Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
"Mama plese," pinta Jason dengan lirih. Suaranya sudah mulai habis setelah menghabiskan jutaan detiknya untuk berteriak minta tolong dengan sia-sia.
Jason menatap kearah semburat cahaya tipis yang berusaha masuk kedalam lubang kecil yang ada di ruangan gelap ini. jason menyimpulkan jika ia telah berada di ruangan menyedihkan ini selama satu malam. Dan selama satu malam ini pula Jason berteriak berusaha meminta belas kasih dari wanita jahat yang masih Jason anggap sebagai ibunya. Kini mata sayu Jason semakin menutup, menandakan jika ia sudah hampir menyerah.
Jason memejamkan matanya sembari menikmati rasa sakit yang mengakar diperutnya. Kini tangan miliknya sudah berubah menjadi warna merah akibat berusaha menutupi luka diperutnya yang terkuak sangat besar. Jason tidak bisa memastikan siapa yang sedang dalam perjalanan untuk menjemputnya, mobil ambulance atau malaikat maut.
Mata Jason yang tadinya tertutup rapat seketika terbelalak, saat melihat cahaya yang dari tadi tipis kini mulai membesar, suara hentakan yang berusaha mendobrak jendela ruangan milik Jason membuat Jason kaget. Ternyata bukan mobil ambulance atau malaikat maut yang menjemputnya. Tetapi malaikat penolong.
***
“Papa! Gak bisa gitu dong Pa!” Clarabelle tersentak kaget saat Papanya memberitahukan bahwa Ia akan dijodohkan oleh laki – laki pilihan Papanya. Air matanya mengalir lamat – lamat dipipi sambil membayangkan kehancuran hubungan yang telah Ia bangun bersama Ellgar selama hampir 5 tahun. Bukan sampai disitu saja, kemungkinan – kemungkinan buruk yang menurutnya akan terjadi pasca menikah melayang – layang diotaknya. Hidup bersama dengan orang asing yang tak pernah mengenal dirinya merupakan kejutan terburuk yang pernah terjadi sepanjang hidupnya. Lututnya melemas dan hatinya berharap jika ini hanyalah mimpi. Namun Ia sangat membenci fakta jika ternyata ini bukanlah mimpi. “Clarabelle udah punya pacar Pa,” Clarabelle merengek lirih pada Papanya.
“Okay, coba ajak pacar kamu bicara. Jika Ia mau menikahi kamu dalam waktu satu bulan ini. Papa akan mempertimbangkan pacar kamu juga.” Papa Clarabelle memberikan tawaran.
Clarabelle menghitung persentase kemungkinan – kemungkinan yang bisa terjadi setelah Papanya memberikan tawaran. Bibirnya semakin mengerucut setelah menyadari perjodohan ini dibatalkan memiliki presentase yang sangat kecil. Namun tetap saja Clarabelle tidak menyerah. Secepat kilat Ia menelpon Ellgar dan mengajak bertemu. Clarabelle menyetir seperti orang kesetanan ketika Ellgar mengiyakan ajakannya. Banyak hal yang perlu Ia luapkan bersama Ellgar.
Gumpalan uap putih panjang berbentuk gelombang yang keluar dari kopinya melayang diudara. Sedari tadi Clarabelle hanya mengamati kopinya tanpa berniat meminumnya. Hatinya sedang gelisah dan mungkin akan sirna ketika Ellgar datang dan duduk dihadapannya.
Wajah Clarabelle berubah menjadi cerah seketika ketika Ia melihat suara mobil Ellgar yang terparkir dihalaman cafe. Dan wajah cerahnya dihiasi oleh senyum ketika Ellgar mencium keningnya dan duduk dihadapannya.
“Kenapa malem-malem gini ngajak ketemu?” Tanya Ellgar.
“Ada hal penting yang mau aku omongin.” Clarabelle mulai membuka cerita.
“Ada apa?” Tanya Ellgar mengerutkan dahinya karena penasaran.
“Aku mau dijodohin?” Wajah Clarabelle yang semula cerah berubah menjadi kelam. Ditambah air mata mengalir memperburuk mimik wajahnya.
“Apa?” Mata Ellgar seketika membulat karena sangat kaget dan tak percaya. “Gimana sama hubungan kita?” Tanya Ellgar dengan nada yang lemas.
