/0/22562/coverorgin.jpg?v=79ad4da2ee8b4c1948bdf5f78f4c2217&imageMogr2/format/webp)
Bara terbangun di pukul tiga dini hari ini, dinginnya malam akibat hujan diluar sana yang menyisakan gerimis, buat heningnya malam semakin kelam. Ada senyum tipis yang terukir di ujung bibir tipisnya, saat ia menyadari ada tangan seorang wanita yang melingkar di perut berototnya.
Perlahan Bara singkirkan tangan putih Helena dari tubuhnya, lalu beringsut turun dari pembaringan, tersenyum lagi saat ia lihat tubuh polos kekasihnya. Selimut yang mereka gunakan berdua, tersingkap saat Bara bangkit dari pembaringan. Helana nampak begitu nyenyak dan lelah.
Bagaimana tak lelah, ini hari ketiga mereka keluar kota bersama, menginap dan tidur di kamar hotel yang sama. Setelah urusan pekerjaan dan meeting panjang yang melelahkan, tetap membuat keduanya mengakhiri malam dengan percintaan tanpa jeda.
Ini malam terakhir mereka, besok sore sudah harus terbang kembali ke Jakarta, mengeksekusi proyek yang mereka dapatkan.
Jangan ditanya bagaimana Ganasnya Bara memperlakukan Helena tadi diatas ranjang. Sedikit sentuhan alkohol yang ia tenggak tadi di meeting terakhir, buat libidonya dua kali lipat terbakar panas.
“Ampun, Mas, udah dong.” Keluh Helena, saat Bara tak henti menghentaknya dari belakang, bahkan tubuh bagian depan Helena sudah tersungkur diatas kasur, sebab deraan kenikmatan yang diberikan Bara di tubuhnya. Namun seperti biasa, Bara bak bagai kuda jantan, ia tak ingin berhenti sebelum waktunya. Tak ada belas kasihan untuk Helena bila menyangkut tentang seks yang Bara inginkan.
“Akkkhhhh, Mas udah ampun.” Lalu lolongan kenikmatan birahi itu lolos lagi dari kerongkongan Helena yang sudah parau.
Bara tersenyum lagi, melihat wajah polos kekasihnya. Ia kecupi sebentar hidung bangir itu lalu masuk ke kamar mandi.
Bara ambil sebatang nikotin yang ada diatas nakas dekat jendela, ia hisap sebatang cerutu itu setelah membuka jendela kamar. Terasa hawa dingin langsung menguar kedalam kamar, menyapa tubuh telanjang Bara yang nampak mempesona dengan otot-otot yang menyembul. Ah, otot-otot itu yang membuat Selena tergila-gila padanya, selain permainan ranjang mereka tentunya.
Apa yang Helena cari dari Bara yang secara ekonomi jauh dibawahnya? Seks liar. Itu yang Helena suka dan Bara memperlakukannya demikian.
Saat batang nikotin itu sudah berubah jadi puntung rokok, Bara tergelitik untuk mengecek ponsel hitam mahalnya. Hadiah ulang tahun yang ketiga puluh satu dari Helena tiga bulan lalu.
Ia nyalakan benda pipih itu. mengamati sebentar kemudian matanya tertuju pada banyak panggilan tak terjawab dari Abelia, istrinya. Bahkan nomor itu terakhir terlihat melakukan panggilan tak terjawab sekitar pukul sebelas malam. Itu berarti saat Bara dan Helena masih sibuk di ranjang, saling memuaskan birahi dengan hebatnya.
Hanya panggilan saja, tak ada pesan yang dikirim wanita dua puluh lima tahun itu padanya.
Rupanya selain panggilan tak terjawab dari Abel, juga ada dua panggilan tak terjawab dari nomor mamanya.
Ada apa gerangan? Hingga Abel begitu berani melakukan panggilan hingga lebih dari sepuluh kali. Padahal Bara telah mengingatkan, bila dirinya sedang keluar kota, jangan sering ditelepon, kecuali masalah penting. dan ini Abel menelponnya lebih dari sepuluh kali. Benak Bara bertanya-tanya. Saat ia ingin melakukan panggilan balik ke nomor Abel, Helena menggeliat, bangun dan memanggil namanya.
“Mas Bara.” Suara serak Helena menimbulkan denyut gairah di tubuh pria berkulit coklat ini.
