Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
JODOH DEPAN RUMAH

JODOH DEPAN RUMAH

Rara Qumaira

5.0
Komentar
304
Penayangan
44
Bab

SPOILLER "Apa? Gak. Naura gak mau, Ma! Masak,Naura disuruh nikah sama si tukang rese itu, sih! Gak! Gak mau!" Apa jadinya jika kamu dipaksa menikah dengan tetangga depan rumah? Itulah yang dirasakan saat ini. Dia terpaksa menjadi pengantin pengganti karena sang mempelai wanita tiba-tiba menghilang. Bagas dan Naura harus berjuang menjalani pernikahan tanpa cinta. Saat rasa itu sudah menyapa, sang mantan kembali hadir. Bagaimana Bagas menanggapinya? Akankah rumah tangga mereka bertahan? Ataukah akan kandas karena hadirnya orang ketiga?

Bab 1 DIJODOHKAN

BAB 1

DIJODOHKAN

"Naura, tolong antar kue brownies ini ke rumah Tante Salma!"

"Malas, ah, Ma! Suruh Bik Siti saja!"

"Gak boleh gitu dong, Sayang! Kan tante Salma dan Om Adrian itu sahabat Mama Papa. Mereka juga sayang banget sama kamu!"

"Iya, Ma! Tapi malas saja harus ketemu sama si rese itu."

"Udah, udah! Ayo, cepat antar kesana! Jangan banyak alasan! Lagian, Bagas sedang gak di rumah. Dia belum pulang kerja jam segini."

"Iya, Mamaku yang cantik dan bawel."

Akhirnya, Naura berangkat juga ke rumah tante Salma. Rumah tante Salma berada tepat di depan rumah keluarga Naura.

Orangtua mereka bersahabat. Om Adrian adalah teman SMA pak Hendrawan, papa Naura. Mereka bersahabat hingga sekarang. Bahkan istri-istri mereka pun kini menjadi sahabat dekat juga.

Keluarga Hendrawan memiliki 2 orang anak. Yang pertama bernama Marchel berusia 28 tahun dan saat ini sedang menjalankan bisnisnya di Singapura.

Yang kedua adalah Naura. Gadis manis dan manja berusia 20 tahun yang saat ini masih kuliah semester empat.

Sementara, keluarga Adrian hanya memiliki seorang putra, yaitu Bagas yang saat ini juga berusia 28 tahun dan bekerja sebagai CEO di perusahaan keluarganya.

Persahabatan orangtua mereka juga menular ke anak-anaknya. Bagas dan Marchel merupakan sahabat dekat sejak masih TK.

"Assalamualaikum, tante Salma!"

"Waalaikumsalam, Sayang. Ayo, langsung masuk saja. Tante di ruang makan ini," jawab Tante Salma sembari berteriak.

"Tante, ini ada kue brownies titipan Mama. Wah, masakannya banyak banget. Mau ada tamu ya, Tante?"

"Wah, pasti enak ini. Bilang terimakasih sama mama ya. Iya, Sayang. Ini nanti tunangannya Bagas mau makan malam kesini sama keluarganya. Naura mau ikut?"

"Gak lah, Tan. Males banget ketemu sama tukang rese itu. Ya udah, Tan. Naura pulang dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Hati-hati sayang."

*********

2 BULAN SEBELUMNYA

“Ayah, Bunda, Bagas mau ngomong, boleh?" tanya Bagas.

"Mau ngomong ya ngomong ja, tho, Gas. Biasanya juga gitu. Iya kan, Yah?" sahut Bundanya.

"Sepertinya ada yang serius ini. Ada apa?" tanya Ayahnya.

"Bagas mau menikah, Yah, Bun!”

“Wah, bagus itu! Nanti biar ayah dan bunda yang bicara sama keluarga Hendrawan!” sahut Bundanya.

“Kok keluarga Hnedrawa sih, Bun?”

“Lho, memangnya iya tho? Kan, kamu sama Naura dari orok sudah kami jodohkan.”

“Maaf, Yah, Bun! Aku sudah punya calon istri sendiri!” ujar Bagas.

“Gak bisa gitu, dong! Dari awal kanmu sudah tahu! Ngapain pakai acara paaran segala. Harusnya, kamu itu pendekatan sama Naura. Biar saling mengenal,” sahut sang Bunda.

“Bun, perasaaan itu kan gak bisa dipaksakan. Aku tidak suka sama Naura. Lagian, dia itu masih kecil, manja lagi!” sahut Bagas.

“Gak masalah, yang penting kan kita tahu bibit, bebet, dan bobotnya. Lagian, dia itu gadis yang baik kok!”

“Sudah, sudah!” sahut Adrian, Papa Bagas.

“Bagas, sekaran Papa mau tanya sama kamu. Apa kamu sudah mengenal cukup baik kekasih kamu itu?” ujar Adrian lagi.

“sudah, Pa. Kami kenal sudah lama, dari zaman masih kuliah.”

“Kenal lama gak jaminan sudah mengenal dengan baik. Siapa tahu, dia wanita matre yang hanya memanfaatkan kamu saja!” sahut Bundanya.

“Bun!” tegur suaminya. Bunda Bagas pun terdiam.

“Yah, ayah dan Bunda tidak perlu khawatir. Kirana wanita yang baik. Akuyakin, dia pantas menjadi menantu di rumah ini!” ujar Bagas mantap.

“Masalahnya, kita sudah terlanjur jodohin kamu sama Naura!” sahut Bundanya.

“Bun!” tegur suaminya lagi.

“Baik, jika itu sudah menjadi keputusan kamu! Ayah tidak akan memaksa!” ujar sang Ayah.

“Ayah serius? Terima kasih, Yah! Terima kasih!” ujar Bagas bahagia.

“Yah kok gitu sih? Trus, bagaimana dengan keluarga Hendrawan?” protes sang istri.

“Bunda gak usah khawatir. Nanti kita kesana dan bicarakan masalah ini baik-baik!” ujar Adrian memberi keputusan.

"Tapi, Yah…."

"Sudah, Bun. Jangan dipaksa. Pernikahan ini mereka yang menjalani. "

"Terimakasih banyak, Yah. Bagas janji tidak akan mengecewakan kalian. Bagas yakin, Kirana akan menjadi menantu yang baik. "

*********

"Naura, ayo, cepat! Sudah jam berapa ini? Lama sekali sih dandannya. Kita harus segera berangkat," omel sang Mama.

"Iya, Ma. Ini sudah selesai kok. Kak Marchel beneran gak bisa pulang, Ma?"

"Gak bisa. Katanya sedang ada rapat dengan klien penting. Gak.bisa dicancel."

“Sahabat macam apa itu? Temannya nikah bukannya datang, malah sibuk rapat.”

“Udah, kamu gak usah ikut campur urusan Marchel. Kayak gak tahu aja gimana. Klau dia udah siap, dia pasti akan pulang!” sahut sang Mama.

Yups, hari ini adalah hari pernikahan Bagas dan Kirana. Berhubung keluarga mereka sohiban, jadi mereka ikut berangkat bersama rombongan pengantin pria menuju gedung tempat akad nikah.

Setelah semua siap, iring-iringan mobil mereka pun siap berangkat. Mereka tiba di gedung pukul 09.00 WIB. Akad nikah akan dimulai pukul 10.00 WIB, dilanjutkan dengan resepsi sore harinya di gedung yang sama.

Para tamu undangan sudah mulai berdatangan. Waktu sudah menunjukkan pukul 10.15 WIB. Akan tetapi, rombongan pengantin perempuan dan keluarganya belum kelihatan.

Waktu terus berlalu. Rombongan pengantin perempuan belum juga tiba. Para undangan sudah mulai gelisah. Pun dengan Bagas dan keluarga om Adrian.

Bagas terlihat memegang ponselnya dengan gelisah. Dia mencoba menghubungi Kirana dan keluarganya. Namun sayang, tak satupun diantara mereka yang ponselnya aktif. Bagas semakin gelisah.

Tidak lama kemudian ada sebuah mobil datang. Setelah diperhatikan, ternyata itu bukan rombongan pengantin. Namun, hanya orangtua Kirana dan pamannya.

"Pak Adrian, boleh saya bicara sebentar?" tanya pak Wibawa, ayah Kirana.

"Silahkan, Pak! Mari kita bicara di belakang."

"Sebelumnya, saya selaku paman Kirana dan adik pak Wibawa memohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami juga tidak ingin hal seperti ini terjadi. Tetapi mau bagaimana lagi. Jujur saja, kami juga shock. "

"Ada apa ini om Agung? Om Wibawa? Dimana Kirana? Semua tamu undangan dan penghulu sudah menunggu sejak tadi," sela Bagas.

"Maafkan kami, Nak Bagas. Maafkan kami pak Adrian. Kirana pergi. "

"Pergi? Apa maksudnya ini?"

"Benar, Nak Bagas. Saat kami ingin menjemput Kirana di ruang make up, ternyata dia sudah tidak ada. Hanya pakaian pengantinnya yang tertinggal. Kami sudah mencari kemana-mana. Kami juga sudah menghubungi teman-temannya. Tetapi tidak ada yang tahu. Sekali lagi kami sekeluarga mohon maaf pak Adrian karena terpaksa rencana pernikahan ini dibatalkan."

Setelah mengatakan hal tersebut, keluarga Kirana pergi meninggalkan gedung.

"Ada apa Adrian? Dimana pengantinnya?" tanya pak Hendrawan. Akhirnya, pak Adrian menceritakan apa yang terjadi.

"Bagaimana ini, Yah? Masak, pernikahan Bagas dibatalkan? Bunda kan malu. Semua undangan sudah datang. Para kerabat dan kolega juga sudah datang. Bunda malu, Yah."

"Mau bagaimana lagi, Bun? Keadaannya sudah seperti ini. Biar ayah yang menyampaikan hal ini kepada para tamu undangan. Bunda dan Bagas langsung pulang saja."

"Yah, bagaimana kalo rencana perjodohan Bagas dan Naura kita lanjutkan? Kan, mereka sudah saling mengenal satu sama lain. Jadi kita bisa besanan sama pak Hendrawan dan jeng Sinta. Bagaimana menurut jeng Sinta?"

"Wah, saya setuju. Sayang kalo rencana pernikahan ini digagalkan. Sudah keluar biaya banyak juga. Urusan Naura, biar saya yang urus."

"Saya ikut kamu,jeng. Naura pasti mau dengerin kita. Udah, bapak-bapak sana bujuk Bagas. Kami akan menyiapkan Naura. Cepetan, waktu kita tidak banyak."

"Mari, Adrian."

"Ouh, iya Hendrawan. Ayo," jawab pak Adrian dengan sedikit gugup.

Mama Naura dan Bunda Bagas segera menghampiri Naura.

"Sayang, Mama mau ngomong sebentar!"

"Ada apa, Ma? Pengantinnya mana?"

"Kita bicara di sana saja, ya!" ajak Bunda Bagas sambil menunjuk pojok ruangan.

Mereka segera ke sana.

"Naura sayang, Mama mau minta tolong, boleh?"

"Minta tolong apa, Ma?"

"Begini sayang. Kirana … dia menghilang. Rencana pernikahan Bagas terancam batal. Tolong … menikahlah dengan Bagas!"

"Apa? Gak. Naura gak mau, Ma. Masak, Naura disuruh nikah sama si tukang rese itu sih. Gak. Gak mau."

"Naura sayang. Tolonglah! Apa kamu tidak kasihan melihat Tante Salma sedih? Kalau acara pernikahan ini sampai gagal, mereka pasti malu."

"Naura sayang. Mau ya, nikah sama Bagas? Tolong Tante!" ucap Tante Salma sambil terisak.

Duh, aku ikut sedih jadinya. Sebenarnya tidak tega melihat Tante Salma seperti itu, tapi masak harus dengan menikah sama Bagas sih.

"Naura, bagaimana? Mau ya nikah sama Bagas?" ucap tante Salma sambil terus terisak.

"Tante, sudah jangan nangis lagi. Iya,Naura mau kok nikah sama Bagas."

"Terimakasih, sayang. Terimakasih," ucap Tante Salma dengan terharu sembari memeluk Naura.

**************

"Bagaimana saksi? Sah?"

"Sah…."

"Alhamdulillahirobbilalamin…."

Tak terasa air mataku menetes. Hari ini, aku resmi menjadi nyonya Bagas.

Setelah akad selesai, Mama dan tante Salma menuntunku ke depan untuk duduk di samping Bagas. Mama menyenggol lenganku memberikan kode. Aku yang gak mengerti apa-apa malah bingung.

"Cium tangan suamimu!" bisik tante Salma.

Setelah itu, Bagas ganti mencium keningku. Aku melirik para orangtua. Mereka tersenyum bahagia.

Berbeda dengan Bagas. Ekspresi wajahnya sedingin es. Entah bagaimana nasib pernikahan kami. Pernikahan terpaksa dan tanpa cinta.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Rara Qumaira

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku