Cinta yang Tersulut Kembali
Balas Dendam Manis Sang Ratu Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Mantan Istri Genius yang Diidamkan Dunia
Jangan Main-Main Dengan Dia
Gairah Liar Pembantu Lugu
Cinta di Jalur Cepat
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Sang Pemuas
Suara desahan yang seharusnya terdengar merdu menjadi begitu menyakitkan di telinga wanita yang kini bersembunyi di dalam lemari kayu berukuran besar. Bulir bening membasahi pipi chubby yang dihiasi oleh bintik-bintik cokelat hingga batang hidung. Kedua tangan membekap erat bibir yang sejak tadi bergetar menahan suara tangis yang ingin keluar.
Pujian dan rayuan yang dilontarkan oleh sepasang pezina itu semakin menyesakkan dadanya. Ia marah, sehingga mata abu-abu gelap itu dikelilingi sklera yang memerah. Kali ini ia membuktikan sendiri gunjingan tetangga tentang pria yang telah dinikahinya sepuluh tahun lalu.
Pada awalnya wanita bertubuh gempal itu tidak percaya dengan bisik-bisik tetangga yang mengatakan sang Suami berselingkuh. Ia beranggapan mereka hanya iri dengan rumah tangga yang dibina selalu tenang tanpa masalah berarti. Meski selama sepuluh tahun, belum dikaruniai buah hati.
“Kau jauh lebih menggairahkan dibandingkan istri gendutku, Sherly,” puji pria yang masih tenggelam dalam kesenangan sesaat.
“Tentu saja, Mark. Mana bisa istrimu bercinta dengan beragam pose sepertiku,” balas perempuan berambut pirang.
Leona, wanita yang masih berada di dalam lemari, menutup rapat telinga ketika mendengar percakapan kedua insan tersebut. Kakinya semakin ditekuk sehingga menambah sesak di dada. Keringat mulai mengalir deras seiringan dengan air mata. Hati yang terasa panas, menambah panas suhu tubuhnya yang berada di tempat pengap itu.
“Kalau tidak percaya, kau buktikan saja sendiri. Suamimu itu sering membawa perempuan berambut pirang ke rumah ketika kau pergi.” Kalimat yang dilontarkan tetangga kembali terngiang di telinga Leona.
Setelah berpikir keras, ia menyusun rencana agar bisa membuktikan perkataan mereka. Leona berbohong kepada Mark dengan mengatakan akan pergi ke Netherville untuk menemui sahabatnya. Perangkap yang dirancang berhasil, pria itu membawa perempuan selingkuhannya ke rumah.
Leona kembali meratapi apa yang telah dilihat saat ini. Pengorbanannya selama sepuluh tahun menjadi sia-sia. Masih segar dalam ingatan bagaimana ia meninggalkan keluarga, karena memutuskan untuk menikah dengan pria biasa yang bukan berasal dari kalangan bangsawan. Ya, wanita itu keturunan bangsawan terpandang di daerah Outville.
Dulu Mark memuji kecantikan Leona yang katanya seperti Lady Diana, namun sekarang ia justru mengolok sang Istri di hadapan selingkuhan. Kenyataan ini benar-benar menyakitkan, menghadirkan perih yang teramat sangat di hati perempuan berhati lembut tersebut.
“Mau ke mana?” Mark kembali bersuara.
Leona kembali mendekatkan telinga ke pintu lemari, agar bisa mendengar lebih jelas.
“Pulang, Honey. Aku tidak mau istrimu tiba dan melihat keberadaanku di sini,” sahut perempuan yang bersama dengan Mark.
Mark berdecak pelan menarik lagi wanita bertubuh ramping itu, sehingga terduduk di atas pangkuan.
“Dia akan kembali nanti sore. Masih empat jam lagi.” Mark menyeringai sambil membelai rambut pirang wanita selingkuhannya.
“Bagaimana jika dia kembali sekarang?”
“Biarkan saja. Aku akan menceraikannya, agar bisa menikah denganmu.”
