Kasih Sayang Yang Dikhianati

Kasih Sayang Yang Dikhianati

Ike Vianis

5.0
Komentar
Penayangan
21
Bab

Althea tak pernah menyangka pernikahan tiga tahunnya yang ia pikir begitu sempurna ternyata hanya sebuah topeng belaka. Lucas, sang suami, yang selama ini terlihat romantis dan selalu memanjakannya, ternyata tak pernah benar-benar mencintainya. Semua perlakuan manis itu hanyalah kamuflase untuk menutupi sebuah rahasia besar. Rahasia bahwa Lucas memilih menikahi Althea hanya demi melindungi wanita yang sebenarnya ia cintai sejak lama. Wanita itu bukan orang jauh, melainkan sahabat Althea sendiri-lebih tepatnya mantan sahabat, karena pengkhianatan wanita itulah yang dulu membuat ibu Althea meregang nyawa. Dunia Althea runtuh saat ia membuka laptop milik Lucas dan menemukan kebenaran lain yang lebih menyakitkan. Selama tiga tahun pernikahan mereka, Lucas ternyata juga menafkahi wanita itu-dengan jumlah tiga kali lipat lebih besar daripada nafkah yang diberikan kepada Althea. Yang lebih ironis, semua barang mewah yang sering dihadiahkan Lucas padanya bukanlah bentuk kasih sayang, melainkan sekadar "barang bekas"-hadiah-hadiah yang ditolak oleh wanita yang dicintainya. Dengan kata lain, Althea hanyalah penerima sisa dari cinta palsu Lucas. Hancur, sedih, dan kecewa, Althea memilih untuk diam. Ia tidak ingin Lucas tahu bahwa rahasia kelamnya sudah terbongkar. Namun di balik kesenyapan itu, Althea mulai menyusun langkah. Ia telah merencanakan sesuatu-sebuah cara untuk membalas semua pengkhianatan yang selama ini membelenggunya.

Bab 1 romantis

Althea selalu percaya bahwa rumah tangganya dengan Lucas adalah anugerah terbesar dalam hidupnya. Selama tiga tahun ini, hampir semua orang yang mengenal mereka sering menyebut pasangan itu sebagai gambaran sempurna dari cinta sejati. Lucas yang selalu terlihat penuh perhatian, romantis, dan tak pernah segan menunjukkan kasih sayangnya di depan banyak orang. Sedangkan Althea, wanita sederhana dengan senyum lembut yang selalu menemaninya.

Sejak awal, Althea benar-benar jatuh cinta pada Lucas. Bukan hanya karena ketampanan pria itu, tetapi juga karena kelembutan dan cara Lucas membuatnya merasa berharga. Setiap pagi, pria itu selalu menyapanya dengan pelukan hangat, setiap malam selalu ada kecupan lembut di keningnya sebelum tidur. Dari luar, rumah tangga mereka seolah tidak pernah kekurangan apa pun.

Namun, kebahagiaan yang terlihat sempurna itu mulai retak ketika Althea menyadari ada hal-hal kecil yang tidak pernah masuk akal.

"Sayang, kamu nggak pernah suka kalung emas, kan?" tanya Lucas suatu sore sambil menyodorkan kotak kecil berisi perhiasan berkilau.

Althea menatap bingung. Sepanjang yang ia tahu, ia memang menyukai perhiasan emas. Sejak kecil, ibunya sering membelikannya cincin atau gelang sederhana dari emas. Baginya, emas adalah sesuatu yang istimewa. Namun, Lucas mengatakannya dengan sangat yakin seolah-olah ia benar-benar tahu bahwa Althea tidak menyukai itu.

"Iya... aku suka kok," jawab Althea pelan sambil tersenyum, meski hatinya bertanya-tanya. "Kenapa kamu pikir aku nggak suka?"

Lucas hanya terkekeh ringan, lalu menutup kotak perhiasan itu dan menggantinya dengan hadiah lain-sebuah jam tangan berlapis perak. "Aku rasa jam ini lebih cocok buat kamu. Elegan, tapi nggak terlalu mencolok."

Althea menerima hadiah itu dengan senyum yang dipaksakan. Dalam hati, ia merasa aneh. Kenapa Lucas begitu yakin kalau ia tidak suka emas? Kenapa hadiah-hadiah yang ia terima belakangan ini justru sering kali bukan sesuatu yang benar-benar ia sukai?

Namun, Althea mencoba menepis rasa curiga itu. Ia berpikir, mungkin Lucas hanya ingin memberikan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang menurutnya lebih cocok. Bagaimanapun juga, Lucas adalah suaminya.

