/0/16821/coverorgin.jpg?v=12a7363d56d48ac65197b270d1e45d7e&imageMogr2/format/webp)
Jangan baper. Drama Rumah Tangga ini, akan mengajarkan kepada kita, jika cinta tak selamanya akan menyatukan pasangan suami istri. Namun juga tidak berarti segalanya berakhir ketika mahligai indah itu harus kandas.
Percerian memang akan sangat mengganggu mental tumbuh kembangnya, namun jika itu adalah jalan terbaik, kenapa tidak?
Masih banyak hal yang bisa dilakukan untuk menyongsong masa depan yang lebih indah. Anak bukanlah beban dan halangan untuk terus maju demi masa depannya.
*^*
Malam ini Aida sedang teramat galau. Dan yang membuatnya sedikit terpukul adalah respon seorang teman kuliahnya dulu. Seorang wanita yang memang sangat cantik dan pernah menyandang predikat ‘kembang kampus.’ Grup medsos alumni kampus seangkatannya pun heboh dengan apa yang dituliskan temannya itu.
[Gue kenal Fathan, suaminya si Aida. Lumayan cakep orangnya. Wajar aja kalau dia selingkuh. Liat aja selingkuhannya jauh lebih cantik, seksi, ramping gitu. Laki mah emang gitu, kalau liat yang bening langsung main hati. Makanya kalau jadi istri, jadi ibu rumah tangga, rajin-rajin ngerawat diri, biar suami betah dan gak main gila di luar.]
Setelah membaca postingan tersebut, Aida memutuskan keluar dari grup itu. Tak hanya sampai di situ saja, dia bahkan menutup semua akun media sosial miliknya. Aida geram juga malu yang teramat malu terhadap orang-orang di luar sana. Malu aib keluarga kecilnya menjadi bahan perbincangan di luar sana, walau belum terbukti.
Menjelang pukul sepuluh malam, Fathan, suami Aida sampai di rumahnya. Seperti biasa Aida menyambutnya dengan penuh kehangatan walau masih tersisa kecurigaan dalam hati, namun dia berusaha untuk positif thinking.
“Kamu belum tidur, Sayang? Feby sudah tidur?” Fathan menanyakan anak semata wayang mereka yang sedang terlelap di tempat tidurnya yang terpisah.
“Sssst, baru aja lelap, jangan diganggu ya, Pa. Suka rewel kalau keganggu, apalagi dari tadi dia rewel terus kangen Papanya,” balas Aida seraya membuka jas dan dasi yang melilit leher suaminya, lalu menyimpannya di tempat biasa.
Fathan lalu mencium pipi Feby, putrinya dengan sangat hati-hati dan lembut, Aida hanya memandangnya dengan penuh keharuan. Rasanya sangat tidak mungkin suami tercinta yang sebegitu sayang dan perhatian pada anak dan dirinya, tega berbuat serong di belakang, seperti yang menjadi gunjingan teman-temannya.
Tak berselang lama, pasutri itu pun sudah duduk berdua di depan meja makan. Aida duduk berhadap-hadapan dengan suami tercintanya. Di atas piring Aida terdapat nasi putih berukuran mini dengan tempe goreng serta sambal bawang buatan tangannya. Di sebelahnya ada semangkuk sayur asem untuk melengkapi hidangan itstimewa kesukaan suaminya.
Tapi entah mengapa, Aida seperti kehilangan nafsu makannya. Sudah ditepiskan berulang kali namun sedari tadi bayangan itu terus mengganggunya. Dia pun hanya memandangi suaminya yang terlihat begitu lahap menyantap hidangan buatannya. Sebenrnya Aida merasa sangat senang, tapi rasa curiga yang diberkembang minggu-minggu ini, ditambah keanehan suaminya saat ditelpon, mendadak nafsu makannya menghilang.
Saat Fathan belum tiba, Aida sudah siap untuk membicarakan atau sekurang-kurangnya mempertanyakan kebenaran gosip yang beredar tentang dirinya yang sudah beberapa kali terihat jalan mesra dengan gadis-gadis muda. Tapi keraguan itu kembali datang menghadang karena lidahnya mendadak terasa kaku dan kelu saat memandang wajah suaminya yang begitu teduh dan tampan.
Dia tidak mau merusak selera makan suaminya yang sedang sangat lahap dan tampak menikmatinya.
"Ma," ucap Fathan yang membuat Aida sedikit terpranjat.
“I… eh iya, Pa!” Aida menjawab sedikit gelagapan.
"Hehehe, Mama kenapa sih, kok malah terkaget-kaget gitu?" tanya Fathan sedikit heran, pandangannya langsung menangkap sepiring nasi beserta semangkuk sup yang sepertinya belum disentuh sama sekali oleh istrinya.
“Eh, ah.. gak papa, Pa, tadi keinget Feby aja pas nangis dan rewel.” Alasan yang sangat dibuat-buat meluncur tiba-tiba dari mulut Aida.
