Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
“Gue suka sama lo. Gue mau lo jadi cewek gue!”
Cewek di hadapan Irvan saat ini hanya menatapnya datar. Benar-benar tidak ada ekspresi yang terlihat dari wajah cantiknya, juga kedua mata hitam pekatnya. Irvan sendiri tidak tahu harus bersikap bagaimana sekarang. Dia sudah memerhatikan cewek ini sejak tahun pertama mereka bersekolah, dan sampai sekarang, ketika mereka sudah duduk di bangku kelas tiga dan sebentar lagi akan menjadi siswa SMA, Irvan baru mengumpulkan keberanian untuk menyatakan perasaannya.
“Sorry, gue nggak tertarik untuk jadi cewek lo karena gue nggak suka sama lo.”
Jawaban itu membuat Irvan terpaku. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuh. Kepalanya tertunduk. Matanya menatap tajam aspal di bawahnya. Sesekali, peluh itu mengalir di pelipis menuju rahangnya. Dadanya bergemuruh. Ralat, sejak awal dadanya memang bergemuruh. Hanya saja, di awal tadi karena gugup, tapi kali ini karena malu dan sedikit kesal akibat ditolak.
Sialan!
Irvan mengutuk cewek itu di dalam hati. Apa yang salah padanya? Tidak, tidak ada yang salah pada dirinya. He’s a good looking guy, he’s a smart guy, he’s a popular guy! There’s nothing wrong with him. It should be... her! Yang salah adalah... cewek itu. Cewek itu menolak pernyataan cintanya? Pernyataan cinta seorang Irvan? Irvan yang selalu dikejar-kejar oleh para cewek?!
This is bullshit! This is nonsense!
Setelah mengatakan jawabannya, cewek berkepang setengah ke belakang itu membungkuk sedikit dan pergi dari hadapan Irvan. Irvan sendiri tidak berusaha mencegah. Rahang cowok itu mengeras dan kepalan tangannya semakin menguat hingga buku-buku tangannya memutih. Bahkan, tanpa Irvan sadari, telapak tangannya mulai sedikit mengeluarkan darah akibat tertancap kuku tangannya.
“Cewek sialan,” bisik Irvan tajam. Kepalanya kini terangkat. Matanya menatap dingin punggung cewek yang sudah menolaknya barusan. Cewek itu kini terlihat berbicara dengan seorang cowok dan keduanya pergi mengendarai sebuah motor. “Cewek sialan!”
Dalam hati, Irvan bersumpah. Dia akan menunjukkan pada cewek itu bahwa keputusannya untuk menolak pernyataan cintanya barusan adalah kesalahan terbesar. Irvan akan membuktikan pada cewek itu bahwa dia sudah kehilangan sebuah kesempatan besar untuk menjalin sebuah hubungan dengan seorang cowok populer seperti dirinya.
“You’ll regret this, you silly girl!”
###
Present, 2018
“Korban ke berapa barusan?”
Irvan menoleh dan tertawa. Cowok itu mengibaskan sebelah tangan dan kembali menyesap kopi susunya.
“Dua puluh lima dalam sebulan ini.”
Carvian menatap Irvan ngeri dan menggeleng. “Nggak takut karma?”
“Why should i? Cewek-cewek itu yang mau sama gue, kok. Mereka yang dekatin gue, nyatain cinta ke gue, dan gue hanya memberikan persyaratan.”
“What? You have some condition for them?”
Irvan menjentikkan jari dan mengangguk mantap. “Jelas! Lo pikir, gue nggak tau kemauan mereka apa?”
“Siapa tau ada cewek yang benar-benar tulus sayang sama lo, Van,” sahut Carvian kalem. “Nggak semua cewek sama.”
“Yang jelas, cewek-cewek itu punya tujuan yang sama. Mereka dekatin gue karena gue ini tampan, karena gue ini berduit. Intinya, buat dipamerin. Terus, kalau gue lengah, mereka bakal bikin kecelakaan. Ujung-ujungnya, gue bakalan terpaksa nikahin mereka, karena mereka cuma mau ngejar uang gue doang.”
Carvian mendesah panjang dan memijat pelipisnya. Cowok itu hanya tersenyum simpul dan menepuk pundak Irvan beberapa kali.
“Look,” kata Carvian dengan nada simpatik. “Gue tau sejarah lo jadi kayak gini. Tapi, cewek yang nolak lo dulu di zaman SMP bukan cewek matre. Jadi, lo nggak punya hak dan alasan untuk judge semua cewek di luar sana hanya menginginkan cowok yang tampan dan berduit doang. Cewek yang nolak lo dulu sama semua mantan lo ini bahkan nggak punya kemiripan sama sekali dari sisi sifat.”
“But still, gue nggak percaya sama yang namanya cewek! Gue mendekati dan memacari semua cewek-cewek itu hanya untuk membuktikan ke cewek sialan yang udah nolak gue itu, bahwa dia udah bikin kesalahan besar dengan menolak pernyataan cinta gue! Bahwa gue ini bisa mendapatkan cewek mana pun yang gue mau dan bisa membuang mereka kapan pun gue inginkan! Dan karena beberapa mantan gue terbukti hanya mengejar uang gue aja, maka gue yakin semua cewek sama aja!”
Carvian lagi-lagi mendesah dan mengangkat bahu tak acuh. Cowok itu mengambil ponsel dan membaca entah apa. Kemudian, senyumnya merekah. Dia menjentikkan jari di depan wajah Irvan, menarik perhatian sahabatnya itu.
