Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
102
Penayangan
12
Bab

Adrian menyaksikan perubahan adiknya, Alexa, yang terbangun dari koma setelah mengalami kecelakaan. Sayangnya, perubahan Alexa membawa perasaan yang tidak diharapkan oleh Adrian. Bagaimana dia bisa tiba-tiba menyukai adiknya sendiri? Apa yang harus dilakukannya ketika dia menyadari bahwa perasaan untuk adiknya bukanlah perasaan sayang selayaknya saudara? Kaylee adalah wanita berusia 30 tahun yang berprofesi sebagai pengawal pribadi. Sebuah kecelakaan menempatkannya pada kondisi yang tidak masuk akal dan mempertemukannya dengan lelaki tampan bernama Adrian. Apa yang terjadi? Bagaimana Kaylee bisa terhubung dengan Adrian? Sebuah takdir aneh mempertemukan mereka.

Bab 1 Chapter one

Seorang pria muda tengah sibuk membaca berkas ditangannya. Beberapa berkas tampak berserakan memenuhi meja kerjanya. Ia begitu serius dalam membaca hingga tidak menyadari seseorang masuk ke dalam ruang kerjanya dan berjalan menghampirinya.

"Kak!"

Teriakan seorang gadis muda mengejutkannya hingga pemuda itu hampir terjatuh dari kursinya. Ia mendongak ke arah sumber suara dan melihat gadis muda dengan rambut panjang yang mengenakan piyama berwarna merah muda berdiri di depan meja kerjanya. Pemuda bernama Adrian itu mengambil nafas dalam-dalam untuk menenangkan jantungnya yang berdetak kencang.

"Kau mengejutkan kakak, Alexa. Ada apa?"

"Aku tidak bermaksud mengejutkan Kakak. Aku bahkan memanggil nama kakak tiga kali tapi kakak hanya diam." Ujar Alexa dengan wajah cemberut.

"Oh, benarkah? Maafkan kakak. Jadi ada apa?"

Alexa berjalan menghampiri Adrian dengan senyum malu. Adrian mengangkat alis melihat tingkah adiknya. Dia tahu adiknya pasti menginginkan sesuatu jika dia bertingkah seperti itu. Adrian hanya terdiam dan menunggu adiknya untuk mengatakan sesuatu. Alexa menatap kakaknya dan berdeham untuk menghilangkan kegugupannya.

"Ehm... Jadi aku ingin bertanya, bisakah aku meminta uang pada kakak? Maksudku tidak banyak, hanya Rp 700.000. Please?" ujar Alexa dengan wajah memohon.

Adrian menatap adiknya sebentar lalu menghela nafas. Ia mengambil ponselnya dan mengirimkan sejumlah uang ke rekening adiknya. Bunyi notifikasi berasal dari ponsel Alexa dan secepat kilat Alexa mengecek ponselnya. Dengan senyum lebar Alexa mendongak dari ponselnya untuk menatap kakaknya. Alexa menghampiri Adrian dan memeluknya dengan erat lalu mencium pipi kirinya.

"Terima kasih, Kak. Aku menyayangimu." Ucap Alexa lalu berlari keluar dari ruang kerja Adrian.

Adrian hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku adiknya. Belum sempat ia bertanya untuk apa uang itu, Alexa sudah melesat pergi meninggalkannya. Dia tahu orang tuanya memberikan uang saku bulanan untuk Alexa dengan sejumlah uang yang cukup banyak untuk ukuran anak usia 16 tahun. Orang tuanya terlalu memanjakan adiknya, termasuk dirinya. Hanya saja Adrian merasa Alexa boros akhir-akhir ini. Adrian memikirkan adiknya sebentar dan memutuskan untuk bertanya pada ibunya. Dia bangkit dari kursinya dan keluar dari ruangan untuk mencari ibunya. Beberapa saat kemudian Adrian berhasil menemukan ibunya yang sedang minum teh sambil menonton televisi. Ibunya menoleh ketika mendengar Adrian memanggilnya dan meminta Adrian untuk duduk di sampingnya.

"Mah, Alexa tadi meminta uang padaku. Aku perhatikan akhir-akhir ini dia agak boros." Terang Adrian.

"Benarkah? Kau tahu sendiri adikmu itu hobi berbelanja. Biarkan saja, Mamah akan mengganti uangmu kalau begitu."

"Tidak usah, aku tidak mempermasalahkan uang itu. Aku hanya bertanya soal Alexa."

Ibunya hanya menganggukkan kepalanya dan menyesap secangkir teh. Wanita paruh baya itu memutar posisi duduknya untuk menghadapi anak lelaki satu-satunya itu setelah meletakkan cangkir teh di atas meja. Dia menghela nafas sebelum berbicara dengan nada serius.

"Nak, kau tahu hanya ada satu pertanyaan dariku untukmu bukan?" ujar Ibu Haris pada anaknya.

"Aku tahu tapi aku belum ingin menikah, Mah." Ujar Adrian sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa yang empuk.

"Tapi mau sampai kapan? Usiamu sudah 28 tahun dan kamu sudah lebih dari pantas untuk menikah. Perusahaan yang kamu rintis sudah mulai berkembang pesat, kamu sudah menjadi pengusaha muda yang kaya. Mamah lihat banyak perempuan di luar sana yang mau denganmu, tapi kamu tidak tampak tertarik. Kamu bahkan menolak semua usaha Mamah untuk mengenalkanmu pada anak dari teman-teman Mamah."

"Mah, Adrian bukannya tidak mau. Hanya saja memang tidak ada yang pas di mata Adrian, itu saja."

"Kamu mau cari kriteria yang seperti apa? Atau..."

Ibu Haris menatap anaknya dengan mata lebar sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Adrian mengernyit melihat ekspresi ibunya.

"Apa?"

"Sayang, kamu bukan...kau tahu? Gay?"

"Apa?! Tentu saja tidak. Aku masih normal, Mah, terima kasih banyak."

Ibunya mendesah lega sebelum bertanya sekali lagi, "Kalau begitu, Mamah sudah membuat pengaturan untuk pertemuanmu dengan anak Tante Dinna, siapa namanya lagi? Oh iya, namanya Anna. Kamu mau, kan?"

Adrian hanya menatap ibunya dengan tatapan bosan hingga ia menghela nafas kekalahan dan hanya menganggukkan kepalanya. Ibunya berteriak kegirangan sambil memeluknya dan mencium pipi anaknya. Adrian hanya pasrah dan melakukan itu untuk menyenangkan ibunya.

***

Adrian merebahkan tubuhnya di sofa tanpa melepaskan sepatunya. Rumah tampak sepi. Adrian melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 18.00. Adrian menutup matanya dengan lengan kanannya dan mengistirahatkan dirinya sebentar. Bukan pekerjaan yang membuatnya lelah, dia baru saja bertemu dengan gadis bernama Anna yang sudah diatur oleh ibunya. Anna adalah wanita muda cantik berusia 25 tahun. Dia cantik, berkulit putih, tinggi dan bentuk tubuh proporsional. Anna bekerja sebagai pramugari dan tentu saja dia sangat pintar. Adrian yakin semua lelaki menginginkannya tapi sayangnya itu bukan dia. Adrian menyukai wanita dengan karakter yang kuat tapi bersikap lembut dan baik hati. Adrian akui dia cukup menyukai Anna, hanya saja ada sesuatu yang tidak klik dihatinya. Adrian menghela nafas lagi dan bangkit untuk ke kamarnya. Dia memiliki apartemen sendiri tapi berada di sana hanya menambahkan perasaan kesepiannya.

Adrian melangkahkan kakinya untuk pergi ke kamarnya sampai dia melihat adiknya masuk ke rumah dengan wajah sedih dan muram. Alexa berjalan melewatinya tanpa menoleh ke arahnya. Adrian memanggil nama adiknya tapi Alexa hanya menatap Adrian dengan matanya yang merah dan berjalan kembali menuju kamarnya.

"Dia habis menangis, tapi kenapa?" tanya Adrian pada dirinya sendiri.

Dia ingin mengejar adiknya dan bertanya ada apa dengannya tetapi dia memutuskan untuk memberikan Alexa waktu.

Makan malam terasa sunyi, hanya suara dentingan sendok dan garpu. Adrian melirik ke arah Alexa untuk kesekian kalinya. Alexa tampak begitu tenang, yang sangat tidak biasa bagi Adrian. Dia melirik ke arah orang tuanya yang sepertinya juga memperhatikan ketenangan Alexa. Ayahnya menatap Adrian seolah bertanya apa yang terjadi. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ibunya melihat kesusahan pada wajah putrinya dan berdehem sebelum berbicara.

"Sayang, kamu baik-baik saja?"

