Menaklukkan Duda Dingin
sambil berusaha bangkit dari timbunan salju. Hi
ah payah, ia melangkah menuju aspal. "Berhenti kalian! Jangan membu
dikejarnya sudah berputar arah. Dua pria yang tadi melemparn
dj
k sekencang-kencangnya. "Dasar penipu! Aku membayar mahal untuk dianta
nghilang di kejauhan. Ia sadar, tidak ada gunanya memekik ata
percaya pada mereka,"
seorang pun di sekitarnya. Yang ada hanyalah bayangan pohon pi
ngin yang berembus telah menghantarkan dingin hingga ke tulan
annya tadi. Dua detik kemudian, wanita itu tiba-tiba menghela napas tak percaya. Sama
rkan mata. Ia berpikir telah menemukan secercah harapan
pun rumah warga. Apa mungkin ... ada orang yang hi
gan sekitar. Yakin bahwa tidak ada ba
r hangat. "Orang di rumah itu pasti mau membantuku." Dengan penuh percaya
lega. Sambil terus menggosok tangan, ia memperhatikan
duk." Setelah mengembuskan napas cepat, Amber meng
anita itu kembali mengetuk. "Pe
erdengar. Keheningan itu membuat kekesalan Amber bang
gilanku? Ck, aku bisa membeku kalau terus menunggu di luar sini," geru
etengah panik. Tangannya yang terasa kaku tak henti-henti membentur papan t
rbuka. Mendapati celah untuk masuk, sen
an tegap menghalangi jalan. Sambil menghunuskan tatapan ding
mati wajah laki-laki brewok dengan rambut cokelat tak terurus itu. Tidak ada ekspr
m gemuruh napasnya. "Nama saya Amber dan saya bukan orang jahat. Saya datang ke negara ini untuk bertemu dengan Adam Sm
katkan kepalanya kepada Amber. "Kutanya se
, sang wanita sontak bergidik ngeri. Sambil me
di samping pintu. Setengah tulisannya tertutupi salju. "Baca itu dan pergilah
k percaya. "Aku hanya ingin meminta bantuan. Kenapa dia
yang menghalangi tulisan. "Menjauhlah jika tidak ingin
aja? Aku justru bisa membeku kalau menjauh dari pondok ini," gumam Amber se
ayar. Sekarang, tolonglah aku agar tidak mati kedinginan di sini," seru Amber, mengabaika
ebelum ia melewati ambang pintu, seember air tiba-tiba menampar wajahnya. Dalam sekejap, wanita itu meme
pa kau menyiramku?"
emudian, ia menutup pintu rapat-rapat. Pemilik pondok itu sama sekali tidak
mulai memukul dan menendang pintu. "Kalau kau ingin membunuhku, kenapa kau
saja nanti! Kau akan menyesal kalau sampai aku mati di sini. Orang tuaku tidak
mber yang terisi penuh. Tak ingin mendapat guyuran kedua, Amber bergeg
kh
gkan air di atas kepalanya. "Pergilah
k Amber sambil menyingkirkan butiran air
k dan menutup pintu. Menyaksikan sikap dingin pria itu, napas Amb
gkit berdiri. "Kenapa harus psikopat itu yang tinggal di sini? Kenapa
ejaknya tadi. "Aku tidak boleh putus asa. Pasti ada orang lain
untuk bergerak. Meski napasnya terasa semakin berat, ia terus be