/0/16821/coverorgin.jpg?v=12a7363d56d48ac65197b270d1e45d7e&imageMogr2/format/webp)
"Dicukupin, Bun." Mario memberikan bukti transfer uang gajinya kepada Dona - Istrinya - yang selalu mengangguk dan tersenyum mendapat uang masuk setiap bulannya.
"Ok, Yah," ia mengambil ponsel miliknya dan mengecek melalui m-banking.
"Kacau, Bun. Nggak ada naik gaji tahun ini!"
"Nggak pa-pa, sabar, yang penting uang sekolah anak-anak bisa kebayar, 'kan?" Dona beranjak menyiapkan makan malam suaminya.
Ketiga anaknya sibuk di kamar masing-masing, yang tertua bernama Sakura, yang kedua Dimas dan yang ketiga Akasia.
Anak pertama dan terakhir punya nama pohon. Terdengar aneh, tapi punya arti bagus. Dona yang ngotot memberi nama itu. Suaminya ambil andil saat kelahiran Dimas. Akasia paling kecil, sekolah dasar kelas dua beranjak kelas tiga, yang tertua enam belas mau tujuh belas tahun, yang kedua lima belas tahun. Semua lahir secara normal dan bukan di rumah sakit. Tapi di bidan. Bidan turun temurun keluarga Dona alias ibundanya sendiri. Nenek dari ketiga putra putrinya. Selain Gratis, Dona juga mendapat fasilitas mewah di klinik milik ibundanya itu. Jelas, dong.
"Masak apa kamu, Bun?" tanya Mario saat menuju ke meja makan.
"Ayam penyet, Yah. Anak-anak udah makan kok, aku juga udah."
"Bener kamu udah?" tatapan Mario penuh telisik. Dona mengangguk sambil tersenyum.
Flashback dua jam sebelum.
"Punya Akas itu ayam pahanya, Abang ...!" rengek Akasia kepada Dimas yang tak sengaja mengambil ayam bagian paha bawah. Dimas memindahkan ayam itu ke atas piring Akas. Ia mengganti dengan mengambil ayam bagian paha atas.
"Kalau Abang makan ini, boleh?" tunjuk Dimas ke ayam yang sudah ia pegang. Akasia mengangguk. Dimas melirik ke piring kakak perempuannya.
"Diet lo. Makan nasi segitu, sama sayur doang. Udah kurus juga!" tegur Dimas sewot.
"Berisik!" jawab Sakura cuek.
Dona membawa satu mangkuk sop sayur dan ia letakan di tengah meja makan.
"Sayurnya di makan, yes ...." ucap Dona. Sakura mengambil sendok dan memasukan tiga sendok makan sop sayur itu ke piringnya. Berganti Dimas dan terakhir Akasia yang cuma mau makan wortel dan kuah saja.
"Bunda nggak makan?" tanya Sakura.
"Udah tadi. Makan ya kalian. Terus kerjain PRnya, ada 'kan?" Dona menatap satu persatu anak-anaknya. Dua anaknya mengangguk, kecuali si bungsu yang diam.
"Akas," tanya Dona.
"Udah selesai, Bun. Tadi dikerjain pas Bunda lagi ke rumah depan," jawab Akasia. Dona terkekeh dan mengusap rambut putra kecilnya itu.
Dona tersenyum melihat ketiga anaknya makan dengan lahap. Ia melirik ke satu potong ayam bagian dada yang besar. Hanya itu yang tersisa. Ia meneguk ludah dan menyingkirkan piring berisi ayam.
"Ini buat Ayah ya, kalian udah, 'kan?" Dona beranjak dan memasukan piring berisi ayam ke dalam lemari penyimpan makanan. Anak-anaknya mengangguk. Tak lama Akasia menyandarkan punggungnya. Ia melirik ke Dona.
"Kenyang?" tanya Dona sambil menyodorkan gelas berisi air putih untuk Akasia.
"Habisin Akas!" tegur Sakura. Akasia menggeleng.
"Udah ... Bunda aja yang habisin nanti." Dona tersenyum. Akasia beranjak untuk mencuci tangan. Sementara Dona menunggu kedua anaknya yang lain selesai makan.
"Sayur sopnya udah, nih?" lirik Dona. Dimas dan Sakura mengangguk.
"Oke. Buat bunda juga, ya." Dona menggeser mangkuk sop sayur yang hanya tersisa beberapa potongan wortel.
"Kita ke kamar ya, Bun .... " Dimas memeluk leher Dona lalu berganti Sakura yang juga memeluk bundanya itu.
"Oke. PR kerjain ya!" Dona kembali mengingatkan.
"Ya ...." jawab Sakura santai. Dona menatap piring bekas makan Sakura dan Dimas. Ia terkekeh. Dimas mirip dirinya, makan tak bersisa dan rapi. Hanya tulang ayam yang tak mungkin di telan. Sedangkan Sakura mirip suaminya, suka menyisakan makanan.
"Hajarrr ...." lirih Dona sambil memakan sisa makanan anak-anaknya.
Flash back end.
Dona duduk menatap suaminya yang makan dengan lahap juga. Setelah selesai, ia mencuci piring dan mengelap meja makan. Ia berjalan ke kulkas dan menyiapkan bahan makanan untuk esok sarapan pagi.
***
Dona membaca grup sekolah anak terakhir. Kehebohan terjadi karena membahas study tour. Hasil keputusan sekolah, mereka akan berkunjung ke taman binatang terbesar di puncak. Dan masing-masing anak membayar tujuh ratus enam puluh lima ribu. Belum dengan pendamping.
Keributan di grup kembali terjadi karena membahas tentang seragam anak dan pendamping juga. Jika Dona mentotal semuanya berjumlah satu juta dua ratus sekian ... sekian ... sekian.
/0/3642/coverorgin.jpg?v=cc050d64012014a6e78df5ec921939c7&imageMogr2/format/webp)
/0/15173/coverorgin.jpg?v=a9a20710abd302d07eff1d765f370709&imageMogr2/format/webp)
/0/16114/coverorgin.jpg?v=20240206184600&imageMogr2/format/webp)
/0/17278/coverorgin.jpg?v=dceaf4fa2492b2376c7808278a469974&imageMogr2/format/webp)
/0/17367/coverorgin.jpg?v=909647909d0e9d97dbec4136afd21463&imageMogr2/format/webp)
/0/17322/coverorgin.jpg?v=20240328170545&imageMogr2/format/webp)
/0/17603/coverorgin.jpg?v=22f9e7b9109b69420d0dfb85e235b19e&imageMogr2/format/webp)