tamara, lalu dia berkata, "Ayo kita makan. Jika dia tidak mau, dia bisa pergi dan tidak datang lagi ke sini kelak."
Satya mengatupkan bibir menjadi garis tipis. Dia tidak mengatakan apa-apa saat duduk di hadapan mereka.
Aryani begitu antusias mengisi piring Tamara dengan makanan. Seolah-olah Tamara adalah cucunya sendiri dan Satya-lah cucu menantunya.
Segera saja, dia dan Tamara mulai makan.
Sementara itu, Satya diabaikan. Setelah makan beberapa suap, dia menoleh pada Aryani dan bertanya, "Nenek, kenapa tiba-tiba Nenek ingin bertemu kami?"
"Sudah lama sejak kalian datang mengunjungiku." Begitu matanya tertuju pada Satya, Aryani kembali teringat bahwa cucunya itu telah memperlakukan Tamara dengan buruk dan ini membuatnya kesal. "Pertanyaan macam apa itu? Apa aku tidak boleh meminta kalian datang ke sini untuk menemaniku? Aku hampir selalu sendirian di rumah karena kakekmu sering melakukan perjalanan bisnis."
Satya kembali terdiam. Akhirnya, dia terus makan dan tidak mengatakan apa-apa lagi. Namun, itu sudah terlambat. Aryani sudah terlalu lelah untuk menenangkan diri. Dia membanting tangannya ke atas meja dan memarahi, "Apa aku harus mengingatkanmu setiap saat bahwa Tamara adalah istrimu, hah? Kamu harus mengurusnya, bukannya wanita jalang yang selalu kamu kunjungi di rumah sakit! Apa kamu tidak tahu bahwa tindakanmu itu bisa membuat malu Keluarga Pranata?"
Satya merengut dan memprotes, "Nenek, Brigitta sudah menyelamatkan nyawaku."
"Menyelamatkan nyawamu? Siapa pun yang memiliki mata dapat melihat bahwa itu adalah bagian dari rencananya."
Satya menatap Tamara dengan amat dingin. Tamara tersenyum datar. Dia tahu apa yang sedang berkecamuk di benak Satya saat ini. Satya pasti menyalahkannya, berpikir bahwa dialah yang memberi tahu Aryani tentang itu.
Dulu, Tamara selalu khawatir bahwa Satya akan salah paham padanya.
Akan tetapi, sekarang dia tidak peduli lagi.
"Berhenti menatap Tamara seperti itu! Bukan dia yang memberitahuku! Kamu selalu pergi ke rumah sakit dan jarang pulang. Apa kamu benar-benar mengira aku tidak akan tahu?"
Bibir Satya terkatup rapat dan dia diam saja. Aryani memarahinya sepanjang makan malam dan dia bahkan tidak mencoba memperhalus kata-katanya. Namun, entah kenapa Tamara merasakan kegembiraan yang aneh di dalam dirinya, seakan Aryani membantunya melepaskan amarahnya.
Setelah mengobrol sebentar dengan Aryani, Tamara dan Satya kemudian keluar rumah bersama. Saat ini, Tamara sedang dilanda dilema. Nenek masih belum tahu bahwa mereka telah berpisah, jadi mereka harus pergi dengan mobil yang sama. Akan tetapi, dia hanya ingin berinteraksi dengan Satya seperlunya. Perjalanan menuju rumah Keluarga Pranata sudah sangat menyebalkan.
Satya juga berhenti dan tidak bergerak untuk beberapa saat. Ini membuat Aryani berteriak, "Satya, bukakan pintu mobil untuk istrimu! Ya ampun, kamu sama sekali bukan pria terhormat!"