Wanita yang masih bersembunyi di dalam lemari itu semakin mengeratkan genggaman tangan. Napasnya menjadi sesak ketika bayangan perceraian hinggap di pikiran.
“Benarkah?”
“Tentu! Aku akan membuktikannya padamu.”
Tubuh Leona semakin terbakar mendengar perkataan suaminya. Ia sudah tidak tahan lagi. Setelah menarik napas dalam-dalam, tangannya bergerak mendorong pintu lemari sehingga membuat kedua insan itu terperanjat.
“Sebelum hal itu terjadi. Akulah yang akan menceraikanmu, Mark!!” tegas Leona setelah berhasil berdiri tegak.
Dia berusaha menjaga keseimbangan ketika kaki terasa keram akibat terlalu lama ditekuk. Leona tidak ingin terlihat lemah di hadapan pengkhianat yang telah dinikahinya bertahun-tahun.
“Sekarang keluar dari rumahku!!” usir Leona mengacungkan jari telunjuk ke arah pintu keluar.
Perempuan berambut pirang tersebut langsung masuk ke dalam selimut, lantas menutupi tubuhnya. Sementara Mark mendengkus setelah berhasil mengendalikan diri. Tawa singkat keluar dari sela bibir tipis berwarna keunguan itu.
“Rumahmu??!! Apa kau lupa rumah ini sudah menjadi milikku?!” sergah Mark pantang kalah.
Mata abu-abu itu terpejam erat ketika ingat telah setuju untuk mengalihkan kepemilikan rumah menjadi nama Mark Sinclair. Meski pada awalnya rumah ini milik Leona, tapi ia sudah menghibahkannya kepada pria itu.
“Jadi siapa yang harus angkat kaki dari sini?” Mark tersenyum penuh kemenangan seraya merangkul bahu selingkuhannya.
Semburat merah terpancar dari paras Leona saat menahan amarah. Sebagai wanita berpendidikan, ia tahu persis tak akan bisa mengambil lagi rumah tersebut meski melewati jalur hukum. Kebodohan yang diperbuat, mengakibatkan dirinya harus angkat kaki dari kediaman yang dibeli dengan jerih payah sendiri.
Mark berdiri ketika Leona masih bergeming di tempat. Pria itu mengeluarkan seluruh pakaian istrinya dari dalam lemari, lantas dilemparkan asal ke lantai. Tak lama kemudian sebuah koper berukuran jumbo telah teronggok di atas tumpukan pakaian.
“Sampai jumpa di pengadilan nanti, Leona,” ujar Mark setelahnya, “aku beri kau waktu satu jam untuk pergi dari rumah ini. Jangan pernah tunjukkan wajah jelekmu lagi kepadaku! Aku sudah muak denganmu.”
Napas Leona semakin menderu keluar dari hidung dan bibir bersamaan. Tatapan mata abu-abu miliknya tampak tajam melihat perempuan berambut pirang yang tersenyum pongah.
“Aku bersumpah, kau akan menyesali ini semua, Mark!” Dia melempar telunjuk ke tempat perempuan jalang itu tidur. “Wanita itu hanya ingin hartamu yang sebenarnya milikku!!”
“Aku bersumpah tidak akan pernah menerimamu lagi, meski kau merangkak dan memohon agar aku kembali suatu saat nanti,” sambungnya berusaha menegarkan diri meski di dalamnya sangat rapuh.
***
Suara klakson mobil terdengar bersahut-sahutan di kota yang tidak pernah tidur. Asap kendaraan mulai menyesakkan pernapasan, membuat Leona terbatuk sesekali. Otot kaki mulai lelah berjalan menyusuri jalan besar yang masih ramai. Keringat berkucuran di kening hingga leher, hingga membasahi gaun bermotif bunga yang dikenakan.
Ke manakah ia akan pergi sekarang? Sebentar lagi langit mulai gelap. Leona butuh tempat untuk berteduh dan beristirahat. Hanya Mark yang dimilikinya di sini. Rumah yang ditinggalkan tiga jam yang lalu adalah tempat tujuan satu-satunya. Tapi, kini ia tak bisa lagi kembali ke sana.