Tapi malam itu, ketika Lucas tertidur lelap, Althea duduk di ruang kerja sambil menatap laptop suaminya yang masih menyala. Ia tidak berniat mengutak-atik, tapi ada notifikasi email yang muncul begitu saja di layar. Sebuah nama yang sudah lama ingin ia lupakan.

Selena.

Dada Althea berdegup kencang. Selena pernah menjadi sahabat dekatnya, seseorang yang dulu ia percaya seperti saudara sendiri. Namun, hubungan mereka hancur sejak sebuah tragedi menimpa keluarga Althea-tragedi yang membuat ibunya kehilangan nyawa. Dan Selena... adalah salah satu penyebabnya.

Althea ragu, tapi jarinya seperti digerakkan oleh naluri. Ia membuka email itu.

Is everything okay with Thea? Aku takut dia mulai curiga. Jangan lupa aku butuh uang untuk bulan ini, Lucas. Kamu janji bakal selalu ada buat aku.

Althea terdiam. Tubuhnya membeku, matanya bergetar membaca baris kalimat itu berulang-ulang. Uang? Janji? Apa maksud semua ini?

Dengan tangan gemetar, ia mulai membuka folder-folder lain di laptop itu. Dan di sanalah semua jawaban yang menghancurkan hatinya ditemukan.

Rekening bank. Transfer rutin ke akun atas nama Selena. Jumlahnya tidak sedikit-bahkan tiga kali lipat lebih besar daripada nafkah yang Lucas berikan padanya setiap bulan.

Althea menutup mulutnya dengan tangan, menahan isak. Dadanya terasa sesak, seakan seluruh dunia runtuh menimpa tubuhnya. Tidak hanya itu, ada catatan-catatan belanja online-tas branded, sepatu, parfum-semua atas nama Selena.

Barang-barang yang selama ini ia terima dari Lucas ternyata hanyalah sisa, barang yang tidak diinginkan oleh wanita itu.

"Ya Tuhan..." bisiknya dengan suara serak. "Selama ini aku cuma penerima bekas?"

Air matanya jatuh deras. Bayangan Lucas yang selama ini ia anggap suami penyayang kini berubah menjadi sosok asing yang penuh kebohongan. Luka itu semakin dalam ketika ia membaca sebuah dokumen lain-surat perjanjian yang dibuat sebelum pernikahan mereka.

Lucas menikahinya bukan karena cinta. Pernikahan itu hanyalah cara untuk menutupi kenyataan, cara agar Selena tetap bisa berada di hidupnya tanpa harus menanggung malu di mata publik.

Dan Althea? Ia hanyalah pion.

Keesokan paginya, Lucas masih bersikap seperti biasa. Ia mencium kening Althea, menyiapkan sarapan, bahkan menggoda dengan senyum yang sama seperti tiga tahun terakhir.

"Jangan lupa makan siang, ya. Aku mungkin pulang agak malam," katanya sambil mengenakan jas.

Althea hanya bisa mengangguk. Senyumnya hambar, tapi Lucas tidak menyadarinya.

Begitu pintu menutup, Althea jatuh terduduk di kursi. Tubuhnya gemetar, pikirannya kacau. Ia ingin marah, ingin berteriak, ingin menuntut jawaban. Tapi sesuatu dalam dirinya menahan.

Tidak. Ia tidak boleh gegabah. Lucas tidak boleh tahu kalau semua rahasianya sudah terbongkar.

Di balik luka itu, muncul sebuah tekad baru dalam hati Althea. Ia tidak akan tinggal diam. Ia tidak akan membiarkan dirinya terus menjadi boneka dalam permainan mereka.

Ia akan pergi. Tapi sebelum itu, ia akan memastikan Lucas dan Selena membayar semua pengkhianatan ini.

Hari-hari berikutnya, Althea memainkan perannya dengan sempurna. Ia tetap tersenyum, tetap melayani Lucas seperti biasa, seolah tidak ada yang berubah. Padahal, setiap malam ia menyusun rencana.

Ia mulai mengumpulkan bukti-foto transfer, catatan belanja, dokumen perjanjian. Ia menyimpannya di flashdisk kecil yang ia sembunyikan rapat-rapat.

Setiap kali melihat wajah Lucas, hatinya terasa perih. Ada bagian dalam dirinya yang masih ingin percaya bahwa semua ini tidak nyata. Tapi kenyataannya terlalu jelas.

Althea tahu, waktunya akan tiba. Ia hanya perlu bersabar, menunggu momen yang tepat untuk membalikkan keadaan.

Namun, satu hal yang tidak pernah ia bayangkan adalah bahwa permainan ini jauh lebih berbahaya dari sekadar cinta segitiga. Karena rahasia Lucas dan Selena bukan hanya tentang perselingkuhan-melainkan sesuatu yang bisa menghancurkan hidupnya sepenuhnya.

Dan Althea... belum tahu betapa besar badai yang akan menantinya.

Pagi itu, sinar matahari menembus tirai kamar dan menyapa wajah Althea yang pucat. Ia duduk di sisi ranjang, memandang sosok Lucas yang masih terlelap dengan napas teratur. Dulu, momen seperti ini selalu membuatnya merasa hangat-seolah ia adalah wanita paling beruntung di dunia. Tapi kini, yang tersisa hanyalah kehampaan.

Setiap hembusan napas pria itu terasa seperti kebohongan. Setiap pelukan yang diberikan hanyalah selimut palsu untuk menutupi pengkhianatan.

Althea bangkit perlahan, menatap cermin di meja rias. Wajahnya tampak lelah, matanya sembab karena tangisan semalam. Ia mengusap pipinya, mencoba menegarkan diri.

"Kamu nggak boleh kelihatan lemah, Thea," bisiknya pada bayangan sendiri. "Kalau Lucas bisa bersandiwara, kamu juga bisa."

Hari-hari berikutnya, Althea bertransformasi menjadi aktris ulung. Di hadapan Lucas, ia tetap menjadi istri penyayang: menyajikan makanan favoritnya, menanyakan kabar pekerjaannya, bahkan tertawa pada lelucon-lelucon ringan yang pria itu lontarkan.

"Sayang, kamu kelihatan makin cantik akhir-akhir ini," ujar Lucas suatu malam sambil merangkul pundaknya.

Althea tersenyum samar, menahan rasa muak yang hampir meledak. "Mungkin karena aku bahagia sama kamu," jawabnya dengan suara lembut.

Lucas terkekeh kecil, lalu mengecup keningnya. "Dan aku bahagia punya kamu."

Kalimat itu menusuk seperti pisau. Tapi Althea hanya menunduk, membiarkan dirinya terlihat rapuh di mata Lucas. Padahal di balik tatapan itu, ada bara dendam yang mulai membesar.

Setiap kali Lucas keluar rumah, Althea memanfaatkan waktunya untuk menyelidiki lebih jauh. Ia membuka kembali laptop suaminya, menggali folder demi folder, hingga menemukan catatan transaksi yang lebih mencurigakan.

Bukan hanya transfer untuk Selena. Ada aliran dana ke beberapa rekening dengan nama berbeda. Jumlahnya tidak sedikit, bahkan jauh lebih besar daripada yang ia lihat sebelumnya.

"Apa sebenarnya yang kamu sembunyikan, Lucas?" gumamnya pelan, jemari gemetar saat menyalin semua data ke flashdisk.

Semakin dalam ia menggali, semakin ia sadar bahwa ini bukan sekadar perselingkuhan. Ada sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang berbahaya.

Suatu sore, Althea memutuskan menemui seseorang yang dulu sempat ia jauhi: Adrian, sahabat lama keluarganya sekaligus pengacara yang pernah membantu ayahnya.

Mereka bertemu di sebuah kafe kecil di sudut kota. Adrian menatapnya dengan tatapan heran sekaligus prihatin. "Althea... kamu kelihatan berbeda. Apa yang terjadi?"

Althea menunduk, menggenggam cangkir kopi erat-erat. "Aku butuh bantuanmu. Tapi sebelum itu, aku harus tahu... bisa nggak aku percaya sama kamu?"

Adrian mengangguk mantap. "Kamu tahu aku selalu ada buat kamu. Ceritakan saja."

Dengan suara bergetar, Althea menceritakan sebagian kisah-tentang Lucas, Selena, dan bukti yang ia temukan. Ia tidak berani membuka semua detail, terutama soal aliran dana mencurigakan, tapi cukup untuk membuat Adrian terdiam lama.

"Astaga... jadi selama ini Lucas..." Adrian menghela napas panjang. "Thea, kamu harus hati-hati. Kalau semua ini benar, kamu nggak bisa hadapi sendiri."

"Aku tahu," jawab Althea lirih. "Itu sebabnya aku datang padamu. Aku nggak mau gegabah, tapi aku juga nggak bisa terus hidup seperti ini."

Adrian menatapnya tajam. "Kamu mau apa, Thea?"

Althea terdiam sejenak, lalu mengangkat wajahnya dengan sorot mata yang tak lagi rapuh. "Aku mau Lucas dan Selena merasakan apa yang aku rasakan. Aku mau mereka kehilangan segalanya."

Sepulang dari kafe, Althea merasa langkahnya lebih ringan. Untuk pertama kalinya sejak menemukan rahasia itu, ia tidak merasa sendirian.

Namun, tekad itu juga membawa ketakutan baru. Ia sadar, jika Lucas tahu bahwa ia sudah mengetahui segalanya, hidupnya bisa berbalik menjadi mimpi buruk.

Malam itu, ketika Lucas pulang dengan wajah lelah, Althea menyambutnya seperti biasa. Ia menyajikan makan malam, bercanda kecil, bahkan menyiapkan pijatan di bahu pria itu.

Lucas tersenyum puas. "Kamu istri yang sempurna, Thea. Aku nggak bisa minta lebih."

Althea tersenyum samar. Dalam hatinya, ia berbisik: Ya, Lucas. Aku memang istri yang sempurna. Dan istri yang sempurna tahu kapan harus pergi... dan kapan harus menghancurkanmu.

Hari demi hari, Althea mulai mengatur rencana dengan lebih sistematis. Ia membuka rekening baru atas nama samaran, menyimpan sedikit demi sedikit uang tunai yang ia sisihkan diam-diam. Ia juga mulai menjual beberapa barang pribadinya secara online, barang-barang yang tidak akan dicurigai oleh Lucas.

Setiap langkah kecil itu membuatnya semakin yakin. Ia akan meninggalkan Lucas. Tapi ia tidak akan pergi dengan tangan kosong.

Di sisi lain, Adrian juga mulai bergerak. Ia menghubungi seorang kenalan yang bekerja sebagai penyelidik swasta, untuk membantu mengumpulkan bukti tentang hubungan Lucas dan Selena. Semua informasi itu akan menjadi senjata Althea ketika saatnya tiba.

Namun, yang tidak disadari oleh Althea adalah bahwa Lucas mulai merasakan sesuatu.

Suatu malam, pria itu menatapnya lama ketika mereka berbaring di ranjang. "Thea... kamu nggak apa-apa, kan? Belakangan ini kamu kelihatan sering melamun."

Jantung Althea berdegup kencang. Tapi ia tetap tersenyum lembut, mengusap tangan Lucas. "Aku cuma capek, mungkin. Aku baik-baik saja."

Lucas menatapnya dengan sorot mata penuh selidik. Tapi akhirnya, ia hanya mengangguk dan memeluknya erat.

Althea menutup mata, menahan napas. Ia tahu, waktunya semakin sempit. Lucas tidak boleh curiga lebih jauh.

Beberapa hari kemudian, Althea mendapat pesan dari Adrian.

Thea, aku nemuin sesuatu. Kita harus ketemu segera.

Pesan itu membuatnya resah sepanjang hari. Malamnya, setelah Lucas pergi untuk menghadiri sebuah pertemuan bisnis, Althea diam-diam menemui Adrian di tempat yang sama.

Adrian menatapnya serius. "Aku sudah minta kenalanku menyelidiki. Dan hasilnya... lebih buruk dari yang kamu kira."

Althea menelan ludah, tubuhnya menegang. "Maksudmu?"

Adrian menyerahkan sebuah map tebal berisi foto dan dokumen. "Lucas bukan cuma menafkahi Selena. Ada indikasi kalau dia terlibat dalam pencucian uang. Dan... beberapa rekening yang dia gunakan ada kaitannya dengan perusahaan bayangan yang diduga ilegal."

Dunia Althea kembali berputar. Ia pikir luka terbesar yang harus ia hadapi hanyalah pengkhianatan cinta. Tapi kenyataannya, Lucas menyembunyikan rahasia yang bisa menyeret mereka berdua ke dalam jurang yang jauh lebih dalam.

Tangannya gemetar saat membuka map itu, membaca detail demi detail. "Jadi... aku selama ini tinggal bersama penipu? Seorang kriminal?"

Adrian mengangguk pelan. "Aku takut begitu. Thea, kalau kamu mau selamat, kamu harus segera keluar dari hidupnya sebelum terlambat."

Air mata Althea jatuh tanpa bisa ditahan. Tapi di balik kesedihan itu, ada api yang menyala semakin terang.

Ia tidak hanya akan meninggalkan Lucas. Ia akan memastikan semua kebusukan pria itu terbongkar.

Dan untuk itu, ia butuh keberanian yang lebih besar daripada yang pernah ia bayangkan.

Malam itu, ketika pulang ke rumah, Althea menatap Lucas yang sedang duduk santai di ruang tamu sambil menonton televisi. Senyum hangat pria itu membuat hatinya mual.

Namun kali ini, Althea tidak lagi melihatnya sebagai suami. Ia melihatnya sebagai target.

Dan target itu... perlahan tapi pasti, akan ia hancurkan.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Ike Vianis

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku