Menaklukkan Duda Dingin
panci ke dalam cangkir. Sama sekali tidak ada penyesalan
"Tidak ada satu orang pun yang bisa men
sebuah kursi di dekat jendela. Dari situ, ia dapat melihat salju t
lam ini akan a
ngembalikan kedamaian. Namun, semakin banyak salju yang turun, semakin jauh ta
... mampukah
menggeleng cepat. Tidak seharusnya baya
an perempuan itu? Di
li mengangkat cangkir. Namun, belum semp
sebelum meletakkan cangkir di pinggir jendela. Setelah mengetuk-ngetu
erutunya sambil membuka pintu. Tanpa berpiki
in saat melihat tidak ada yang berdiri di pinggir jal
edipan tegas, ia menoleh ke kanan. Sedetik kemudian, ekspresi datarnya beruba
n senter ke dalam saku. Secepat kilat, ia m
yang dingin pun diam. Tak ingin dituduh sebagai pembunuh, sang pria bergegas me
dekat pemanas. Kini ia dapat melihat betapa birunya bibir wani
a? N
kesadaran. Merasa putus asa, Tuan Dingin pun berdecak kesal. "Tidak
sarung tangan Amber. Sambil meremas jemari pucat
u dicap sebagai pembunuh! Salahmu sendiri
Napasnya bahkan hampir tidak terdeteksi. Tak ingin
a melakukannya. Jangan menyalahka
selimut dari sofa. Sembari membentang kain tebal itu, ia menangkup punggung Amber dengan tubuhnya. S
*
k kaca pemanas. Mendapati pemandangan yang tidak biasa itu, ia pun ter
telah berkedip-kedip cepat, barulah ia mendesah l
itu pula, kain yang menutupi tubuhnya tersingkap. Dalam sekejap, keceriaan di wa
guk. Tak mendapati apa yang ia cari, Amber spontan
ntingnya terdengar hingga ke ruang depan. Mengetahui keberadaan "sang pelaku", Amber p
r. Rasa syukur yang sempat tumbuh mendadak lenyap. Yang ter
berair. "Aku mengerti sekarang. Pantas saja kau membiarkanku kedinginan di luar san
ntak mengernyit. "Kau tidak tahu terima kasih, rupanya.
gkeram baju laki-laki yang jauh lebih tinggi darinya
nggikan dagu. "Berhentilah mengada-ada
bergetar. "Bukankah buktinya sudah jel
lau aku menyingkirkan pakaianmu? Bukankah kau ingin selama
hipotermia semalam. Satu-satunya cara untuk menyelamatkanmu adalah dengan berbagi kehangatan .
itu?" sela Amber sambil mendongakkan wajah. Tangannya
kira aku tertarik padamu?" Sembari menggeleng, pria itu menyipitkan mata. "S
s dari mulut Amber. "Kot
masih suci. Aku tahu, perempuan sepertimu
a, Amber kembali meruncingkan telunjuk. "Jaga mulutmu! Aku bukan perempua
ah, Tuan Dingin membalas tatapan Amber ding
l yang tidak melakukan itu ketika bersama perem
an geraham, ia mendorong pundak Amber hingga tersudut di salah satu din
saja aku tahu kau seberisik ini, aku pas
an ekspresi kesalnya. Dengan agak ter
oten," gumam wanita itu
ala Amber. Menyaksikan tindakan spontan itu, sang wanita spontan memekik
suara rendah yang membuat Amber bergidik ngeri. "Kau
pintu dibanting dari arah depan. Mengetahui Tuan Dingin tidak lagi bersamanya, sang wanita la