Sayang, Beri Aku Kesempatan Lagi!
Penulis:JODY ORTEGA
GenreRomantis
Sayang, Beri Aku Kesempatan Lagi!
Jika Tamara tidak salah, dia ingat bahwa Satya melempar jam tangan itu ke lantai karena tidak menyukainya. Saat itu, Tamara mencoba memasang kembali jam tangan itu menggunakan lem. Meskipun jam tangan itu tidak berfungsi lagi, dia ragu untuk membuangnya.
Ketika Satya merasakan tatapan Tamara padanya, dia berbalik untuk melilhat Tamara yang dingin dan tak peduli. Dia merengut dan melempar jam tangan itu ke atas meja rias.
"Kenapa kamu meninggalkan sampah ini di sini? Memang kamu pikir rumahku ini apa? Tempat sampah?"
Tamara hanya mengangkat bahu dan menjawab, "Jika kamu mau, buang saja jam tangan itu." Kemudian, dia berjalan melewati Satya untuk mencari kalungnya.
Mata Satya terbelalak kaget. Dia mengira jam tangan itu penting bagi Tamara, jadi kenapa Tamara setuju begitu saja untuk membuangnya?
Sepertinya kecurigaannya memang benar. Tamara benar-benar berubah. Jika tidak, wanita ini tidak akan berkencan dengan pria lain.
Wajahnya berkerut marah dan dia berseru, "Tamara! Kamu langsung setuju untuk bercerai denganku karena kamu sudah menemukan pasangan baru. Apa aku benar?"
Sekali lagi, Tamara hanya mengangkat bahu dan menjawab, "Jika itu yang kamu pikirkan, terserah saja."
Setelah mengatakan itu, Tamara segera pergi ke meja rias, membuka laci dan mengeluarkan sebuah kotak kalung. Meskipun dia dan Satya berjarak dekat, dia terus mengabaikannya. Sekarang dia telah menemukan apa yang dia cari, jadi dia berbalik untuk pergi.
Akan tetapi, Satya tiba-tiba meraih pergelangan tangannya, tampak marah. "Beraninya kamu kembali ke sini dan pergi sesukamu?"
Tamara mencoba menarik lengannya, tetapi tidak berhasil. Dia menatapnya dengan kesal dan berkata melalui gigi yang terkatup, "Apa-apaan ini?"
Kenapa pria ini tiba-tiba begitu tidak masuk akal? Sikapnya tidak berubah-ubah seperti ini sebelumnya.
Satya mempererat cengkeramannya dan berkata, "Nenek ingin bertemu denganmu, jadi kamu akan pulang bersamaku malam ini."
Tamara mengerutkan kening dan menatapnya seolah-olah sedang menatap orang yang kurang pintar. "Apa kamu salah minum obat? Tidak, aku tidak mau! Ajak saja Brigitta bersamamu!"
Amarah Satya bertambah karena penolakan Tamara yang terang-terangan. "Apa kamu tidak mendengarku? Aku bilang Nenek ingin bertemu denganmu! Jika bukan karena beliau, tentu saja aku tidak ingin berduaan denganmu."
Tamara mencibir dan berkata, "Sebelumnya setiap kali Nenek memintaku untuk mengunjunginya, kamu selalu mencari alasan agar kami tidak bertemu. Kenapa kamu tidak mencari alasan saja daripada memaksaku untuk ikut denganmu?"
"Apa kamu lupa semua yang telah Nenek lakukan untukmu?"
Tamara mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Selama tiga tahun terakhir, Nenek adalah satu-satunya anggota Keluarga Pranata yang baik dan peduli dengannya. Itu karena Nenek kasihan padanya, yang harus menghadapi sikap acuh tak acuh Satya setiap hari.
Nenek memperlakukannya seolah-olah dia adalah cucu kandungnya. Itulah sebabnya Tamara tidak bisa menolak ketika menyangkut Nenek.
"Tamara, apa kamu akan mengabaikan permintaannya? Aku tidak tahu bahwa kamu begitu tidak berperasaan. Apa menurutmu beliau tak lagi berguna untukmu sekarang? Itukah sebabnya kamu mengabaikannya?"
"Aku bukan orang seperti itu!" bentak Tamara.
Satya mendengus, lalu berkata, "Kalau begitu, ikut aku."
Tamara merasa bertentangan saat dia naik ke mobil Satya. Dia tahu bahwa Nenek selalu mencemaskan pernikahan mereka.
Dia mendesah karena frustasi dan menutup matanya. Seandainya saja dia tidak bersikeras untuk menikah ....
Di rumah Keluarga Pranata, begitu mereka memasuki ruang tamu, terdengar suara antusias menyambut mereka. "Ah, cucu menantu perempuanku yang cantik sudah datang! Tamara, sini, duduk di sebelahku! Aku sudah menantikanmu. Aku sangat senang akhirnya kamu ada di sini."
Bulu mata Tamara bergetar saat dia memaksa dirinya untuk tersenyum. "Nenek, maafkan aku. Aku .…"
Aryani Patrisius menepuk punggung tangannya. Bibir wanita tua itu tersenyum ramah ketika dia berkata, "Kamu tidak perlu memberitahuku. Aku tahu segalanya."
Mata Tamara melebar dan dia menatap Aryani dengan bingung. "Nenek ... Nenek tahu segalanya?"
Akan tetapi, jika Aryani benar-benar tahu tentang perceraian mereka, dia tidak akan begitu tenang saat berbicara dengannya. Satya juga tampak kaget saat menatap neneknya.
Aryani meliriknya sebelum kembali menatap Tamara dan berkata, "Dengar ya, tidak mungkin pengantin yang kupilih untuknya bukan yang terbaik. Dialah yang tidak tahu bagaimana menghargaimu!"