“Disini, Sayang.” Bara mendekati Helena yang nampak mencari-carinya. Segera ia naik dan berbaring tepat di sebelah kanan keponakan bosnya ini. kadang Bara heran mengapa harus bertemu Helena setelah menikah dengan Abelia tiga tahun lamanya. Dan rasa tergila-gila janda tanpa anak ini padanya yang jelas-jelas hanya bawahan pamannya. Sebegitu lucu takdir ini. bertemu cinta yang menggila setelah salah jodoh dengan orang yang tak dicintai. Cintakah, atau hanya nafsu?
“Habis, ngapain?” Helena menyusupkan kepala di dada bidang prianya ini.”
“Habis ngerokok.” Bara kecupi pucuk kepala Helena, menghirup dalam-dalam wangi shampo yang menguar dari rambut sebahu yang diwarnai coklat itu.
“Jangan sering-sering.”
“Heem.”
Kemudian jemari Helena kembali bermain di dada bidang itu, matanya terpejam, tubuhnya rasanya sudah remuk, namun intinya berdenyut lagi, sebab ia melihat Bara belum mengenakan pakaian sama sekali.
Sikap penyayang dan perhatian yang Helena dapatkan dari Bara, buatnya terlena dan nekat mengacaukan hubungan rumah tangga pria itu dengan istrinya. Pengakuan Bara yang mengucapkan bila tak ada cinta antara dirinya dan Abel, buat Helena semakin nekat. Tubuh yang terjaga, kemapuan handal mengendalikan dan menyelesaikan proyek-proyek yang mangkrak oleh pak Subroto, buat Helena benar-benar terpikat pada suami wanita lain ini.
Perhatian yang Helena tak pernah dapatkan di pernikahan pertamanya dengan Dipta Sancaka. Kesibukan Dipta mengembangkan usaha peninggalan ayahnya dan merawat ibunya yang lumpuh, buat Helena merasa tak mendapatkan perhatian yang cukup. Padahal mereka menjalin kasih hampir dua tahun lamanya, sebelum memutuskan menikah. Dipta pun telah jujur tentang keadaan ibunya saat itu, namun Helena yang terbiasa dilayani di rumah pamannya, buatnya enggan hidup bersama mertuanya. Padahal Dipta tak memintanya mengurus ibu, sebab ada suster yang khusu merawat mama Tika.
Jadilah Dipta harus bolak balik antara rumah mereka dan rumah ibunya. Kadang bila kelelahan Dipta izin untuk tidur di rumah ibunya, meski jaraknya tak jauh, namun Helena enggan menyusul.
/0/7024/coverorgin.jpg?v=3234eabe099f7923082edff3b74b6f3e&imageMogr2/format/webp)
/0/5959/coverorgin.jpg?v=543782c8ea248f792ca58290f3555fb4&imageMogr2/format/webp)
/0/16886/coverorgin.jpg?v=c9265175ed17d54078e183f1c3216577&imageMogr2/format/webp)
/0/4318/coverorgin.jpg?v=a16a7f280a121aa972c6f257b844ac5a&imageMogr2/format/webp)
/0/19315/coverorgin.jpg?v=1dbd347670cb3efe93492a8db385e9c5&imageMogr2/format/webp)
/0/21439/coverorgin.jpg?v=34fe76f7c3b6c89a5af84a8e8cda66af&imageMogr2/format/webp)
/0/16258/coverorgin.jpg?v=7d03e8c868292722ba2e6392be6dbf8a&imageMogr2/format/webp)
/0/16064/coverorgin.jpg?v=4e9d8eb5b180ddd8b9edfd662ecef4f9&imageMogr2/format/webp)
/0/6492/coverorgin.jpg?v=4cc7c7dc9bd4738c9b4f30b0849b2100&imageMogr2/format/webp)
/0/23632/coverorgin.jpg?v=3fb3baaf4ff0ba49123aa2f609ec1354&imageMogr2/format/webp)
/0/16241/coverorgin.jpg?v=efcd6636640b700e7268f224990290a9&imageMogr2/format/webp)
/0/17014/coverorgin.jpg?v=1d98bce93c1c3b71e0890adca4a8cbe0&imageMogr2/format/webp)
/0/4406/coverorgin.jpg?v=58c06b9e512d4cbaa7ff6f716c071fa7&imageMogr2/format/webp)
/0/27378/coverorgin.jpg?v=1a1a84f9f9876692cd0f9e93745463c7&imageMogr2/format/webp)
/0/21862/coverorgin.jpg?v=a88c5225604ec327987d04c83aae65b5&imageMogr2/format/webp)
/0/3570/coverorgin.jpg?v=d5742184555360c3885488556c45dfc7&imageMogr2/format/webp)
/0/17073/coverorgin.jpg?v=e07f203525618a6f8d7e40b58e3f2b5b&imageMogr2/format/webp)