/0/28867/coverorgin.jpg?v=7b0e6024e1de511891092aedce1d1655&imageMogr2/format/webp)
Maya duduk di sofa tua di ruang tamu, memandang jendela besar yang terbuka, membiarkan angin malam yang sejuk berhembus masuk. Ia bisa mendengar suara-suara di luar, terdengar samar suara tawa, langkah kaki yang berderap, dan obrolan ringan dari tetangga-tetangganya. Namun, pikirannya melayang jauh. Ia mengamati langit malam yang gelap, seolah mencari sesuatu yang tak bisa dijangkau oleh matanya. Sesuatu yang hilang. Sesuatu yang tidak pernah benar-benar dimilikinya.
Maya menarik napas dalam-dalam dan menatap ponselnya yang tergeletak di meja kecil di sampingnya. Tidak ada pesan, tidak ada panggilan masuk dari suaminya, Rafael. Hal yang biasa. Rafael selalu sibuk dengan pekerjaannya, dan semakin lama, Maya merasa semakin terasing darinya. Pernikahan mereka sudah jauh dari bahagia. Setiap kali mereka berbicara, kata-kata terasa tajam, penuh kebencian. Setiap kali mereka bertemu, rasa takut selalu menggelayuti hatinya.
Tiba-tiba, sesosok bayangan muncul di luar jendela. Maya menoleh. Matahari hampir terbenam, dan cahaya oranye keemasan mulai meredupkan warna-warna dunia. Maya melihat sosok pria yang tampaknya baru pulang dari kerja, berjalan menuju rumah baru yang terletak tepat di sebelah rumahnya. Itu adalah Daniel, tetangga barunya yang beberapa hari sebelumnya baru pindah bersama istrinya. Maya tidak bisa tidak memperhatikan wajahnya yang tampan, senyumnya yang ramah, dan aura tenang yang memancar darinya.
Maya berusaha menahan pikirannya yang mulai mengembara, tetapi entah mengapa, sosok Daniel begitu menarik perhatian. Ia tidak tahu mengapa, tapi ada sesuatu dalam diri pria itu yang membuatnya merasa nyaman, bahkan tanpa sepatah kata pun terucap antara mereka. Mungkin karena Daniel selalu tampak bahagia, tidak seperti suaminya yang temperamental dan cenderung menuntut segalanya darinya.
Beberapa detik kemudian, Maya mendengar suara pintu rumah sebelah terbuka, dan tanpa sengaja, ia melihat Daniel sedang berbicara dengan seorang wanita. Maya menahan napasnya saat melihat mereka berdua berdiri di depan pintu, berbincang dengan tawa ceria yang membuat hati Maya tersentuh. Wanita itu tampak sangat nyaman di samping Daniel, senyum keduanya terlihat begitu tulus. Mereka bercakap-cakap dengan penuh kehangatan, seolah dunia mereka hanya berputar di sekitar mereka berdua.
Maya merasa matanya mulai berkaca-kaca. Ada perasaan yang sulit ia ungkapkan, perasaan yang tiba-tiba menghampirinya begitu saja. Ia teringat bagaimana dulu, ia dan Rafael selalu berjanji akan bahagia, bagaimana Rafael selalu tampak penuh cinta padanya ketika mereka pertama kali menikah. Namun, belakangan, semua itu berubah. Rafael berubah menjadi sosok yang berbeda, sosok yang penuh dengan kemarahan dan kekerasan. Maya merasa hancur setiap kali ia berhadapan dengan suaminya.
Tanpa sadar, Maya terus mengamati Daniel dan wanita itu, merasa aneh melihat bagaimana Daniel begitu lembut dan penuh perhatian. Ia memerhatikan bagaimana Daniel merangkul wanita itu dengan penuh kasih sayang, bagaimana pria itu selalu mampu membuat pasangannya merasa dihargai. Maya merindukan itu-sentuhan lembut, perhatian tulus yang membuatnya merasa dicintai. Sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan.
"Kenapa aku merasa seperti ini?" gumam Maya dalam hati, mencoba mengusir perasaan aneh yang mulai menguasai pikirannya.
Suasana di luar terasa semakin sepi. Maya menunduk, seolah mencoba mengalihkan pandangannya dari Daniel dan wanita itu yang kini sudah masuk ke dalam rumah. Namun, bayangan mereka masih terngiang dalam pikirannya, mengusik setiap sudut hatinya yang terluka. Dengan hati yang kacau, Maya bangkit dari kursinya dan berjalan ke dapur, berusaha menenangkan dirinya.
Saat tangannya membuka kulkas, ia mendengar pintu rumahnya dibuka. Maya menoleh dan melihat Rafael, suaminya yang tampak kelelahan, berjalan masuk tanpa sepatah kata pun. Wajahnya muram, matanya yang tajam seperti selalu mencari kesalahan pada Maya. Maya bisa merasakan ketegangan di udara.
"Mana makan malam?" tanya Rafael dengan suara kasar, melemparkan tasnya ke meja tanpa perhatian.
Maya menelan ludah, berusaha untuk tetap tenang. "Aku sedang menyiapkannya," jawabnya pelan.
/0/21237/coverorgin.jpg?v=7e90218b32918639b2b212e0858d597e&imageMogr2/format/webp)
/0/13727/coverorgin.jpg?v=20250123145551&imageMogr2/format/webp)
/0/17918/coverorgin.jpg?v=20240603151926&imageMogr2/format/webp)
/0/16124/coverorgin.jpg?v=20240206184603&imageMogr2/format/webp)
/0/4844/coverorgin.jpg?v=20250121182755&imageMogr2/format/webp)
/0/17508/coverorgin.jpg?v=e64dde265e4a25fd00a159da54faa650&imageMogr2/format/webp)
/0/24408/coverorgin.jpg?v=d05ad4bc350342e28cb389d6cd17e89d&imageMogr2/format/webp)
/0/6135/coverorgin.jpg?v=20250120175010&imageMogr2/format/webp)
/0/12079/coverorgin.jpg?v=20250323110758&imageMogr2/format/webp)
/0/20480/coverorgin.jpg?v=20250317134611&imageMogr2/format/webp)
/0/4363/coverorgin.jpg?v=20250121182524&imageMogr2/format/webp)
/0/3927/coverorgin.jpg?v=20250122110450&imageMogr2/format/webp)
/0/21185/coverorgin.jpg?v=20250224100239&imageMogr2/format/webp)
/0/3918/coverorgin.jpg?v=20250122110441&imageMogr2/format/webp)
/0/2319/coverorgin.jpg?v=f48cfc372903c56157fecd1b59756e50&imageMogr2/format/webp)
/0/3455/coverorgin.jpg?v=20250122112845&imageMogr2/format/webp)
/0/22378/coverorgin.jpg?v=20250301194324&imageMogr2/format/webp)
/0/10955/coverorgin.jpg?v=69772ca41bef2e53ed297222af23b379&imageMogr2/format/webp)
/0/21350/coverorgin.jpg?v=20250410094436&imageMogr2/format/webp)
/0/13405/coverorgin.jpg?v=20250123145117&imageMogr2/format/webp)