“What?”
“Andini ngajak main nanti sepulang kantor. Ikut?”
Irvan nampak berpikir dan akhirnya mengangguk. “Boleh. Cewek lo suka ngambekkan kalau nggak diikutin kemauannya. Gue ogah jadi sasaran ceramahnya dia.”
Carvian hanya menanggapinya dengan tawa.
###
“Lo sayang beneran sama Carvian, Din?”
Pertanyaan Irvan itu membuat Andini menoleh dan mengerutkan kening. Dia mengambil sebuah kentang goreng, mengolesinya dengan saus sambal, lalu menyuapi kentang goreng itu ke mulut Irvan. Carvian sendiri sedang mengantri untuk membeli es krim atas perintah Andini.
“Pertanyaan bodoh macam apaan, tuh? Apa perlu lo tanya lagi?”
Irvan mengangkat bahu tak acuh sambil mengunyah kentang goreng yang baru saja disuapi oleh Andini. “Siapa tau gitu, lo hanya manfaatin Carvian karena dia ganteng dan mapan.”
Andini tertawa dan menggeleng. Dia meminum es lemonnya dan menopang dagu dengan sebelah tangan. “Kenapa? Lo mikirnya semua cewek itu matre dan hanya mengutamakan tampang?”
“Who knows,” jawab Irvan kalem, tapi sanggup membuat Andini berdecak bete dan menyentil kening sahabatnya tersebut.
Sejak pertama mengenal Irvan, Andini tahu kalau Irvan tidak benar-benar ingin mempermainkan hati para cewek yang mendekatinya. Dia tahu sejarah Irvan menjadi seorang playboy dari Carvian, sang pacar. Carvian dan Irvan sudah saling mengenal sejak tahun pertama kuliah dan bersahabat, karena itu, Carvian menceritakan semua hal mengenai Irvan pada Andini, saat keduanya resmi berpacaran dan atas persetujuan Irvan sendiri.
Kalau boleh berkata jujur, Irvan adalah salah satu sahabat terbaik yang Andini kenal. Cowok itu baik hati, tidak pelit, perhatian, peduli pada teman-temannya. Bahkan menurut pengakuan Carvian dan Irvan sendiri, Andini adalah satu-satunya teman cewek Irvan yang sangat dijaga oleh cowok itu. Irvan tidak akan membiarkan orang lain mengganggu Andini. Dan Carvian bersyukur karena Irvan tidak menyamakan Andini dengan cewek-cewek lain yang Irvan anggap matre dan tidak tahu diri.
“Udah saatnya lo berdamai sama masa lalu lo sendiri, Van,” kata Andini. Cewek itu lantas tersenyum lebar saat Carvian kembali membawakan es krim vanilla kesukaannya. Carvian mengusap kepala Andini lembut dan kembali menyantap makanannya sendiri. “Gue rasa, ada alasan dibalik penolakan cewek di zaman SMP lo itu.”
“Alasan? Mungkin karena cowok yang jalan sama dia waktu itu lebih tampan dibanding gue! Juga, karena cowok itu naik motor sport, makanya tuh cewek lebih memilih dia. Tipe cewek matre dan hanya mengandalkan tampang, isn’t she?”
Andini menarik napas panjang dan menjambak rambut Irvan, hingga cowok itu mengaduh dan membalas Andini dengan cara mencubit pipinya.
“Apa yang lo liat, belum tentu itu kebenarannya. Semua hal selalu memiliki kebenaran yang tersembunyi, loh.” Andini menyuapi Carvian dan Irvan dengan es krim miliknya. “For example... siapa tau, dia nolak lo karena sahabatnya ternyata naksir sama lo?”
“Hah?”
Carvian mengacungkan sendok di tangannya ke udara dan sambil mengunyah, dia berkata, “Bisa jadi! Kenapa gue nggak kepikiran, ya?”
“Cewek itu ada dua tipe. Ada yang memendam, ada yang maju tanpa mikirin malu. Nah, mungkin sahabat cewek yang nolak lo itu tipe pemalu. Dia hanya bisa menyukai lo dari jauh, cerita ke si cewek yang nolak lo ini dan akhirnya mutusin untuk nggak menerima pernyataan cinta lo, karena nggak mau sahabatnya bersedih.”
“Kenapa juga dia harus repot-repot ngelakuin hal itu? Yang gue suka itu dia, bukan sahabatnya. Terserah gue mau jadian sama siapa. Seandainya asumsi lo benar, seharusnya sahabatnya tuh cewek bisa menerima dengan hati lapang kalau tuh cewek jadian sama gue.”
“Mungkin cewek itu termasuk tipe orang yang memikirkan dan mementingkan perasaan orang lain ketimbang dirinya sendiri,” sahut Carvian kalem. “By the way, gue bahkan nggak pernah tau siapa nama nih cewek. Lo hanya bercerita tanpa menyebutkan nama.”
“Am i?” tanya Irvan ragu. Carvian dan Andini mengangguk sebagai jawaban. “Hmm... namanya Aulia Serenity.”
“Hah?!”
Carvian dan Irvan sama-sama menoleh saat mendengar seruan Andini. Cewek itu mengerjap dan membiarkan sendok es krimnya mengudara tanpa sempat dia masukkan ke dalam mulut. Wajah dan tatapan kaget Andini membuat Irvan mengangkat satu alis dan bersedekap.