"Hehehe, kan sekarang udah bobo, Ma. Lagian kenapa nasi dan supnya gak dimakan? Mama belum laper? Apa sedang kepikiran sesuatu?" tanya Fathan sambil tersenyum.
"Eh, eh anu itu. Eh iya Pa, Mama lagi kepikiran sesuatu," jawab Aida masih sedikit gelagapan namun juga merasa mndapat jalan untuk membicarakannya.
“Kepikiran Ricko, Jovan apa Ilham, hehehehe,” canda Fathan sambil terkekeh mengabsen beberapa nama anak kostnya.
“Ih apaan sih, masa mikirin anak orang, Pa!” Aida agak cemberut namun juga sedikit terperanjat. Mengapa suaminya bercanda seperti itu.
"Ya, terus mikirin apa dong? Cerita aja seperti biasa,” tantang Fathan sambil membalik sendok makannya, lalu melipat kedua tangannya dengan rapih. Sorot matanya menatap wajah istrinya yang malam itu tampak mendung dan gelisah namun juga tersipu-sipu.
Aida pun jadi makin grogi dan kepikiran dengan candaan suaminya tentang beberapa anak kostnya. Apakah benar suaminya curiga atau cemburu pada mahasiswa yang sudah hampir setahun kost di tempat mereka. Aida dan semua anak-anak kost memang cukup dekat, termasuk anak kost yang tinggal di kostan Bu Alma tetangga. Baik yang pria maupun wanita. Namun hanya sebatas itu.
Haruskah dia mempertanyakan gosip suaminya itu? Atau lebih baik tidak usah bicara dulu, daripada suaminya justru memperpanjang obrolan dengan kecurigaannnya pada dirinya. Aida tidak ada hubungan apa-apa dengan semua anak kost itu, namun jika dicurigai dan dituduh oleh suaminya, dia pun akan sedikit kehilangan kata-kata untuk membela diri yang kahirnya timbul pertengkaran.
"Eh, ja..jadi begini Pa, anu eh, ta..tadi sore mama baca....."
Tok…tok..tok..
Suara ketukan pada pintu dapur sontak menghentikan ucapan Aida. Mendengar hal itu, Fathan yang posisi duduknya lebih dekat dekat pintu, langsung beranjak dari duduknya.
Tok..tok..tok
“Permisi, Bu Aida,” terdengar suara seorang wanita sesaat setelah mengetuk pintu yang kedua.
“Ya, eh…,” jawab Fathan sesaat setelah membukan pintu dan sedikit tersentak saat melihat siapa yang berdiri di depan pintu.
/0/15568/coverorgin.jpg?v=40d7d9b09aac8bb8daca7351dbf5c6a9&imageMogr2/format/webp)
/0/18344/coverorgin.jpg?v=f026519a1074730498f1b908c513f6b1&imageMogr2/format/webp)
/0/16783/coverorgin.jpg?v=6f5af9220dd74d8a2e32f1388e982978&imageMogr2/format/webp)
/0/5411/coverorgin.jpg?v=26066b1e186cf3a7055c7839dabf3401&imageMogr2/format/webp)
/0/18153/coverorgin.jpg?v=f78fa773721ad8b0372ca9fa8cb631a7&imageMogr2/format/webp)
/0/5215/coverorgin.jpg?v=39958dcbcb0c5b4484b6761a5dcb8525&imageMogr2/format/webp)
/0/20412/coverorgin.jpg?v=2c495306c7fd2f60c3276826592aeffd&imageMogr2/format/webp)
/0/3047/coverorgin.jpg?v=73c715d6159b4899960b1c005f4c0ab6&imageMogr2/format/webp)
/0/5014/coverorgin.jpg?v=3c05b05ac56bbb4cb0181bb382404ae7&imageMogr2/format/webp)
/0/6613/coverorgin.jpg?v=f9a5cfff9b5fc80bc6a65a8d6b5f5c77&imageMogr2/format/webp)
/0/14574/coverorgin.jpg?v=395d59467c41e8342afe796e70b2c24e&imageMogr2/format/webp)
/0/16671/coverorgin.jpg?v=371b04a54873846c5d87c4b9ceb95fc4&imageMogr2/format/webp)
/0/14454/coverorgin.jpg?v=097c050da30592f60587e80b434c4dc1&imageMogr2/format/webp)
/0/24649/coverorgin.jpg?v=4dc5c1c9bfbbc7c81ce4b79fb2018b63&imageMogr2/format/webp)
/0/28629/coverorgin.jpg?v=5f978f44614488952da186c45aad0156&imageMogr2/format/webp)
/0/9291/coverorgin.jpg?v=522161714e3027749851e11c11a3f58c&imageMogr2/format/webp)
/0/10811/coverorgin.jpg?v=b9fcbe3c16ca898730e6746092595d9b&imageMogr2/format/webp)
/0/3550/coverorgin.jpg?v=a6f9e2928f61b6070e09f0b0c98d964c&imageMogr2/format/webp)