/0/28867/coverorgin.jpg?v=7b0e6024e1de511891092aedce1d1655&imageMogr2/format/webp)
"Nikahi dia demiku Ray ..." Albar terbata mengatakannya pada Rayyen sahabat masa kecilnya, hingga dewasa. Di balik kaca mata itu, dua bola matanya berbinar. Bukan karena ia bahagia. Tetapi menahan tangis kesedihannya. Di sana terlihat Albar yang lemah tak berdaya. Albar yang rapuh. Albar yang tidak mempunyai pendirian lagi. Dan penuh keputus asaan. Padahal dulunya, Albar lelaki yang tangguh, lelaki macho nan maskulin. Bahkan wajahnya yang tampan memesona. Yang dulunya jadi idaman dan dambaan para kaum hawa. Sekarang terlihat semakin tirus dan muram. Tubuhnya tampak ringkih, dan kurus.
Aura wajah dan warna kulitnya pucat pasi. Penyakit mematikan yang kian hari menggerogoti tubuhnya, membuatnya kian terpuruk dan kehilangan jati diri.
Sahabat mana, yang tidak iba. Melihat kondisi buruk sahabatnya kini. Tampaknya Albar begitu tertekan. Rayyen terhenyak mendengar keinginan sahabat karibnya itu. Lama tidak bertemu, sekalinya berjumpa Albar malah mengutarakan keinginan sakral pada dirinya. Bukan tanpa alasan, Rayyen menjadi berpikiran aneh pada Albar. Seperti yang ia kenal Albar kerap mempermainkan hati wanita.
Jangan - jangan Albar melakukan hal buruk pada wanita itu. Hingga ia melimpahkan kesalahannya padaku.
"Apa katamu Al, ucapanmu tidak masuk akal. Kamu sedang tidak bercanda kan?" sahut Rayyen tergugu.
"Tidak Ray, dia wanita yang baik. Aku tak ingin kehilangannya. Namun aku juga tidak rela dia di miliki orang lain. Aku ingin kamu yang menggantikan posisiku. Aku percaya padamu Ray, aku sudah sangat mengenalmu," jelas Albar yakin dan mulai tersedu. Pria ini tak dapat lagi menyembunyikan rasa pilunya. Rasanya takdir begitu pahit. Tidak bisa memiliki meski sudah bisa menggapainya.
"Tapi kenapa Al, kenapa harus aku, apa yang membuatmu tidak bisa mendampinginya?" tanya Rayyen berat juga meragukan.
"Aku, aku, ak - ku ..." terisak. Air mata luruh membanjiri wajah lelaki itu. Ia tidak dapat lagi menahannya. Sedangkan hati Rayyen pun ikut hancur menyaksikan Albar yang sesenggukan. Seolah - olah ia tidak mengenal lagi sahabatnya. Entah kemana Albar yang dulu. Albar sekarang sangatlah berbeda. Tadinya ia bimbang dengan permintaan sahabatnya itu. Tapi ia bisa melihat dengan jelas. Sesakit dan seserius itukah perasaan sahabatnya. Sedalam itukah luka hatinya. Dan secinta itukah Albar pada wanita yang tak pernah di kenalkan padanya. Dan kini Albar memintanya untuk menikahinya.
"Kenapa Al, ada apa denganmu, apa yang terjadi padamu?" desak Rayyen sembari menahan salivanya.
'"Aku sakit Ray, aku tidak bisa mendampinginya. Dan umurku hanya tinggal beberapa bulan lagi", sahut Albar dengan tangis yang semakin menjadi. Mendengar pengakuan sahabatnya, hati Rayyen rasanya luluh lantak. Ia tidak percaya kalau Albar sebentar lagi di takdirkan harus, pergi meninggalkan dunia ini. "Bagaimana bisa Al, bagaimana bisa ini terjadi padamu? Tidak! Aku tidak percaya dengan semua ini. Kamu adalah lelaki yang kuat, sahabatku Albar adalah lelaki yang tangguh," Rayyen berusaha mengelak. "Kamu bohong Al ..." tuding Rayyen lagi.
"Ti - tid - tidak! Aku tidak berbohong Ray, percayalah ..." Albar menggenggam kedua tangan Rayyen terisak. "Selama ini aku terus menjalani pengobatan. Aku berusaha untuk sembuh. Demi keluargaku, dan demi wanita yang ku cintai. Tapi ..." jelas Albar terputus sembari menunduk. "Tapi dokter mengatakan tidak ada harapan", sambungnya masih dengan tangis yang menggebu.
/0/22532/coverorgin.jpg?v=e66aef6c2174b42a1b1c5f5202e3b305&imageMogr2/format/webp)
/0/4315/coverorgin.jpg?v=20250121182503&imageMogr2/format/webp)
/0/19449/coverorgin.jpg?v=20240830165710&imageMogr2/format/webp)
/0/17367/coverorgin.jpg?v=20240707100133&imageMogr2/format/webp)
/0/5575/coverorgin.jpg?v=20250121171551&imageMogr2/format/webp)
/0/26696/coverorgin.jpg?v=20251106130625&imageMogr2/format/webp)
/0/4193/coverorgin.jpg?v=7015db8782cda68d196a0c4fe63039f5&imageMogr2/format/webp)
/0/17534/coverorgin.jpg?v=20240419170158&imageMogr2/format/webp)
/0/17924/coverorgin.jpg?v=076d5a12ad453e264fe263be9d64a4cb&imageMogr2/format/webp)
/0/23335/coverorgin.jpg?v=20250729150735&imageMogr2/format/webp)
/0/28201/coverorgin.jpg?v=d70806dc01d394b2e9ba7a60eac795f4&imageMogr2/format/webp)
/0/19807/coverorgin.jpg?v=20241030112538&imageMogr2/format/webp)
/0/5356/coverorgin.jpg?v=ffda3a761434a6526b416ab99b2fbf53&imageMogr2/format/webp)
/0/10098/coverorgin.jpg?v=20250122182539&imageMogr2/format/webp)
/0/16080/coverorgin.jpg?v=20240306140844&imageMogr2/format/webp)
/0/17691/coverorgin.jpg?v=20240328170551&imageMogr2/format/webp)
/0/12672/coverorgin.jpg?v=20250122183404&imageMogr2/format/webp)
/0/12697/coverorgin.jpg?v=20250122183415&imageMogr2/format/webp)