“Perjodohannya batal kalo kamu mau nikahin aku bulan ini juga.” Binar mata Clarabelle menunjukkan setitik harapan ditengah keputusasaan yang merata.
“Gak bisa.” Tolak Ellgar dengan suara yang sangat lembut hampir tak terdengar.
“Kenapa? Kamu gak sayang sama aku?” Namun sialnya Clarabelle masih bisa mendengar suara halus Ellgar yang berisi tolakan.
“B-bukan gitu sayang. Tapi nikah itu bukanlah perkara yang main-main. Itu adalah hal yang sakral dan sekali seumur hidup.” Jelas Ellgar.
“Oh, jadi maksud kamu hubungan kita selama 5 tahun cuma main-main, ya?” Clarabelle mulai sensitif.
“Bukan itu maksudku, banyak hal yang perlu disiapin kalo mau nikah.” Ellgar memberi alasan.
“Kita siapin sama-sama. Kita sama-sama udah kerja dan punya gaji cukup buat menunjang finansial kita. Untuk pesta pernikahan Papaku yang mau nanggung semuanya. Apa lagi yang perlu dikhawatirin?” Clarabelle memberikan solusi atas semua rasa dilema yang dirasakan Ellgar.
“Akunya yang belum siap, Aku masih mau S2 dan punya karir yang lebih bagus dari sekarang, “ Pernyataan Ellgar membuat Clarabelle kecewa. Hanya ini satu satunya harapan Clarabelle namun Ellgar mencampakannya.
Clarabelle menarik tasnya dan bangkit. “Terserah kamu deh! Aku tunggu kamu besok pagi dirumah kalo kamu gak mau lihat aku dipelaminan sama orang lain.” Sebelum pergi Clarabelle menghadiahi Ellgar tatapan sinis terbaik yang pernah Ia punya.
***
“Mana pacar kamu?” Tanya Papa Clarabelle sambil membaca koran di sofa ruang keluarga.
“Bentar lagi dateng kok Pa.” Clarabelle berusaha meyakinkan Papanya sembari menelpon Ellgar ratusan kali.
“Kalo pacar kamu gak dateng nanti siang kamu jalan sama laki – laki pilihan Papa ya,” Tawar Papa dan Clarabelle mengiyakan dengan malas.
Matahari yang masih bersembunyi dibalik bukit semakin meninggi dan menampakkan dirinya secara utuh seiring berputarnya jarum jam. Tanpa terasa pagi hari yang sejuk mulai digantikan dengan siang hari yang panas. Clarabelle menengok jam dinding dengan sebal. Jarum pendek mulai mengarah keangka satu namun Ellgar belum juga datang.
Telinga Clarabelle mendengar suara deruan mobil dihalaman depan. Secepat kilat Ia mengecek dan betapa kecewanya Ia saat tahu bahwa itu bukan mobil Ellgar dan bukan Ellgar pula yang keluar dari mobil itu.
“Jason,” Terdengar suara Papa di daun pintu dengan nada yang sangat gembira.
“Assalamualaikum Om,” Sapa Jason sembari mencium tangan Papa Clarabelle dan memberikan senyuman hangat pada Clarabelle. Meski balasan Clarabelle hanya wajah datar tanpa ekspresi.
“Clara sana ganti baju dan pergi bersama Jason.” Suruh Papa.
“T-tapi Pa Ellgar,”
“Kamu udah janji kan tadi," Papa Clarabelle mengingatkan.
Clarabelle masuk kedalam sambil menyeret kakinya pasrah. Ia tidak bisa membantah Papanya lagi karena semua sudah sudah disepakati tadi pagi.
“Jason,” Jason mengulurkan tangannya saat mereka berdua sudah berada didalam mobil.
Namun Clarabelle sama sekali tidak menggubrisnya.
Jason menarik kembali tangannya dan mulai mengemudikan mobilnya. “Mau kemana?” Tanya Jason mengawali percakapan.
“Terserah,” Clara menjawab seadanya.
“Segerra Cafe mau?”
“Gak,”
“Gimana kalo Jet Ski Cafe?”
“ Bosen,”
“Taman Cattleya aja ya,”