Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Sang Pemuas
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
“Menikahlah dengan Sean.”
Seketika tubuhku menegang, kala mendengar permintaan terakhir Ayahku yang saat ini sedang kritis.
Tidak! Itu tidak mungkin!
Mana Bisa aku menikah dengan Kak Sean. Sementara pria itu sendiri ....
“Tapi, Pih ... Kak Sean kan, sudah mau menikah dengan Kak Audy.”
Aku mencoba menolak, seraya melirik dua orang yang kusebutkan tadi, di kaki tempat tidur Papiku.
Itulah kenapa, aku bilang ini gak mungkin, karena aku gak mungkin merusak pernikahan mereka, kan?
“Me ... menikahlah, ber ... sam ... a..sam ... a,”
Namun, Papi masih bersikukuh, meski kini Papi mulai terbata dalam berucap.
Terlihat sekali kalau dia sedang menahan kesakitan yang luar biasa. Membuat aku makin gusar melihatnya.
“Ta-tapi, Pih. Itu ... itu ....” Aku pun jadi bingung sendiri sekarang. Antara menolak permintaan Papi atau menurutnya.
Aku tak mau mengecewakan Papi. Tetapi ... aku juga tak mungkin menuruti kemauan Papi itu.
Karena itu tak mungkin! Benarkan?
Menikah muda bukanlah impianku sejak dulu. Apalagi sampai menjadi istri kedua.
Itu mimpi buruk!
Namun, bagaimana dengan papi? Aku benar-benar tak ingin mengecewakannya.
Tuhan, aku harus bagaimana?
“Me ... reka ... su-dah ... set-tuju.” Papi kembali berucap dengan susah payah.
Apa katanya? Mereka sudah setuju? Bagaimana mungkin?
Apa mereka sudah gila?
“Tapi—”
“Pa..pi mo..hon.” Papi pun berusaha menyela ucapanku. Membuat aku bingung untuk melanjutkan penolakanku lagi.
Tuhan ... harus bagaimana ini?
Aku gak mau jadi istri kedua!
Saat aku masih bingung dengan permintaan Papi. Kak Audy tiba-tiba menepuk bahuku pelan, meminta atensiku.
“Aku rela di madu kok, Ra,” ucapnya kemudian, dengan mimik wajah yang tidak terbaca.
Benarkah? tapi kenapa?
“Tapi, Kak. Aku ... aku gak mau jadi orang ketiga di antara kalian,” jawabku dengan jujur.
Tentu saja aku harus menolak. Karena aku mengenal kedua orang itu, dan menyayangi mereka seperti keluargaku sendiri. Jadi ... mana mungkin aku tega menghancurkan kebahagiaan mereka.
Namun, Kak Audy terlihat menggeleng dan tersenyum menenangkan.
“Ayahmu sudah seperti ayahku sendiri, Ra. Dan bagiku, membahagiakannya adalah salah satu keinginanku dalam hidup ini. Jadi, kalau memang Paman Theo ingin kita menjadi madu. Aku gak keberatan sama sekali.”