Sri Rahayu, perempuan muda masih berusia lima belas tahun, harus merasakan kehidupan yang sangat pahit. Tinggal bersama dengan Nenek tiri tak membuat hidup Sri Rahayu bahagia. Bahkan, dia dijual untuk dijadikan budak oleh Juragan-Juragan kaya yang ada di kampungnya. Beruntung, saat itu masih ada Sang Kakak bernama Zainal yang menyelamatkan Sri yang hampir dilecehkan di depan umum. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Sebab tak lama setelah itu, Zainal pun akhirnya meninggal. Dia dibunuh dengan cara yang sangat tragis, sehingga Sri kembali menjadi incaran kaum Juragan. Hingga, Sri bertemu dengan seorang Juragan muda bernama Nathan. Juragan keturunan Tionghoa itu pun memberikan kesan pertama yang sangat mendalam. Janji-janji manis Nathan untuk menyelamatkan Sri, serta menolong Sri dari perbudakan membuat Sri berharap banyak kepada Juragan berparas tampan tersebut. Hingga akhirnya, Sri merasa kecewa karena semua janji yang Nathan ucapkan adalah semu belaka. Sri dijadikan sebagai salah satu perempuan penghibur di sebuah warung kopi remang-remang, hingga akhirnya dia jatuh menjadi seorang perempuan panggilan. Setelah beberapa bulan berpisah, Nathan pun akhirnya kembali. Mendapati Sri yang sudah tak lagi suci seperti dahulu lagi, pun dengan Sri yang sekarang memandang Nathan dengan cara yang berbeda dari sebelumnya. Apakah keduanya memiliki sebuah pandangan yang tak lagi sama?
"Kamu harus berlari, Sri!"
Suara jeritan itu terdengar memecah kesunyain hutan, membuat burung-burung yang sedang bertengger di pohon-pohon pun berterbangan dengan sempurna. Sri-perempuan cantik berusia lima belas tahun itu terus berlari dengan sangat cepat. Dia tampak menyincing baju bagian bawah, tanpa alas kaki dia terus berlari tanpa henti. Tidak dirasa jika batu-batuan kerikil terus menusuk-nusuk telapak kakinya, asalkan dia bisa pergi sejauh mungkin dari tiga orang yang mengejarnya maka Sri sudah cukup merasa lega.
Ya, Sri Rahayu nama perempuan belia itu. Rambutnya panjang sepunggung tampak tergerai dengan indah ketika berlari, wajah putihnya tampak merona, berbalut dengan keringat yang terus menetes di keningnya.
Namun, langkah Sri tiba-tiba terhenti mendadak. Ketika salah seorang laki-laki berada di depannya dengan sempurna. Mata besarnya melotot sempurna, hidung besarnya tampak merekah. Senyumnya mengembang dengan begitu nyata. Sri sama sekali tidak pernah bisa berpikir, bagaimana bisa sosok itu sudah berada di depannya sekarang.
Saat Sri ingin membalikkan badan, dia sadar sudah dikepung dari segala arah, sehingga Sri tidak bisa berkutik lagi.
"Kalian ini mau apa? Apa salahku sampai kalian mengejarku seperti ini?" tanya Sri. Suaranya tampak tercicit, dia benar-benar tidak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang.
Tadi, ketika dia sedang memanen kopi bersama dengan teman-temannya. Salah satu teman kampungnya bernama Kumaidah berlari dengan begitu histeris, menjerit dan menyuruh Sri untuk segera berlari. Tanpa pikir panjang, Sri pun langsung berlari. Meninggalkan kopi-kopi yang baru saja dia petik, kemudian dia berlari sekuat tenaga. Hingga akhirnya dia dikepung seperti ini, oleh tiga orang bertubuh tinggi besar, yang Sri sama sekali tidak kenal.
"Cantik, kamu tidak usah banyak bertanya. Mari ikut dengan kami. Simbahmu itu sudah menjualmu kepada kami, agar dibeli oleh para Juragan untuk dijadikan abdi. Jadi lebih baik, kamu segera ikut, atau simbahmu sendiri yang akan segera datang untuk menyuruhmu pulang,"
Sri menggelengkan kepalanya dengan sempurna. Bibir ranumnya tampak pucat pasi, mata bulatnya yang indah tampak terbelalak sempurna, dia tak menyangka jika neneknya sampai hati menjualnya kepada para Juragan yang ada di kampung ini.
Ya, Kampung Leran-nama dari kampung ini. Letaknya berada di lereng gunung raung. Mata pencaharian dari sebagian penduduknya adalah pemetik kopi, dari para Juragan-Juragan yang memiliki kebun kopi. Tidak jarang juga, mereka menggantungkan harapan dari bertani, dan sebagaian remaja dari penduduk kampung itu memilih untuk merantau ke luar kampung. Bagaimana tidak, kampung yang hanya menjadi satu-satunya tempat yang berpenghuni nyaris sangat sulit untuk mendapatkan penghasilan banyak.
"Kalian pasti berbohong, mana mungkin Simbah akan mengatakan seperti itu. Dia adalah simbahku, orang yang menyayangiku!" bantah Sri.
Dia tahu betul kalau memang neneknya bukanlah nenek kandungnya sendiri. Ibunya Sri hamil saat menikah dengan bapaknya, dan neneknya adalah Ibu dari bapaknya, yang secara tidak langsung Sri dan neneknya tidak memiliki hubungan darah sama sekali.
Namun, yang perlu diingat sekarang adalah Simbah Sri yang merawat Sri dari bayi, dari saat Sri ditinggal oleh ibunya karena meninggal setelah melahirkan, dan sampai sekarang Sri tahu jika neneknya begitu menyayangi Sri sampai kapan pun.
"Sudahlah jangan banyak bicara, lekas bawa dia ke mimbar, atau acara pemilihan abdi akan selesai saat kita datang!" seru salah satu lelaki lainnya. Lelaki itu berambut sebahu, tapi dikuncir satu. Wajahnya beringas, dan ada luka diujung telinga sampai mulut. Hanya melihatnya saja Sri merasa meremang, hingga tubuhnya diangkat oleh mereka, dan dibawa mereka menuju mimbar.
Ya, mimbar adalah sebuah tempat yang cukup luas di tengah-tengah hutan. Tepatnya di tengah-tengah hutan jati, di sana ritual busuk itu dimulai. Di mana para perawan kampung yang kebetulan orang tua mereka tidak punya uang untuk membayar hutang pada Juragan akan dipamerkan di depan mimbar, dibeli dengan harga yang pantas kemudian dijadikan abdi oleh mereka. Abdi dalam banyak arti, abdi yang melayani semua hal. Bukan hanya tentang membersihkan rumah, atau pun masalah makanan, melainkan harus melayani para Juragan hidung belang itu di atas ranjang. Para abdi akan dibeli sesuai dengan kualifikasi bagi mereka. Semakin cantik dan molek akan dihargai dengan sangat mahal. Yang terakhir satu tahun lalu, Saraswati dihargai oleh satu ekor kerbau dengan lima keping emas. Harga paling mahal bagi seorang abdi dan kini perempuan cantik itu telah menjadi simpanan Juragan-kasta teringgi dari seorang abdi pilihan.
"Siapa gerangan perempuan yang terus meronta-ronta itu? Wajahnya cantik sekali, tubuhnya begitu molek," celetuk salah satu Juragan yang ada di sana, ketika Sri diturunkan dengan paksa kemudian dipegangi karena terus meronta.
Semua Juragan tampak antusias, melihat wajah cantik dari Sri, tubuh moleknya cukup membuat para Juragan mencoba untuk berimajinasi, dengan ijaminasi liar mereka yang tak sopan.
"Namanya adalah Sri Rahayu, dia adalah cucu angkat saya, jika para Juragan berminat membeli, saya akan mematoko harga setara dengan dua ekor kerbau dengan sepuluh keping emas. Percayalah, di sini dan di generasi mana pun, tidak ada perempuan secantik cucu angkat saya. Lebih dari itu, saya berani jamin tubuhnya masih suci, masih perawan dan belum tersentuh oleh pemuda mana pun."
Semua Juragan tampak saling pandang, dua ekor kerbau untuk bisa mencicipi Sri adalah hal yang menurut mereka lumrah. Hanya saja untuk mengatakan satu atau dua buah kata terlebih dahulu, mereka agaknya cukup sungkan.
"Baiklah, tiga ekor kerbau dengan sepulu keping emas, bagaimana?" salah satu Juragan yang ada di sana pun menawar dengan harga yang cukup tinggi. Nenek Sri tampak tersenyum, dia sudah yakin sedari awal jika menjual Sri adalah akan membuatnya mendapatkan pundi-pundi uang yang tak ternilai harganya.
"Empat ekor kerbau!"
"Lima ekor kerbau!"
"Enam ekor kerbau dan aku akan mencobanya di sini!" imbuh Juragan yang terakhir.
Sri hanya bisa diam, matanya terasa nanar terlebih saat melihat neneknya yang begitu senang dengan tawaran-tawaran tersebut. Dia menoleh pada sisi kirinya, sudah ada beberapa perempuan yang dilecehkan dengan sempurna, bahkan ada juga yang kini nyaris tanpa busana. Setelah para Juragan biadab itu puas, perawan yang sudah diperawani itu dibawa untuk pergi, diperlakukan layaknya binatang yang paling mengerikan. Dan setelah ini ... Sri.
"Baiklah, enam eko kerbau boleh membawa Sri pergi. Terserah Tuan mau melakukan apa pun dengannya di sini, yang penting kerbaunya di antar ke rumah berserta emas-emasnya."
"Simbah! Aku tidak mau, Simbah! Aku tidak mau dijual!" teriak Sri histeris, terlebih saat Juragan yang menang lelang itu tertawa dengan penuh kemenangan, dia berjalan untuk naik mimbar agar bisa melihat Sri lebih dekat lagi.
"Kenapa kamu keberatan, Sri? Aku sudah mengeluarkan banyak uang untuk mengasihmu, mengasuh anak yang bukan cucu kandungku. Lantas sekarang, jika aku memintamu untuk balas budi, apakah itu hal yang keliru?"
"Simbah! Simbah!"
Sri terus berteriak dan meraung, terlebih ketika neneknya itu pergi. Tidak ada hal lain yang bisa menyelamatkannya sekarang ini, semua mata jahat lelaki hidung belang memandangnya dengan penuh tatapan lapar. Sementara kedua tangannya terus diikat dengan sempurna di kanan-kiri oleh orang-orang bertubuh kekar.
Lelaki tua itu pun mendekat, mencoba mencium pipi Sri, tapi langsung diludahi oleh Sri. Tidak marah, lelaki tua itu malah terbahak. Semua perlawanan Sri malah membuatnya semakin bergairah.
"Perempuan cantik, kamu memang benar-benar beda, aku sudah tidak sabar untuk menjamahmu sekarang juga," kata lelaki tua tersebut.
Dia langsung menarik baju Sri sampai robek, membuat Sri menangis histeris. Berusaha meronta ketika tangan itu mulai meraba dadanya, Sri menjerit memanggil nama sepupu laki-lakinya. Hingga saat bibir lelaki tua itu nyaris menyentuh bibir Sri. Tiba-tiba ....
Jrep!!!
Sri terbelalak dengan sempurna, wajahnya semakin pucat pasi melihat sosok yang berusaha menjamahnya itu mengeram kesakitan kemudian terkapar dengan darah yang mengalir deras dari tubuhnya.
Sri mengangkat wajahnya, matanya menangkap Zainal-kakak sepupunya sudah berdiri sambil memegang pisau, memandang Sri yang terdiam membisu, kemudian pemuda itu memeluk tubuh Sri dengan erat.
"Jangan takut, Sri. Ada Kangmas, jangan takut,"
Jrep!!
"Kangmas!!"
Bab 1 Penjualan Budak-Budak.
18/11/2022
Bab 2 Sebuah Tawar-Menawar.
18/11/2022
Bab 3 Sebuah Pertolongan.
18/11/2022
Bab 4 Saling Mengenal.
18/11/2022
Bab 5 Madu Yang Manis.
18/11/2022
Bab 6 Tentang Kabar.
18/11/2022
Bab 7 Kenyataan Pahit.
18/11/2022
Bab 8 Sebuah Pengkhianatan.
18/11/2022
Bab 9 Patahnya Hati.
18/11/2022
Bab 10 Sebuah Dendam.
18/11/2022