Alexa mengangkat kepalanya dan melihat anggota keluarganya yang menatapnya. Alexa hanya mengangguk dan tersenyum kecil lalu melanjutkan makannya kembali. Ketiga orang dewasa itu saling melirik dan tidak ada yang bertanya sekali lagi. Keheningan ruang makan pecah ketika Pak Haris berbicara pada Adrian soal bisnis. Adrian menjelaskan bagaimana perkembangan perusahaannya pada ayahnya. Dia bangga perusahaan periklanannya yang dia rintis ketika jaman kuliah dulu kini berkembang pesat hingga memiliki karyawan yang cukup banyak. Suasana hatinya sangat cerah ketika menceritakan bagaimana perkembangan perusahaannya hingga ibunya mengajukan pertanyaan yang membuat suasana hatinya berubah.

"Bagaimana dengan pertemuan dengan Anna? Dia gadis yang cantik bukan?"

"Siapa Anna?" tanya ayahnya.

"Anna itu anaknya Bu Dinna dan Pak Leo, Pah. Dia seorang pramugari, usianya 25 tahun, dan cantik. Mamah rasa dia cocok untuk anak kita, Pah." Jelas mamahnya dengan mata berseri-seri.

Adrian menangkap ayahnya melirik dan mengangkat kedua alis untuk meminta jawaban. Dia tahu ayahnya tidak ingin ikut campur dengan kehidupan pribadi anaknya, hanya saja ayahnya kadang menikmati bagaimana melihat ketidaknyamanan anaknya ketika istrinya mulai mendesak soal pernikahan.

"Hmm...Anna memang cantik." Ucap Adrian singkat.

"Benarkah? Jadi kalian akan terus berlanjut?" tanya ibunya penuh harapan.

"Entahlah, kami memutuskan untuk terus berkomunikasi lebih dulu." Ujar Adrian pada ibunya.

Ibunya mengangguk dengan semangat sambil tersenyum lebar. Adrian mendesah lega dengan pelan karena ibunya tidak mengajukan pertanyaan atau mendesaknya untuk menceritakan pertemuannya dengan Anna. Suara kursi bergeser mengalihkan pandangannya dan dilihatnya Alexa bangkit dari kursinya.

"Aku sudah selesai. Aku akan kembali ke kamar untuk mengerjakan pekerjaan rumah." Ujar Alexa lalu berjalan menjauh dari meja makan.

"Ada apa dengannya? Dia terlalu pendiam hari ini." Ayahnya bertanya pada ibunya dan Adrian.

Ibunya hanya menggelengkan kepalanya dengan tatapan bingung.

Sudah beberapa hari ini Adrian memperhatikan adiknya yang menjadi lebih pendiam. Jika ditanya olehnya atau ibunya, Alexa hanya akan berkata bahwa dia hanya lelah. Ibunya mungkin membeli alasan Alexa tapi tidak untuk Adrian. Meski jarak usia mereka cukup jauh, Adrian mengenal adiknya cukup dekat. Dia yakin ada sesuatu yang terjadi pada adiknya. Adrian ingin mencari tahu tapi ia begitu sibuk dengan pekerjaannya.

Adrian memasuki apartemennya setelah menyelesaikan rapat bersama beberapa karyawannya. Dia melihat waktu menunjukkan pukul 23.00 WIB. Adrian berjalan menuju kamarnya dan langsung merebahkan tubuhnya yang lelah di atas kasur tanpa mengganti pakaian kerjanya. Dia memejamkan mata berharap tidur mengambil alih dan menghilangkan kelelahannya. Baru saja matanya terpejam, suara dering ponsel mengejutkannya. Adrian bergegas mengambil ponsel dari saku celananya dan menjawab panggilan tanpa melihat nama si pemanggil.

"Halo.."

"Adrian, datanglah ke rumah sakit. Sekarang!"

Adrian menjauhkan ponselnya dan melihat nama ayahnya tertera di layar ponsel.

"Papah, ada apa? Apa mamah baik-baik saja? Apa yang terjadi?" tanya Adrian panik.

"Ini bukan mamahmu. Ini adikmu." Ujar ayahnya terdengar sedih.

"Kenapa dengan Alexa?" tanya Adrian yang sembari bergegas keluar dari kamarnya dengan dompet dan kunci mobil di satu tangannya.

Adrian mendengar ayahnya mendesah. Dan ucapan ayahnya membuat Adrian membeku.

"Adikmu melakukan tindakan bunuh diri."

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku