Malam itu, Aruna diundang oleh keluarga calon suaminya untuk makan malam di sebuah restoran mewah. Aruna mengira ini adalah kesempatan untuk membicarakan persiapan pernikahan yang rencananya akan berlangsung bulan depan. Namun, malam itu berubah menjadi mimpi buruk ketika keluarga calon suaminya, terutama calon ibu mertuanya, mengumumkan pembatalan pernikahan. Alasannya? Mereka memilih wanita lain yang dianggap lebih "sepadan" dengan keluarga mereka. Terluka dan merasa harga dirinya diinjak, Aruna menerima lamaran dari seorang duda kaya raya bernama Reza, seorang pria dari masa lalunya yang ternyata adalah cinta pertamanya. Namun, keputusan ini membawa Aruna ke dalam intrik baru yang penuh drama, cinta, dan pengkhianatan.
Restoran itu berada di lantai tertinggi sebuah hotel mewah, dengan jendela besar yang memperlihatkan panorama kota yang gemerlap di bawah cahaya malam. Meja panjang berlapis kain putih dihiasi lilin kecil dan bunga mawar merah yang tertata rapi di tengahnya. Aruna duduk dengan senyum tegang di kursinya, mengenakan gaun sederhana namun elegan yang dipilih dengan hati-hati.
Di hadapannya, keluarga Adrian, termasuk orang tuanya yang selalu terlihat angkuh, sedang menikmati makanan pembuka. Adrian duduk di sampingnya, sesekali tersenyum canggung setiap kali mata mereka bertemu. Aruna merasa ada sesuatu yang aneh malam itu, tapi ia menepis perasaan itu.
"Jadi, Aruna," suara Ibu Adrian memecah keheningan, dengan nada yang terdengar terlalu sopan hingga terasa menusuk. "Bagaimana persiapan pernikahan? Apakah kamu sudah memutuskan tema dekorasinya?"
Aruna tersenyum kecil. "Saya sudah berdiskusi dengan Adrian, Tante. Kami ingin tema yang sederhana tapi elegan, mungkin dengan dominasi warna putih dan emas."
"Oh, begitu," gumam Ibu Adrian sambil melirik ke arah suaminya. "Adrian, kamu setuju dengan tema itu?"
Adrian hanya mengangguk singkat tanpa berkata apa-apa. Aruna merasa sedikit janggal, tetapi ia mencoba berpikir positif.
Setelah hidangan utama tiba, keheningan mulai terasa semakin berat. Suara dentingan sendok dan garpu seolah menjadi latar belakang dari kegelisahan yang tak terucapkan.
"Aruna," suara Ibu Adrian terdengar lagi, kali ini lebih tegas. "Kami perlu membicarakan sesuatu yang penting denganmu."
Aruna menghentikan gerakan tangannya yang sedang memotong daging di piringnya. "Apa itu, Tante?" tanyanya dengan sopan, meskipun hatinya mulai berdegup lebih kencang.
Wanita itu menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. "Kami telah mempertimbangkan ini dengan sangat hati-hati. Setelah diskusi panjang, kami merasa pernikahan ini tidak bisa dilanjutkan."
Kata-kata itu seperti petir di siang bolong. Aruna terdiam, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Ia menatap Adrian, berharap pria itu akan menyangkal atau setidaknya memberikan penjelasan. Namun, Adrian hanya menunduk, tidak berani menatap matanya.
"Apa maksud Tante?" Aruna akhirnya bersuara, suaranya bergetar. "Pernikahan ini sudah direncanakan. Undangan hampir dicetak. Mengapa Tante baru mengatakan ini sekarang?"
Ayah Adrian, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Kami hanya ingin yang terbaik untuk keluarga ini, Aruna. Dan setelah mempertimbangkan berbagai hal, kami merasa kamu bukan pasangan yang tepat untuk Adrian."
Aruna tertegun. "Tepat? Apa maksud Om? Apa saya tidak cukup baik?"
Ibu Adrian melipat tangannya di atas meja, suaranya tetap dingin. "Ini bukan tentang kamu secara pribadi, Aruna. Ini tentang masa depan keluarga kami. Kami membutuhkan seseorang yang bisa memberikan kontribusi lebih besar. Kami telah memilih putri salah satu rekan bisnis kami sebagai pasangan yang lebih sesuai untuk Adrian."
"Rekan bisnis?" Aruna mengulang kata-kata itu dengan nada tidak percaya. "Jadi, ini hanya tentang keuntungan?"
"Kami tidak bermaksud menyakitimu," Ibu Adrian berkata, meskipun nadanya sama sekali tidak terdengar tulus. "Tapi kami harus memikirkan kepentingan keluarga kami."
Aruna merasa dunia di sekitarnya runtuh. Seluruh tubuhnya gemetar, bukan hanya karena amarah, tetapi juga karena penghinaan yang baru saja ia terima. Ia menatap Adrian dengan air mata yang menggenang di matanya. "Adrian, katakan sesuatu! Apakah kamu setuju dengan semua ini?"
Adrian akhirnya mengangkat wajahnya, tetapi ekspresinya penuh rasa bersalah. "Maafkan aku, Aruna. Aku tidak punya pilihan. Ibuku sudah memutuskan, dan aku tidak bisa menentangnya."
Aruna tertawa kecil, tawa yang penuh kepahitan. "Jadi, kamu hanya boneka yang tidak bisa melawan ibumu? Apakah kamu pernah benar-benar mencintaiku, Adrian, atau aku hanya bagian dari rencana mereka sejak awal?"
Adrian mencoba meraih tangannya, tetapi Aruna segera menariknya. "Maaf, Aruna," katanya pelan, hampir berbisik.
"Maaf?" Aruna berdiri, suaranya mulai meninggi. "Kalian menghancurkan harga diriku, mempermalukanku di depan umum, dan sekarang kalian hanya mengatakan maaf? Ini yang kalian sebut keluarga terhormat?"
Orang-orang di meja lain mulai melirik ke arah mereka, tetapi Aruna tidak peduli. Ia menatap keluarga itu satu per satu dengan penuh kebencian.
"Aku tidak butuh belas kasihan kalian," katanya sambil mengambil tasnya. "Dan kalian tidak akan pernah mendapatkan pengampunan dariku."
Dengan langkah cepat, Aruna meninggalkan meja itu, meninggalkan Adrian dan keluarganya dalam keheningan yang tegang. Di luar restoran, udara malam yang dingin menyapu wajahnya, tetapi hatinya masih terasa terbakar.
Ia berhenti di tepi jalan, mencoba menahan air matanya. Tapi tangisnya akhirnya pecah, memenuhi malam yang sepi.
Bab 1 Pengkhianatan di Meja Makan
05/12/2024
Bab 2 Langit malam di kota itu tampak mendung
05/12/2024
Bab 3 Kabar tentang pernikahan mendadak
05/12/2024
Bab 4 kebahagiaan mereka ternyata tak berlangsung lama
05/12/2024
Bab 5 Hari-hari berlalu dengan ketegangan yang semakin terasa
05/12/2024
Buku lain oleh Zakiyal Fuad
Selebihnya